JAYAPURA,wartaplus.com - Dua hari pasca penetapan rekapitulasi perolehan suara pemilihan gubernur oleh KPU Papua, Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Papua nomor urut 1, Benhur Tomi Mano-Constan Karma memastikan akan memasukkan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK)
“Hari ini saya tidak akan memperdebatkan lagi keputusan KPU. Saya tidak akan menoleh ke belakang, tapi akan melangkah maju dengan satu tujuan yaitu menjemput kebenaran di Mahkamah Konstitusi,”ujar Benhur Tommy Mano saat menyampaikan pidato politik, di Jayapura, Jumat (22/8/2025) siang.
Direktur Eksekutif NSL Political Consultant and Strategic Campaign, Nasarudin Sili Luli mengatakan, PSU Pilkada Papua akhirnya menemukan titik terang penyelesaian sengketa hasil di Mahkamah Konstitusi (MK).
Bahwa hal yang paling penting adalah
Pembuktian di Mahkamah Konstitusi (MK) meliputi alat bukti surat atau tulisan, keterangan saksi, keterangan ahli, petunjuk, dan alat bukti lainnya seperti informasi elektronik.
Beban pembuktian umumnya ada pada pemohon (BTM - CK) yang harus membuktikan dalil gugatannya, meskipun MK bisa meminta keterangan tambahan atau alat bukti dari pihak lain.
Lanjut Nasarudin,proses pembuktian di MK bersifat objektivitas hukum, bertujuan menegakkan konstitusi dan keadilan, bukan sekadar pertimbangan politik apalagi sensasional politik.
Oleh sebab itu menurutnya, data BTM -CK hasil perolehan suara yang tercantum dalam formulir D Hasil tingkat provinsi tidak sinkron dengan data asli yang dihimpun dari formulir C Hasil tingkat TPS serta dugaan di tipex harus dapat dibuktikan dihadapan majelis hakim mahkamah konstitusi.
Sebab dokumen resmi terkait perkara, seperti keputusan termohon (KPU) mengenai rekapitulasi hasil penghitungan suara PSU Pilkada Papua dari semua jenjang atau penetapan peserta pemilu harus dapat dibuktikan oleh BTM -CK.
Bukti berupa informasi yang diucapkan, dikirim, diterima, atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau serupa, serta dokumen elektronik itu sendiri harus terangkum dalam satu kesatuan yang harus dapat dibuktikan saat sidang pembuktian.
Oleh karena beban pembuktian adalah kewajiban hukum yang dibebankan kepada BTM -CK dalam perkara perselisihan hasil PSU pilkada Papua untuk membuktikan dalil-dalil yang diajukannya.
"Pihak BTM-CK yang memiliki beban pembuktian harus menghadirkan bukti yang cukup untuk meyakinkan hakim tentang kebenaran dalil-dalil tersebut. Dalam banyak kasus, beban pembuktian ada pada pihak yang mengajukan gugatan atau tuntutan (penggugat),"ujarnya.
Jangan samapai dalam putusan perselisihan hasil PSU Pilkada Papua ini yang tidak diterima MK. Ini artinya, perkara itu tidak dapat memenuhi syarat formil pemeriksaan. Baik itu syarat selisih ambang batas perolehan suara, maupun batas waktu pengajuan perkara.
Padahal, pada perselisihan hasil pilkada sebelumnya MK cukup progresif mengesampingkan syarat formal seperti ambang batas selisih suara yang diatur di Pasal 158 UU Pilkada. MK berupaya memeriksa laporan pelanggaran, dengan menunda pemeriksaan syarat formal perkara di akhir.
Namun, sayangnya dalam proses pemeriksaan, pelanggaran yang didalilkan pemohon itu juga tidak terbukti. Sehingga, beberapa perkara tidak diterima oleh MK dengan alasan pemohon tidak berkedudukan hukum.
"Artinya, BTM -CK harus bekerja lebih ekstra untuk memastikan terpenuhinya syarat formil dan materil sebagai bagian dari proses pengajuan permohonan ke MK, dan lebih penting adalah menyiapkan semua bukti kecurangan seperti yang dituduhkan, jangan sampai kekuatan pembuktian menjadi lemah dan hanya berubah menjadi sensasi dan gosip politik sesaat,"ujarnya *