Diskursus "Dominus Litis": Peran dan Implikasinya dalam Proses Hukum

Dr. Y.P Aituri,S.,M.Sc/Foto Istimewa

Pendahuluan

Tulisan yang di kutip dari https://aituruchannel.blogspot.com/2025/02/diskursus-dominus-litis-antara-peran.html ini adalah testimoni atau pandangan saya terhadap diskursus Dominus Litis baik Peran dan Implikasinya dalam proses hukum di Indonesia. Menurut saya, konsep Dominus Litis merupakan salah satu prinsip fundamental dalam sistem peradilan pidana maupun perdata yang menegaskan peran otoritas tertentu dalam mengendalikan jalannya suatu perkara hukum.

Secara etimologi "Dominus Litis" berasal dari bahasa Latin yang artinya "Penguasa Perkara." Dalam konteks hukum pidana, konsep ini sering dikaitkan dengan peran Jaksa penuntut Umum (JPU), sedangkan dalam hukum perdata, dapat merujuk pada Pihak yang memiliki kendali utama atas Perkara yang diajukan ke Pengadilan. Definisi dan Makna "Dominus Litis"

Menurut Damaska (1986:120), Dominus Litis adalah prinsip yang memberikan otoritas kepada pihak tertentu untuk menentukan arah suatu perkara hukum, termasuk apakah perkara tersebut akan diajukan ke pengadilan atau tidak. Dalam sistem hukum kontinental, jaksa penuntut umum berperan sebagai Dominus Litis, memiliki kewenangan penuh dalam penuntutan suatu perkara pidana (Ashworth, 2000:55). 

Peran "Dominus Litis" dalam Hukum Pidana
Dalam sistem hukum pidana di banyak negara, jaksa penuntut umum bertindak sebagai Dominus Litis yang memiliki kewenangan untuk:

• Menentukan apakah suatu perkara akan dilanjutkan ke tahap penuntutan atau dihentikan (Hart, 2008:73).

• Mengendalikan proses penuntutan di pengadilan, termasuk pemilihan dakwaan dan strategi hukum yang digunakan (Packer, 1968:145).

• Memutuskan apakah akan mengajukan banding atas putusan pengadilan yang dianggap tidak memenuhi rasa keadilan (Dworkin, 1986:102).
 

Implikasi "Dominus Litis" dalam Hukum Perdata
Dalam hukum perdata, Dominus Litis biasanya melekat pada penggugat yang memiliki hak untuk:

• Menentukan apakah suatu sengketa akan diajukan ke pengadilan atau diselesaikan secara damai (Zander, 2011:88).

• Mengontrol jalannya perkara, termasuk pemilihan alat bukti dan saksi yang diajukan (Fuller, 1969:119).

• Menarik gugatan sebelum putusan dijatuhkan atau mengajukan banding terhadap putusan yang dianggap merugikan (Twining, 2009:97).
 

Tantangan dan Kritik terhadap "Dominus Litis"
Merunut pada pengalaman saya yang berkecimpung selama ini sebagai Dosen Hukum dan Advokat, melihat bahwa meskipun konsep Dominus Litis memberikan kepastian hukum dan efisiensi dalam proses peradilan, namun, izin saya untuk perlu memberikan beberapa kritik terhadap penerapannya, merunut pada kutipan di bawah ini, antara lain:
• Potensi Penyalahgunaan Kewenangan: Jaksa atau pihak penggugat dapat menyalahgunakan kewenangan mereka untuk kepentingan tertentu (Ashworth, 2000:77).

• Kurangnya Akuntabilitas: Dalam beberapa sistem hukum, keputusan jaksa untuk tidak melanjutkan suatu perkara dapat sulit diuji secara hukum (Hart, 2008:81).

• Dominasi Negara dalam Perkara Pidana: Dalam sistem hukum yang sangat menekankan peran negara, hak-hak korban sering kali terabaikan karena jaksa memiliki kontrol penuh atas perkara (Dworkin, 1986:110).

Kesimpulan
Dari penjelasan konsep di atas, saya berpendapat bahwa konsep Dominus Litis merupakan prinsip fundamental dalam sistem peradilan yang memberikan kewenangan kepada pihak tertentu untuk mengendalikan jalannya perkara. Dalam hukum pidana, prinsip ini memastikan bahwa penuntutan dilakukan secara profesional dan tidak sewenang-wenang, sedangkan dalam hukum perdata, memberi kebebasan kepada pihak yang bersengketa untuk menentukan langkah hukum mereka.

Namun, penerapannya juga menghadapi tantangan, terutama dalam hal akuntabilitas dan kemungkinan penyalahgunaan kewenangan. Oleh karena itu, reformasi hukum yang menyeimbangkan prinsip ini dengan prinsip keadilan dan akuntabilitas sangat diperlukan.*

* Oleh Dr. Y.P Aituru,S.,M.Sc