Lihai Dalam Mengelola Akomodasi Politik Itulah Pemenang PSU Papua

Nasarudin Sili Luli, Direktur Eksekutif NSL Political Consultant and Strategis Champaign/Istimewa

JAYAPURA,wartaplus.com - Pemungutan Suara Ulang (PSU) Pilkada Gubernur dan Wakil Gubernur Papua telah usai digelar di delapan kabupaten dan satu kota pada Rabu, (6/8/2025). Namun, alih-alih meredakan tensi politik, hasil PSU justru memunculkan persaingan yang makin panas antara dua pasangan calon yang saling klaim kemenangan berdasarkan hasil hitung cepat (quick count).

Pasangan nomor urut 01, Benhur Tomi Mano – Constant Karma (BTM-CK), berdasarkan survei Poltracking Indonesia, unggul tipis dengan perolehan suara 50,85 persen, mengalahkan pasangan nomor urut 02, Mathius D Fakhri – Aryoko Rumaropen (MARI-YO) meraih 49,15 persen. Sementara hasil yang ditunjukkan oleh lembaga survei Indikator, justru berbeda, pasangan BTM-CK memperoleh 49,29 persen dan pasangan MARI-YO meraih 50,71 persen.

Tim pemenangan kedua pasangan calon pun, bergerak cepat mendeklarasikan kemenangan. Deklarasi bukan semata-mata karena tim kedua pasangan calon yakin menang secara mutlak, namun ada unsur psikologis dan politis yang lebih besar. Hal itu dikatakan oleh Nasarudin Sili Luli, Direktur Eksekutif NSL Political Consultant and Strategis Champaign di Jayapura, Selasa (12/8/2025) pagi.

“Dalam politik, kepercayaan diri dan kecepatan menyampaikan kemenangan memiliki nilai strategis. Ini penting untuk menjaga stamina dan semangat para pendukung di tengah ketidakpastian hasil,” kata Nasarudin.

Nasarudin menilai baik BTM-CK maupun MARI-YO, tengah memainkan strategi untuk menjaga atensi publik dan loyalitas konstituen. Namun, jika kepercayaan diri melemah, hal itu bisa berdampak negatif pada psikologi massa pendukung juga legitimasi hasil hitung cepat. Meski masing-masing tim paslon mengantongi data rekap berjenjang dan salinan C hasil dari TPS.

“Jangan lupa, dalam politik Papua, kelengkapan bukti bukan satu-satunya tiket menuju kemenangan,” ujarnya.

Nasarudin mengutip teori dramaturgi Erving Goffman, dan memandang bahwa panggung politik Papua punya dua sisi, yaitu panggung depan dan panggung belakang. Pada panggung depan, publik disuguhkan dengan pernyataan, angka, dan selebrasi kemenangan. Namun di panggung belakang, berlangsung pertarungan yang lebih kompleks.

“Yang tampak di depan belum tentu mencerminkan realitas. Panggung belakang adalah ruang penuh kemungkinan, di mana kekuatan politik saling beradu, dan semuanya bisa berubah dalam sekejap,” ucapnya.

Dia juga menilai, pemenang sesungguhnya dalam politik di Papua saat ini adalah mereka yang paling lihai dalam mengelola akomodasi politik, serta mampu menguasai infrastruktur pemilu di setiap level. "Lebih dari sekadar mendapatkan suara terbanyak, pemenang di Papua adalah aktor politik yang sanggup mengendalikan narasi, strategi, dan jaringan hingga detik terakhir,"kata dia.*