JAYAPURA,wartaplus.com - Pleno terakhir KPU Provinsi Papua dengan agenda rekapitulasi suara dari Kabupaten Biak Numfor seharusnya menjadi tahapan konstitusional yang dijalankan secara tenang, transparan, dan berintegritas. Namun, yang terjadi justru diwarnai drama panjang akibat sikap Bawaslu dan keterangan saksi dari pasangan lain yang mencoba mengaburkan fokus utama rekapitulasi suara sehingga pengesahannya mengalami penundaan hingga saat ini. Ini dikatakan Juru Bicara Pasangan MARIYO DR. Muhammad Rifai Darus, Rabu (20/8/2025) siang.
Dikatakan, kami perlu mengingatkan, sesuai Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, Pasal 18 dan 19 menegaskan bahwa KPU memiliki kewenangan penuh dalam penyelenggaraan rekapitulasi suara secara berjenjang, terbuka, dan akuntabel.
Pasal 93 ayat (1) menyebutkan bahwa Bawaslu bertugas mengawasi, bukan mengintervensi atau bertindak selayaknya tim sukses.
Putusan Mahkamah Konstitusi terkait PSU Papua menegaskan adanya batas waktu 180 hari, sehingga segala bentuk pengaburan fokus dan penghambatan proses berpotensi mencederai konstitusi.
"Rakyat Papua adalah saksi yang cerdas. Mereka menyaksikan langsung apa yang terjadi di ruang pleno. Mereka tahu siapa yang bekerja sesuai hukum dan siapa yang mencoba mempermainkan aturan,"tegasnya
Ungkapnya, hari ini, rakyat Papua sudah sangat melek politik dan etika demokrasi. Mereka paham bahwa suara rakyat adalah mandat tertinggi, bukan panggung drama politik. Dan pada akhirnya, bukan KPU atau Bawaslu yang menilai kinerjanya sendiri, melainkan rakyatlah hakim yang sebenarnya.
"Kondisi diruang pleno membuktikan bahwa tuduhan yang selama ini diberbagai media terutama media sosial yang menyatakan pasangan Mariyo curang, pasangan Mariyo banyak bermain drama, ternyata dapat kita lihat semua dalam ruang pleno siapa sesungguhnya wasit yang ikut menjadi peserta dan mengatur jalannya “drama politik” dalam PSU Papua,"ujarnya.
Mari kita jaga marwah demokrasi Papua agar tetap berada di jalur konstitusi, demi Papua yang lebih CERAH.