
JAYAPURA,wartaplus.com - Gugatan hasil PSU Papua di Mahkamah Konstitusi (MK). Paslon Benhur Tommi Mano-Constan Karma (BTM-CK) menggugat hasil penetapan KPU Papua yang memenangkan pasangan Mathius Fakhiri-Aryoko Rumaropen (Mariyo).
Sidang telah dilakukan dua kali dan pada sidang ketiga akan digelar pada tanggal 10 September 2025 dengan agenda membacakan keputusan MK, apakah hasil gugatan pasangan BTM-CK akan dilanjutkan atau diberhentikan (Dismissal) oleh MK.
Analisis Direktur Eksekutif NSL Political Consultant and Strategic Campaign Nasarudin Sili Luli, Senin (8/9/2025) mengatakan;
Pertama : secara formil pengajuan permohonan pemohon dalam hal ini (BTM -CK) tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan peraturan Mahkamah Konstitusi nomor 3 tahun 2024, melihat pengajuan permohonan oleh pemohon tim hukum (BTM -CK) telah melewati tenggang waktu pengajuan permohonan sebagaimana ditentukan oleh peraturan perundang-undangan pada hari senin tanggal 25 Agustus 2025.
"Maka seharusnya sejak penetapan hari Rabu tanggal 20 Agustus 2025 pukul 20.40 WIB atau 22.40 WIT sampai dengan hari Jumat tanggal 22 Agustus 2025 sampai dengan pukul 23 . 59 WIB bahkan hingga hari Senin tanggal 25 Agustus 2025 pukul 07. 05 WIB tidak terdapat permohonan perkara pemohon oleh Tim hukum (BTM-CK),"ujarnya.
Diketahui dalam laman resmi MK, pada hari Senin tanggal 25 Agustus 2025 pukul 08.18 WIB terdapat permohonan tanpa identitas pemohon, anehnya lagi tanpa disertai dengan dokumen pendukung pada tanggal 22 Agustus 2025 pukul 10.48.WIB .
Kembali lagi pada hari Senin tanggal 25 Agustus 2025 pukul 10.03 WIB pada laman resmi MK permohonan yang memuat nama pemohon atas nama Yeremias Bisai bukan nama pasangan calon (BTM -CK) tanpa dokumen pendukung permohonan tersebut.
Tanggal 22 Agustus 2025 pukul 10. 48 WIB, barulah pada hari Juma tanggal 22 Agustus 2025 pukul 10. 48 WIB. "Artinya berdasarkan riwayat uraian pengajuan permohonan pemohon diatas, menurut hemat saya selalu analis saya meyakini pengajuan permohonan pemohon dilakukan tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan peraturan Mahkamah Konstitusi nomor 3 tahun 2024. Pengajuan permohonan dimaksud telah melewati tenggang waktu pengajuan permohonan sebagaimana ditentukan oleh peraturan perundang-undangan yaitu pada hari Senin tanggal 25 Agustus 2025,"ujarnya.
Menurut Nasarudin tenggang waktu pengajuan adalah bagian dari syarat formil yang wajib hukum yang dipenuhi oleh pemohon dalam mengajukan permohonan ke mahkamah konstitusiaturan mengenai pengajuan gugatan hasil pilkada ke MK tertuang dalam Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada Pasal 157. Dalam Pasal 157 ayat 5 disebutkan, paslon pilkada bisa mengajukan permohonan gugatan ke MK maksimal 3 hari kerja terhitung sejak diumumkan penetapan perolehan suara hasil pemilihan oleh KPU provinsi atau KPU kabupaten/kota. Pengajuan harus dilengkapi dokumen bukti dan keputusan
Peserta pemilihan mengajukan permohonan kepada Mahkamah Konstitusi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) paling lambat 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak diumumkan penetapan perolehan suara hasil pemilihan oleh KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota," bunyi Pasal 157 ayat 5.
Kedua Secara Materil
Menurut analisis saya bahwa hampiran semua petitum yang di minta pemohon, ternyata sangat tidak singkron tidak sesuai dan bertentangan dengan posita permohonan, contohnya jika kita membaca draft permohonan pemohon dalam Dalil angka 13 halaman 73 sampai dengan 77 yang menyatakan telah terjadi pelanggaran Terstruktur, Sistematis dan Masif (TSM) yang dilakukan oleh Bupati Keerom dengan cara mengarahkan tiga kepala distrik untuk memenangkan pihak terkait.
Lanjut dia, akan tetapi dalam petitum permohonan, khusus terhadap perolehan hasil di kabupaten Keerom yang dihasilkan pelanggaran TSM pemohon meminta meng-NOLkan perolehan suara kedua pasangan calon di 25 TPS di wilayah Kabupaten Keerom, yang tersebar halmana distrik tempat ke 24 TPS dimaksud berbeda dengan distrik yang di dalilkan terjadi pelanggaran TSM oleh Bupati Keerom.
"Selain itu pula dalam posita Permohonan berkenaan dengan terjadinya pelanggaran -pelanggaran kualitatif, pemohon (BTM-CK) selalu menggunakan frasa "diduga" yang dalam batasan penalaran yang wajar kondisi ini menunjukkan pemohon (BTM -CK) sejatinya masih ragu atas dalilnya sendiri tidak mempunyai bukti, dan tidak ada laporan ke Bawaslu maupun tidak ada rekomendasi dari Bawaslu,"katanya.
Dalil yang yang bersifat dugaan tersebut dapat dipastikan tidak berdampak pada kekalahan pemohon (BTM-CK) maupun kemenangan pihak terkait (MDF -AR) , sehingga tidak singkron dengan petitum yang justru secara tegas meminta pembatalan perolehan suara di 92 TPS yang tersebar di 8 kabupaten/kota.
Dikatakan, jika kita menguraikan seluruh argumentasi yuridis maka dapat dibuktikan secara sah dan meyakinkan bahwa antara petitum dengan dalil-dalil posita pemohon tersebut tidak jelas kabur dan saling bertentangan satu dan lainnya.
Berikutnya berdasarkan rujukan dalam ketentuan pasal 42 PMK No 3 Tahun 2024, sebelum melakukan pemeriksaan sidang lanjutan,mahkamah dapat menjatuhkan putusan atau ketetapan yang diucapkan dalam sidang pleno terbuka untuk umum.
Oleh karena itu beralasan menurut hukum jika dilihat tidak terpenuhan syarat formil dan materil dalam pengajuan permohonan oleh pemohon maka, beralasan secara yuridis Mahkamah Konstitusi menjatuhkan putusan Dismissal, dengan menyatakan, permohonan yang diajukan oleh pemohon terbukti kabur atau obcuur libel dan tidak jelas, sehingga beralasan secara hukum untuk dinyatakan, permohonan pemohon tidak dapat diterima.
"Tentunya apapun keputusan Mahkamah Konstitusi nantinya,kita sebagai publik Papua mengharapkan keputusan yang seadil-adilnya untuk kemaslahatan bagi semua masyarakat Papua dan dapat memberikan rasa keadilan bagi kedua pasangan calon nantinya,"ujarnya.*