Ketua Pansel DPRK Waropen Dipolisikan atas Dugaan Tindak Pidana Pemalsuan SK Calon Terpilih

Aleksander Wopari didampingi tim kuasa hukum dari kantor pengacara Dr.Pieter Ell saat melapor ke Mapolda Papua, Selasa (25/02/2028)/Istimewa

JAYAPURA, wartaplus.com - Ketua Panitia Seleksi (Pansel) Anggota DPRK Waropen, Nikolas Adnan Sawaki dilaporkan ke Polisi oleh salah seorang calon anggota DPRK, Aleksander Wopari atas dugaan pemalsuan Surat Keputusan (SK) Calon Tetap dan Calon Terpilih Anggota DPRK Waropen Mekanisme Pengangkatan masa jabatan 2024 - 2029.

Didampingi kuasa hukum dari kantor hukum Dr.Pieter Ell, Aleksander Wopari melapor ke Mapolda Papua, Selasa, (25/02/2025) pagi.

Melalui Kuasa Hukumnya, H. Rahman Ramli mengungkapkan kliennya sangat dirugikan dengan adanya SK  nomor 200/39/Pansel/DPRK-WRP-/II/2025 tentang Daftar Nama Calon Tetap dan Calon Terpilih Anggota DPRK.

Pasalnya, pada penetapan pleno pertama yang digelar pada 15 November 2024 lalu, sebagaimana surat pengumuman nomor 200/25/Pansel/DPRK-WRP/2024, kliennya Aleksander Wopari masuk dalam daftar nama yang dinyatakan lolos dari daerah pengangkatan (dapeng) 2, bahkan meraih peringkat pertama dengan jumlah nilai 184.

"Saat itu Ketua Pansel telah menyatakan bahwa keputusan pleno tersebut sudah final dan tidak dapat diganggu gugat," ungkap Rahman Ramli.

Namun kemudian pansel kembali menggelar pleno kedua dan mengeluarkan SK Penetapan 200/39/Pansel/DPRK-WRP-/II/2025 tentang Daftar Nama Calon Tetap dan Calon Terpilih Anggota DPRK Waropen masa jabatan 2024 - 2029. Dimana dalam SK tersebut, justru nama Aleksander Wopari tidak tercatat dalam daftar nama calon tetap dan calon terpilih.

"Bahkan perubahan SK itu tanpa melibatkan para peserta yang telah dinyatakan lolos sesuai SK pertama, ini ada apa sebenarnya," kata Rahman Ramli.

Sebagai pihak yang dirugikan, Aleksander Wopari menuntut adanya penjelasan terkait alasan apa sehingga pansel secara tiba tiba melakukan perubahan SK?

Lalu terkait masa berlakunya SK Pansel dimana berlaku hanya tiga bulan terhitung dari 30 Agustus 2024 hingga November 2024, namun mengapa ada SK perubahan yang keluar pada 11 Februari 2025? tentunya SK tersebut dinyatakan kadaluarsa.

"Jadi hasil pleno penetapan kedua oleh Pansel harus dinyatakan gugur demi hukum (tidak sah). Bahkan SK kedua, plenonya di Kabupaten Kepulauan Yapen yang seharunya dilakukan di wilayah hukum Waropen," terangnya.

Lalu terkait  tiga nama calon yang ditetapkan itu juga menyalahi aturan, karena hanya berasal dari satu Distrik yaitu Distrik Urei Fasei, sementara dari Distrik Waropen dan Oudate tidak terwakilkan.

Dengan demikian tidak ada keseimbangan pemerataan keadilan terhadap hak hak masyarakat adat yang ada di 2 Distrik tersebut.

Lalu ada juga dugaan tindak pemerasan oleh oknum Ketua Pansel.

"Kami punya bukti bukti transferannya, termasuk  soal ujian tertulis yang dibocorkan oleh Ketua Pansel kepada sejumlah peserta. Jadi bukti bukti ini sudah kami lampirkan dalam kronologi kejadian yang kami serahkan ke Polisi," tegas Rahman Ramli.

Ia menambahkan, setelah melaporkan kasus ini ke Polda Papua, pihaknya akan mengecek ke Kesbangpol terkait keabsahan SK yang sudah dikeluarkan tersebut.**