
MULIA, wartaplus.com - Kabupaten Puncak Jaya, Papua Tengah, masih menyimpan luka mendalam. Sejak konflik sosial yang meletus pasca Pilkada pada November 2024, daerah ini menjadi saksi bisu betapa mahalnya harga dari perbedaan pilihan politik.
Belasan nyawa melayang, ratusan orang luka-luka, dan tak terhitung rumah warga, kios/toko yang ludes dibakar. Kantor pemerintahan dirusak dan dijarah, menyebabkan aktivitas pemerintahan sempat lumpuh total.
Masyarakat hidup dalam ketakutan, terjebak di antara dua kubu pendukung pasangan calon Bupati - Wakil Bupati, yang saling menyerang dengan menggunakan senjata tradisional panah dan busur. Dua pasangan calon yaitu pasangan nomor urut 1, Yuni Wonda–Mus Kogoya dan nomor urut 2, Miren Kogoya–Mendi Wonorengga.
Di tengah kepulan asap dan jerit ketegangan, hadir satu sosok anggota Polri yang tak kenal lelah menembus barikade kebencian dua kubu massa yang bertikai. Ia berbaur dengan masyarakat, ngobrol santai seolah semuanya sedang baik baik saja.
Adalah Brigadir Polisi (Brigpol) Amharet Rirei, salah satu anggota Polres Puncak Jaya. Putra asli Papua ini, telah bertugas selama 12 tahun di daerah yang dikenal sebagai daerah rawan konflik bersenjata itu. Ia paham betul dinamika sosial warga setempat.
Bahkan ketika konflik pecah, ia berada di garda terdepan, ditugaskan untuk melakukan pendekatan humanis, membangun komunikasi dengan kedua kubu massa yang bertikai. Penugasan ini bukannya tanpa alasan, mengingat, ia adalah sosok polisi yang tidak hanya dikenal tapi juga dipercaya, membuatnya dihormati oleh masyarakat dari kedua kubu.
"Selama konflik pecah, kami ditugaskan untuk membangun komunikasi dengan masyarakat dari kedua kubu yang saling serang. Meski khawatir menghadapi tugas yang berat dengan nyawa taruhannya, namun karena tuntutan tugas kami harus jalankan," ungkap Amharet kepada wartaplus.com di Jayapura, Jumat (20/06/2025).
Brigpol Amharet bersama anak anak Puncak Jaya/dok.Pribadi
Bertaruh Nyawa
Tak pernah berseragam dinas, Polisi dengan gaya rambut gimbal, berpakaian serta menggunakan aksesoris ala masyarakat pegunungan ini mendatangi para Kepala Suku, Tokoh Pemuda dan tentunya Panglima Perang dari kedua kubu. Dengan senyum dan tutur kata yang lembut, Amharet datang meredam amarah mereka dengan pelukan, dan mengajak semua kembali pada nilai-nilai adat persaudaraan dan kedamaian.
"Awal menjalankan tugas ini, kami sempat ingin menyerah karena kecurigaan masyarakat terhadap kami ini sangat tinggi, bahkan kami sempat diancam oleh kelompok berseberangan (kelompok kriminal bersenjata,red) yang juga sudah turut masuk dalam kelompok massa yang bertikai. Namun karena kami tahu tugas kami untuk mendamaikan Puncak Jaya, kami tetap maju. Tentunya juga berkat dukungan doa orang tua dan keluarga," aku pria berusia 32 tahun asal Kabupaten Serui ini.
Amharet mengaku terus membangun komunikasi yang cepat dan harus tanggap untuk persatukan kedua kubu. Sebab kalau tidak, maka bentrok akan selalu ada. "Kami hadir di tengah kedua kubu untuk menetralisir keadaan, kami dibantu bersama aparat keamanan yang lain," tuturnya.
Kini, setelah konflik mereda menyusul telah dilantiknya Bupati dan Wakil Bupati terpilih, Yuni Wonda - Mus Kogoya pada 17 Juni 2025 lalu dan juga prosesi adat perdamaian belah doli dan pembayaran denda adat, Amharet berharap situasi kamtibmas di Puncak Jaya bisa kembali normal seperti sedia kala.
"Kami berharap Puncak Jaya tetap aman, masyarakat tidak terprovokasi dengan oknum tidak bertanggung jawab yang selalu membuat hal tidak bertanggung jawab. Kami berharap pimpinan yang baru dapat merangkul masyarakat yang kemarin terpecah belah untuk satukan kembali, agar hidup aman damai tidak ada kecemburuan antar sesama," harapnya.
"Sebagai anggota Polri kami akan terus menjadi ujung tombak perdamaian, mengayomi dan melayani masyarakat Puncak Jaya. Meski kami tahu langkah kaki kami, sebelah di dunia, sebelah di kuburan tapi kami tahu bahwa Tuhan tidak pernah meninggalkan umatnya yang mau berjuang dan berusaha," ucap Amharet yang juga aktif di media sosial Tiktok, YT, IG dengan nama akun "Kabut Mulia".
Ribuan massa berkumpul untuk berperang/dok.Pribadi
Apresiasi
Kapolres Puncak Jaya AKBP Achmad Fauzan S.Ag memberikan apresiasi kepada kinerja salah satu personilnya.
Menurutnya, Brigpol Amharet telah menjalankan tugas dan tanggung jawabnya sebagai anggota Polri dengan baik dan penuh tanggung jawab.
"Tentunya sebagai pimpinan, kami memberikan apresiasi. Saat perang kemarin. memang anggota kami ini yang ditugaskan untuk membangun komunikasi dengan masyarakat dua kubu yang berperang. dan Alhamdulillah, ia telah melaksanakan tugasnya dengan baik, dan sesuai dengan arahan pimpinan," ucap Kapolres, saat dikonfirmasi Jumat (20/06) pagi.
Apresiasi juga datang dari Tibenus Wonda, salah satu Kepala Suku di Puncak Jaya.
"Anak Amharet ini, dia polisi yang baik, sudah biasa dengan kami. Kemarin waktu perang, dia yang selalu datang ke kami untuk koordinasi. Dia tidak memposisikan diri dukung kelompok mana, tapi dia datang berikan imbauan damai," ucap Tibenus, saat dikonfirmasi via telepon, Kamis (19/06/2025) malam.
Hal senada juga disampaikan Tokoh Pemuda Puncak Jaya yang juga Ketua GAMKI, Maikel Wonorengga.
"Amharet ini, salah satu Polisi yang memang pandai bergaul. Dia mengedepankan budaya, sehingga cepat penyesuaian dengan masyarakat. Waktu perang kemarin, dia itu paling depan jadi kompas, yang lakukan pendekatan dengan masyarakat. Dia yang duluan bicara dengan masyarakat baru nanti Kapolres, Dandim dan pejabat lain ikut dari belakang. Jadi memang dia punya peran paling besar, waktu kemarin perang. karena dia yang masyarakat percaya untuk komunikasi," aku Maikel dibalik telepon, Kamis malam.
Meski konflik belum sepenuhnya berakhir, namun kiprah Brigpol Amharet tak bisa dikesampingkan. Ia telah menunjukkan arti sejati dari keberanian dan pengabdian sosok anggota Polri yang tak hanya bertugas menegakkan hukum, menjaga keamanan, tetapi juga hadir sebagai penenang di tengah badai. Amharet memilih jalan pengabdian untuk merawat kedamaian, memberi harapan di tengah bara yang belum sepenuhnya padam.**