JAKARTA, wartaplus.com - Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Papua 2024 termasuk salah satu Pilkada yang diperintahkan Mahkamah Konstitusi (MK) untuk dilakukan Pemungutan Suara Ulang (PSU) di seluruh TPS se-Provinsi Papua.
Hal ini sebagaimana yang diputusan dalam sidang perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) yang dibacakan pada Senin 24 Februari 2024.
Di tengah-tengah sorotan publik atas kegagalan KPU Papua dalam menyelenggarakan Pilkada Papua, KPU dan Bawaslu Papua justru secara resmi telah dilaporkan ke KPK dan Kejaksaan Agung RI.
Arsi Divinubun selaku Kuasa Hukum pelapor membenarkan adanya laporan tersebut.
"Iya benar kemarin kami sudah melaporkan KPU dan Bawaslu Papua ke KPK dan juga ke Kejaksaan Agung RI. Jadi laporannya ke dua institusi penegak hukum," ujar Arsi dalam keterangannya pada media, Rabu (5/3/2025).
Menurut Arsi, laporan ini terkait dugaan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh KPU dan Bawaslu Papua atas dana hibah Pilkada yang telah diterimanya dari Pemerintah Provinsi Papua.
"Berdasarkan bukti NPHD yang sudah kami serahkan ke KPK, hibah yang diterima KPU Papua sebasar Rp 155 miliar dan Bawaslu Papua sebesar Rp 51 miliar, jadi totalnya kurang lebih Rp 206 miliar," ujarnya.
"Kenapa harus KPU Papua dan Bawaslu Papua yang dilaporkan ke KPK dan Kejaksaan? karena KPU dan Bawaslu Papua adalah institusi yang bertanggungjawab atas pengelolalaan dana hibah tersebut," imbuhnya.
Menurutnya, yang menjadi permasalahan sekarang adalah, anggaran sebesar itu ternyata habis tanpa ada hasil sebagaimana yang diharapkan. Karena seluruh hasil kerja KPU dan Bawaslu Papua dibatalkan oleh MK karena terdapat pelanggaran fundamental yang dilakukan KPU Papua dan diketahui Bawaslu Papua terkait ketidakbenaran dan ketidakabsahan persyaratan salah satu calon.
"Ironisnya, pelanggaran ini bukan bersifat kelalaian atau ketidakcermatan melainkan karena kesengajaan sehingga hal ini dikualifikasi sebagai kejahatan polilitk yang mengakibatkan terjadinya kerugian keuangan negara sebesar ratusan miliar rupiah", sebut Asri.
Dia menegaskan, jadi perbuatan melawan hukum serta unsur kerugian keuangan negara telah terpenuhi sehingga kami menilai masalah Pilkada Papua ini masuk dalam delik korupsi, tambah Arsi.
Masih kata Arsi, KPU Papua dan Bawaslu Papua tidak bisa lepas tangan begitu saja terhadap permasalahan ini, karena kalau urusan politiknya, ya tidak susah tinggal jalankan putusan MK untuk dilakukan PSU.
Namun, bagaimana dengan urusan dana hibah 200 Miliar ke KPU Papua dan Bawaslu yang menguap begitu saja tanpa ada hasil.
"Ini yang harus dipertanggungjawabkan secara hukum oleh KPU dan Bawaslu. Ini bukan uang sedikit, dan ini uang rakyat yang bersumber dari pajak dan sebagaimana sehingga PKU dan Bawaslu Papua harus pertanggungjawabkan", tegas Arsi lagi.
Menurut Arsi, semua alat bukti sudah disampaikan ke KPK maupun Kejagung secara langsung termasuk NPHD antara Pemprov Papua dengan KPU Papua dan Bawaslu Papua.
Arsi berharap laporan ini dapat segera ditindaklanjuti sehingga ada kepastian hukum terkait pertanggungjawaban terhadap dana hibah Pilkada Gubernur dan Wakil Gubernur Papua sebesar ratusan miliar rupiah tersebut.
"Dengan adanya laporan ini kami juga minta kepada Pemprov dalam hal ini Pj. Gubernur Papua dan Pj. Sekda agar hati-hati mengalokasikan anggaran PSU. Pemprov harus meminta pertanggungjawaban dana hibah sebelumnya kepada KPU dan Bawaslu sebelum mengalokasikan anggaran PSU", pungkas Arsi.(rilis)