MANOKWARI,wartaplus.com - Proses Pemilihan Umum (Pemilu) Legislatif anggota DPR RI di Kabupaten Teluk Bintuni terindikasi bermasalah, diduga kuat proses pemilu anggota DPR RI pada daerah tersebut tidak dilaksanakan sesuai dengan ketentuan perundangan yang berlaku.
Adapun indikasi permasalahan pemungutan dan Penghitungan suara di Kabupaten Teluk Bintuni yakni partisipasi Pemilih 100% , dimana semua pemilih yang terdaftar dalam daftar pemilih tetap (DPT) menggunakan hak Pilihnya, hal ini sebagaimana tercatat di dalam berita acara dan Sertifikat Rekapitulasi Hasil Penghitungan Perolehan Suara DPR RI.
Hal ini berdasarkan temuan tim hukum Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Golkar Papua Barat. Ditemukan pada sejumlah Distrik di Kabupaten Teluk Bintuni yakni parsitipasi pemilu anggota DPR RI rata-rata 100 persen, bahkan pada salah satu distrik ditemukan adanya pengelembungan suara.
“Berdasarkan data gis.dukcapil.kemendagri.go.id dalam periode semester I 2023 terjadi Perpindahan Data Kependudukan sebesar 3861. Partisipasi Pemilih mencapai 100% sehingga patut diduga tidak ada pemilihan melainkan dilakukan menggunakan sistem noken atau kesepakatan dan dibagi,”ujar Kuasa Hukum DPD Golkar Papua Barat, Heriyanto.S.H.M.H saat dihubungi, Minggu (10/3/2024).
Pengguna hak pilih di Pemilu Anggota DPR RI lebih besar dibandingkan Pemilu Presiden dan Wakil Presiiden Pada Formulir D Hasil Kabko-DPR, Hasil Rekapitulasi Perolehan Suara DPR RI untuk Distrik Bintuni Kota, jumlah pengguna hak lilih sebanyak 20.102, Sedangkan dalam Formulir D Hasil Kabko- Pemiilu Presiden dan Wakil Presiden Jumlahh Pengguna Hak Pilih sebanyak 18.746. Hal yang sangat tidak masuk diakal sehat, seharusnya Pengguna hak pilih Pilpres lebih besar dikarenakan selain pemilih dalam DPT dan DPK, pemilih dalam DPT tambahan juga termasuk pemilih pemilu Presiden.
Dikatakan, penerapan sistem Kesepakatan dan dibagi jelas-jelas bertentangan dengan Keputusan KPU Nomor 66 Tahun 2024, Bab IV bahwa Kabupaten Bintuni bukanlah wilayah yang melaksanakansistem noken/ikat kesepakatan. Bahkan penggunaan sistem Noken/Ikat Kesepakatan yang dilakukan KPU Kabupaten Bintuni dan jajarannya telah bertentangan dengan Putusan Mahakamah Konstitusi Nomor 06-32/PHPU-DPD/XII/2014 tanggal 25 Juni 2014 dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 1/PHPU.PRES-XII/2014 tanggal 21 Agustus 2014 menyatakan untuk beberapa daerah yang dalam pemilu telah menerapkan cara pencoblosan, maka untuk daerah tersebut tidak lagi diakui keberadaan sistem kesepakatan.
Pemalsuan Tanda Tangan
"Tim juga menemukan adanya indikasi pemalsuan tanda tangan Anggota PPD Distrik Weriagar didalam formulir D untuk semua jenis pemilihan tim menemukan fakta adanya dugaan tandantangan Anggota PPD Distrik Weriagar di dalam berita acara dan Sertifikat Rekapitulasi Hasil Penghitungan Perolehan Suara, Dimana kami mencocokkan antara Tandatangan di dalam berita acara dan Sertifikat Hasil D dengan KTP yang bersangkutan, dan kami bisa memastikan tandatangan yang tercantum di dalam BA dan Sertifikat Hasil adalah Palsu,”ungkapnya.
Ganda
Selain itu adanya pemilih yang mencoblos Lebih dari satu kali dibanyak distrik dan TPS dikarenakan Partisipasi Pemilih 100 % DPT bahkan lebih di 10 Distrik partisipasi pemilih 100%, menemukan adanya pemilih tercatat ganda, sehingga suara seorang pemilih yang tercatat ganda dalam DPT di 10 distrik tersebut bernilai 2 suara (memilih lebih dari satu kali/pemilih ganda) .
"Perbandingan Pengguna Hak Pilih dalam DPT (pengguna E KTP atau Suket) dengan Perekaman E-KTP (E KTP dan Suket) Pengguna Hak Pilih DPT (E KTP atau Suket) Perekaman E KTP (E KTP dan Suket) 45.896 46.194 99,3% pemilih memenuhi syarat menggunakan E-KTP atau Suket di Kabupaten Bintuni menggunakan Hak Pilih dalam DPT memecahkan rekor seluruh Indonesia partisipasi pemilih mencapai 99,3% Hal yang tidak masuk akal, di luar nalar dan logika kewarasan,"ungkapnya.
Masa Lalu
KPU Kabupaten Teluk Bintuni dan jajarannya Tidak pernah belajar dari kesalahan masa lalu, dimana praktek kesepakatan dan membagi suara merupakan hal yang dilarang. Justru kesepakatan membagi suara semakin masif di Kabupaten Teluk Bintuni pada pemilu legislatif kali ini, Putusan Mahkamah Konstitusi Pilkada 2015 dan 2020 yang memerintahkan PSU dan diskualifikasi perolehan suara, justru semakin berani KPU Kabupaten Teluk Bintuni dan jajarannya diduga melegalkan praktik kesepakatan.
Padahal berdasarkan SK KPU Nomor 66 Tahun 2024, bahwa Kabupaten Teluk Bintuni bukanlah Kabupaten yang diperbolehkan menggunakan Sistem Noken/Ikat Kesepakatan.
Signifikansi kecurangan terhadap salah satu calon. "Pada 6 kabupaten ada salah satu calon anggota legislatif DPR RI kalah dari calon anggota legislatif lainnya. Pleno ditingkat distrik dan kabupaten terkesan diperlambat supaya suara di kabupaten Bintuni untuk menutup kekalahan calon tersebut atas 6 kabupaten lainnya. Sehingga proporsionalitas keterwakilan DPR RI terabaikan dengan hanya kemenangan satu kabupaten. Sistem kesepakatan menutup ruang bagi kompetisi yang jujur dan adil. Sehingga atas uraian di atas maka sepatutnya dengan pendekatan konsep opovov dan proporsionalitas keterwakilan maka perolehan suara di kabupaten Bintuni di nolkan hal ini pernah terjadi dalam pilkada Bintuni 2015 dan 2020, pilpres 2014, pilkada Nabire 2020 dan pilkada sampang dinyatakan nol baik melalui proses di Mahkamah Konstitusi ataupun kebijakan (beleid) dari penyelenggara pemilu,"tandas Heriyanto.