JAYAPURA,- Di kehidupan era milenial seperti sekarang ini, mengunjungi cafe dan kedai kopi menjadi sebuah keharusan atau soal eksistensi. Bukan lagi sekadar tempat nongkrong untuk menghabiskan waktu dari hiruk pikuknya aktifitas yang membosankan.
Hampir semua cafe yang ada memiliki konsep yang sama. Yakni sekadar menjadi tempat untuk menonjolkan tren masa kini, dan menjadi wadah untuk ajang keren-kerenan.
Paradigma eksistensial generasi milenial ini lah yang secara eksplisit coba di tolak belakangi oleh sebuah konsep berbeda yang ditawarkan cafe resistance, yang terletak di Kompleks Pasifik Permai, Ruko Dok II, Kota Jayapura.
Penamaan resistance sendiri dipilih karena memiliki sebuah makna yang menunjukkan pada posisi sebuah sikap untuk berperilaku bertahan, berusaha melawan dan menentang pada sikap umumnya dengan merujuk pada paham yang jelas.
"Nama ini diambil berdasarkan survei masyarakat kita. Dengan sistem yang kurang berpihak kepada masyarakat, dari titik itu jadi satu gerakan budaya yang kita simbolkan lewat kopi. Cafe identik dengan wifi dan kopi. Dimana wifi itu sebagai tanda era baru informasi, kemudian kopi itu sendiri menjadi satu peribahasa bagi masyarakat untuk selalu bersikap melek dan waspada," ungkap Abdul Munib, Manajer cafe resistance, Sabtu (9/6).
Resistance juga terinspirasi dari filosofi kopi di era milenial sekarang ini, dimana nilai persahabatan, keikhlasan dan kebesaran hati semakin terkikis dari sebuah kehidupan. Kopi juga mengajarkan kewaspadaan terhadap banyak hal, seperti Pancasila yang nyaris kian terancam dengan ideologi baru, pasca reformasi bangsa Indonesia.
"Cafe ini sebenarnya tidak bertujuan ekonomis saja tapi harus bertahan. Kita selama ini terjebak menjadi manusia angka dan kita lupa terhadap nilai manusia sendiri. Kopi itu fleksibel merasuk lintas generasi, agama juga suku, sebagai perakit perekat. Filosofi itu bukan hanya sekadar slogan. Siapapun dia dari kalangan manapun, bebas untuk berdiskusi," ujarnya.
Kopi yang ditawarkan oleh cafe resistance pun bermacam jenis, mulai dari kopi asal Sulawesi hingga kopi yang berasal dari pegunungan Papua. Harganya pun sangat murah, semua bertarif Rp15 ribu per gelas. Untuk rasanya, tak perlu diragukan lagi, sebab diracik oleh pakar kopi asal Kendari, Edy Gunawan yang telah berkecimpung di dunia kopi selama lima tahun.
Suasananya juga asik, karena terletak di pinggiran laut. Selain rasa kopi yang berkualitas dan koneksi wifi yang kencang, cafe ini juga menyediakan hiburan musik dan sejumlah buku bacaan bagi yang ingin merasakan nuansa berbeda.
"Kopi bukan makna material, tapi bahwa menjadi peribahasa nusantara artinya kewaspadaan bisa terjaga dalam bangsa Indonesia," tuturnya.
Cafe resistance baru menggelar soft openingnya pada Jumat malam. Dan informasi keberadaan cafe ini masih sebatas kabar mulut ke mulut. Rencananya, cafe ini akan menggelar grand opening-nya usai hari raya lebaran, bertepatan dengan even Piala Dunia. *