Komnas HAM : 75 Orang Jadi Korban Akibat Kekerasan Bersenjata di Papua

Ilustrasi wartaplus.com

JAYAPURA,wartaplus.com – Komnas HAM RI Perwakilan Papua merilis jumlah kasus kekerasan bersenjata yang terjadi di Tanah Papua dalam enam bulan terakhir. Dalam realise yang disampaikan Kepala Komnas HAM Perwakilan Papua, Frits Ramandey tercatat jumlah kasus kekerasan bersenjata periode Januari-Juni 2025 mencapai 40 kasus.
Dari 40 kasus kekerasan tersebut didominasi oleh peristiwa kontak senjata dan penembakan tunggal sebanyak 27 kasus, penganiayaan sebanyak 11 kasus, pengrusakan sebanyak 1 kasus dan kerusuhan 1 kasus dimana satu peristiwa bisa menimbulkan lebih dari satu tindakan kekerasan.

“Dari jumlah kasus kekerasan tersebut, Kabupaten Yahukimo menjadi daerah dengan jumlah kasus tertinggi yaitu 8 kasus, Intan Jaya 7 kasus, Puncak Jaya dan Kota Jayapura 5 kasus, Puncak dan Jayawijaya 3 kasus, Yalimo dan Paniai 2 kasus, kabupaten Jayapura, Nabire, Teluk Bintuni, Dogiyai dan kota sorong masing-masing sebanyak 1 kasus,” kata Frits Ramandey saat memberikan keterangan pers di Kantor Komnas HAM RI Perwakilan Papua, Minggu (15/6/2025).


Foto: Kepala Komnas HAM Perwakilan Papua, Frits Ramandey saat memberikan keterangan pers kepada wartawan di Kota Jayapura/Andy

Dampak kekersan bersenjata yang terjadi kata Frits, tercatat sebanyak 75 orang menjadi korban, terdiri dari 50 orang meninggal dunia dan 25 orang luka-luka.
“Dari 75 korban itu terdiri dari 11 orang TPNPB-OPM yaitu 10 orang MD dan 1 orang luka-luka. Kemudian 16 orang Aparat Keamanan yaitu 5 orang meninggal dunia dan 11 orang luka-luka dan sebanyak 48 orang warga sipil yaitu, 35 orang meninggal dunia dan 13 orang luka-luka,” ungkapnya.

Sedangkan persebaran korban berdasarkan wilayah, Provinsi Papua Pegunungan menjadi wilayah dengan jumlah korban paling banyak yaitu 25 orang meninggal dunia dan 9 orang luka-luka, Papua Tengah, 21 orang meninggal dunia dan 9 orang luka-luka, Papua 2 orang meninggal dunia dan 7 orang luka-luka dan Papua Barat Daya 1 orang meninggal dunia.

“Secara faktual, setiap konflik kekerasan yang terjadi dapat dilihat sebagai respon atas peristiwa sosial ekonomi maupun kebijakan politik,” ujarnya.

Mantan jurnalis itu menambahkan, ketegangan maupun konflik bersenjata yang terjadi di Papua membutuhkan ruang-ruang dialog antara pemerintah pusat, pemerintah daerah serta masyarakat maupun kelompok sipil yang berseberangan yaitu TPNPB-OPM.

“Tantangan utama bagi Pemerintah RI saat ini adalah bagaimana membangun kepercayaan rakyat Papua dengan menumbuhkan persamaan, kesetaraan, penegakan hukum yang adil dan non-diskriminatif sebagai upaya membangun ekosistem damai menuju dialog kemanusiaan,” tandasnya.

Untuk mencegah jumlah korban konflik bersenjata di Tanah Papua terhenti, Komnas HAM RI Perwakilan Papua menyampaikan sejumlah catatan diantaranya meminta Presiden RI, Prabowo Subiyanto untuk membentuk Tim Penyelesaian Konflik Kekerasan di Tanah Papua.

“Tim Penyelesaian Konflik Kekerasan di Tanah Papua akan menjadi langkah konkrit untuk menyelesaikan berbagai kekerasan yang menyebabkan terjadinya pelanggaran HAM di Tanah Papua,” katanya.

Selanjutnya, Komnas HAM meminta Pemerintah RI memberikan jaminan keamanan terhadap seluruh warga negara Indonesia yang menetap di wilayah Papua dengan menciptakan situasi keamanan yang kondusif.

“Kami meminta kepada pemerintah untuk tidak menggunakan security approach serta membenahi tata kelola keamanan wilayah dan melakukan pendekatan sosial budaya sesuai dengan nilai-nilai kearifan lokal setempat,” pintanya.

Selanjutnya Frits Ramandey meminta para gubernur, bupati/walikota se-Tanah Papua agar mengambil langkah konkrit melalui program kerja atau kebijakan yang selaras dengan semangat afirmasi untuk memastikan akses pemenuhan hak-hak dasar warga negara dalam bidang ekonomi, sosial dan budaya termasuk jaminan keamanan;

“Kita juga meminta para Kapolda se-Tanah Papua agar melakukan penegakan hukum secara cepat, tepat dan terukur terhadap para pelaku kekerasan dengan memastikan tindakan anggota dalam upaya penegakan hukum tersebut dilakukan secara profesional, objektif, dan akuntabel serta menjunjung tinggi nilai-nilai dan prinsip HAM,” harapnya.

Selain itu, Komnas HAM juga meminta kepada aparat keamanan dan Kelompok Sipil Bersenjata (TPNPB-OPM) agar menghormati hukum HAM dan hukum humaniter dengan memastikan rasa aman bagi warga sipil secara keseluruan dengan tidak menimbulkan ketakutan, stigmatisasi dan menjadikan warga sipil sebagai sasaran kekerasan bersenjata;

“Kita juga mendesak Kelompok Sipil Bersenjata (TPNPB-OPM) untuk tidak melakukan tindakan pengrusakan yang mengakibatkan kerusakan harta benda dan terganggunya kondisi keamanan di wilayah Papua,” imbuhnya.

Komnas HAM juga mendorong pemerintah dan kelompok TPNPB-OPM untuk membangun dialog untuk menciptakan Tanah Papua yang damai.
“Mendesak Pemerintah RI dan kelompok TPNPB-OPM untuk membangun komitmen dalam proses Dialog Kemanusiaan demi terciptanya Papua Tanah Damai,” tandasnya.