Dituding Lakukan Pemalsuan SK Calon Terpilih DPRK Waropen, Ketua Pansel Berikan Klarifikasinya

Ketua Pansel DPRK Waropen, Nikolas Adnan Sawaki/dok.istimewa

JAYAPURA, wartaplus.com - Ketua Panitia Seleksi Calon Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) Waropen Mekanisme Pengangkatan periode 2024 - 2029, Nikolas Adnan Sawaki memberikan klarifikasinya terkait laporan Aleksander Wopari, salah satu calon anggota DPRK Waropen ke Mapolda Papua.

Dalam laporannya ke Mapolda Papua pada Selasa (25/02/2025) lalu, Aleksander yang didampingi tim kuasa hukum dari kantor pengacara Dr.Pieter Ell, menuding Ketua Pansel telah mengeluarkan Surat Keputusan (SK) palsu tentang Calon Tetap dan Calon Terpilih Anggota DPRK Waropen Mekanisme Pengangkatan masa jabatan 2024 - 2029, sebagaimana SK Nomor 200/39/Pansel/DPRK-WRP-/II/2025 tertanggal 11 Februari 2025.

Tudingan ini bukannya tanpa alasan. Pasalnya, dalam SK tersebut namanya tidak tercantum dalam daftar nama calon terpilih dan calon tetap. Padahal, sesuai hasil pleno penetapan calon terpilih dan calon tetap pada 15 November 2024 lalu, sebagaimana surat pengumuman nomor 200/25/Pansel/DPRK-WRP/2024, Aleksander Wopari masuk dalam daftar nama yang dinyatakan lolos dari daerah pengangkatan (dapeng) 2, bahkan meraih peringkat pertama dengan jumlah nilai 184.

Kepada wartaplus.com, Kamis (27/02/2025), Ketua Pansel DPRK Waropen, Adnan Sawaki membeberkan alasan dicoretnya nama Aleksander Wopari dari SK terbaru itu.

"Ada dua hal yang menjadi dasar kami untuk menggugurkan saudara Aleksander Wopari. Pertama, karena ada surat Pj Gubernur Papua yang meminta untuk menggugurkan SK pertama dan meminta pansel melakukan ferivikasi ulang setiap calon terpilih, dimana harus memenuhi kuota 30 persen perempuan, dan juga ternyata dari hasil ferivikasi ulang yang dilakukan terbukti jika yang bersangkutan ternyata masih berstatus ASN Aktif di Dinas Pendidikan Mamberamo Raya," beber Nikolas saat dikonfirmasi via telepon selular.

Merujuk Surat Pj Gubernur

Ia pun menjelaskan kronologi kejadian sehingga diterbitkannya SK perubahan tersebut.

Awalnya, pihaknya menerima radiogram dari Pj Gubernur Papua nomor 1/000.1.5/1071/z tertanggal 31 Januari 2025 yang meminta Bupati Waropen dan Pansel DPRK, Kesbangpol untuk hadir dalam rapat bersama Pj Gubernur di Jayapura.

Dalam rapat tanggal 04 Januari 2024, Pj Gubernur Papua, Ramses Limbong meminta Bupati dan Pansel DPRK untuk melakukan pleno ulang dan mengugurkan SK penetapan pada pleno pertama.

"Atas dasar surat Gubernur Papua nomor 100.1/4/1268/z yang bersifat segera, sehingga kami melakukan pleno ulang. Namun sebelum melakukan pleno ulang, kami melakukan pemeriksaan pemberkasan, verifikasi, validasi kepada calon terpilih. Dasar dari itulah Gubernur meminta untuk Verifikasi mencapai 30 persen kuota perempuan sesuai dengan ketentuan perundangan," jelasnya.

Karena calon anggota perempuan itu hanya ada di daerah pengangkatan (dapeng) 2, sehingga pihaknya kemudian mengambil dari dapeng. Dimana dapeng tersebut, merupakan dapeng dari Aleksander Wopari.

"Setelah kami lakukan verifikasi ulang mulai daftar urut 1 dengan nilai tertinggi yakni saudara Aleksander Wopari.  Namun dari hasil verifikasi ulang itu terkuak fakta jika Aleksander Wopari masih berstatus ASN dari Pemkab Mamberamo Raya. Ini juga diperkuat dengan bukti daftar pengambilan gaji terakhir pada Desember 2023," urainya

Lanjut Nikolas, pansel kemudian mengecek kembali berkas verifikasi dan terbukti jika berkas dokumen yang diserahkan tidak ada yang membuktikan jika  Aleksander Wopari telah melakukan pengunduran diri dari ASN

"Dari dasar itulah kemudian pansel menggugurkan yang bersangkutan," tegas Adnan seraya menambahkan, pihaknya juga sudah berulangkali menanyakan kepada yang bersangkutan terkait statusnya tersebut, namun selalu dijawab bahwa sudah tidak aktif.

"Ini kan kami anggap beliau tidak jujur," imbuhnya.

Batas Waktu

Lalu terkait batas waktu kerja Pansel sebagaimana SK Gubernur yang hanya berlaku tiga bulan terhitung dari 30 Agustus 2024 hingga November 2024?

Nikolas membantah. Bahwa dalam SK Gubernur tersebut tidak menjelaskan tentang batas waktu.

"Batas waktu dalam SK Gubernur itu tidak ada, tapi memang dalam aturan perundangan itu ada. Tetapi apabila pelaksanan tahapan belum selesai, tetap bisa dilanjutkan berdasarkan surat gubernur karena beliau yang mengeluarkan SK penetapan pansel," tegasnya.

Sementara itu terkait laporan adanya dugaan pemerasan? secara tegas Nikolas menjawab tidak pernah melakukan.

"Mungkin kalau beliau datang, ada teman teman duduk trus dikasih uang untuk beli minum. Tapi kalau memang terbukti ada transfera masuk ke rekening saya, tentunya nanti akan dikembalikan karena uangnya tidak dipakai," tegas bantahnya.

Ia juga menilai pelaporan dugaan pemalsuan SK ke Mapolda Papua salah alamat. Pasalnya, berbicara soal mekanisme pemilihan anggota DPRK, jika dalam tahap seleksi ada calon yang digugurkan, seharusnya dilaporkan ke PTUN.

"Jadi disini kembali saya tegaskan bahwa Pansel tidak serta merta mengeluarkan SK penetapan atas kemauan sendiri, tapi berdasarkan surat gubernur karena mengingat pansel di SK kan oleh gubernur," tegasnya.

Meski telah dilaporkan ke Polda Papua, namun Nikolas mengaku hingga kini belum menerima surat panggilan dari Polda Papua.

"Sampai saat ini belum ada surat pemanggilan dari Polda, karena masih bersifat laporan. Namun kalau dipanggil saya akan pergi, dengan membawa seluruh bukti bukti yang ada pada kami," tutupnya.**