Terjerat Kasus Asusila, HAN Dapat Diberhentikan Sementara dari Pencalonannya di Pilkada Biak Numfor

Aksi unjuk rasa Komunitas Pemuda Papua yang menuntut kasus dugaan Asusila HAN diusut tuntas, Selasa (26/11/2024)/istimewa

JAYAPURA, wartaplus.com - Kasus dugaan asusila yang menjerat mantan Bupati Biak Numfor berinisial HAN kini dalam penanganan penyidik Polda Papua. HAN diketahui saat ini juga menjadi calon Bupati petahana di Pilkada Biak Numfor.

Menilik dari status dia sebagai Calon Bupati inilah, menurut Dr. Bambang Widjojanto, Praktisi Hukum Spesialisasi Penanganan Kasus Pilkada bahwa, tudingan terhadap HAN dapat berdampak serius, karena masalahnya tidak sekedar mendapatkan sanksi pidana saja tapi juga pemberhentian sementara dari calon Bupati.

Bambang juga meminta penyidik agar berhati-hati dalam mempertimbangkan permohonan penangguhan penahanan yang diajukan HAN, karena dapat memicu protes lebih luas dan menjadi penyebab kerusuhan yang lebih serius.

HAN yang kini jadi tersangka dan ditahan di Mapolda Papua atas tuduhan kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur, berupaya untuk mengajukan permohonan penangguhan penahanan agar dapat mengikuti proses pencoblosan, Rabu, 27 November 2024.

"Apa yang dilakukan HAN adalah suatu upaya yang lazim dilakukan oleh siapapun, ketika menghadapi masalah hukum dan pihak penyidik mempunyai kewenangan sepenuh-penuhnya untuk menentukan sikapnya atas permohonan di atas. Namun biasanya, penyidik akan mempertimbangkan, apakah tersangka akan melarikan diri, mengulangi tindak pidana atau menghilangkan barang bukti," jelas Bambang.

Dr.Bambang Widjojanto/dok.kakinews.id

Menurutnya, secara De facto, AHN sudah pernah dipanggil tapi dua kali mangkir, tidak memenuhi panggilan dari penyidik sehingga tindakan tersebut akan menjadi alasan penyidik untuk tidak mengabulkan permohonan penangguhan yang diajukan AHN.

Lebih jauh lagi, kasus pelecehan dan kekerasan seksual itu telah memicu pro-kontra yang sangat meluas. Ada resiko yang sangat besar bila penyidik memberikan penangguhan penahanan karena akan memicu kerusuhan yang lebih luas dan besar, bukan dari hanya sekedar demo saja.

Bambang menguraikan, kasus HAN ini akan sangat menarik bila dikaji dalam perspektif UU No. 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.

Bahwa ada salah satu syarat yang tersebut didalam Pasal 7 ayat (2) huruf i yang menyatakan calon harus memenuhi persyaratan tidak pernah melakukan perbuatan tercela; dan yang dimaksud dengan perbuatan tercela sesuai penjelasan, yaitu antara lain: judi, mabuk, pemakai/pengedar narkoba dan bersina serta perbuatan yang melanggar kesusilaan lainnya.

"Bila merujuk atas pasal dan penjelasannya di atas dalam pemahaman interpretasi ekstensif, AHN dapat dikualifikasi telah kehilangan dasar legitimasi pemenuhan persyaratan pencalonan, karena perbuatannya tersebut termasuk dalam suatu tindakan tercela," urainya.

Dalam interpretasi lainnya, kedudukan HAN dalam kapasitas tersangka tidak serta merta berpengaruh pada proses pemilihan dan kandidasinya sesuai asas praduga tidak bersalah.

"Namun ada pasal yang harus diperhatikan dan menarik untuk diajukan untuk mengkaji kasus di atas. Bilamana calon Bupati terpilih ditetapkan menjadi terdakwa pada saat pelantikan, pihak yang bersangkutan tetap dilantik, tapi kemudian saat itu juga, diberhentikan sementara sebagai Bupati. Hal dimaksud diatur dalam Pasal 164 ayat (7) UU No. 10 Tahun 2016. Pasal ini memberikan dasar legalitas, HAN dapat diberhentikan sementara," tegas mantan Wakil Ketua KPK ini.**