JAYAPURA,-Pemerintah Indonesia berkomitmen untuk mengeliminasi campak dan rubella tahun 2020 mendatang. Lewat Dinas Kesehatan, Pemerintah Provinsi Papua akan mengerahkan semua tenaga medis demi mendukung terlaksananya imunisasi massal campak dan rubella.
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Papua, Drg. Aloysius Giay mengungkapkan, saat ini pemerintah melalui Kementerian Kesehatan akan melakukan program besar-besaran yakni imunisasi campak dan rubella pada Agustus dan September mendatang.
"Pemerintah Provinsi Papua melalui Dinas Kesehatan bersama badan UNICEF dan mitra-mitra lainnya akan mencanangkan sosialisasi pelaksanaan imunisasi massal pada bulan Agustus dan September 2018. Oleh karena itu, saya mengajak seluruh birokrat pemerintah Papua untuk berperan aktif,“ ujar Aloysius, saat memberikan keterangan pers, Selasa (5/6).
Dirinya mengatakan, Provinsi Papua menargetkan 90 persen hingga 100 persen untuk cakupan imunisasi campak dan rubella di seluruh Kabupaten dengan menyasar 1 juta anak berusia 9 bulan hingga 15 tahun.
"Kalau kita besok bisa mencapai 100 persen atau 90 persen cakupan imunisasi campak dan rubella, berarti kita semua mengatakan komitmen untuk menyelamatkan generasi Indonesia yang ada saat ini," ungkapnya.
Namun kata dia, yang masih menjadi kendala bagi pihaknya yakni dari 394 puskesmas yang ada, kurang lebih sebanyak 30 persennya hampir tidak ada tenaga kesehatan. Tidak adanya tenaga tersebut karena ada beberapa faktor yang mempengaruhi dan juga akses ke daerah-daerah terpencil dan terisolasi.
"Secara kuantitas tenaga kesehatan kita sangat kurang di Provinsi Papua. Kita saat ini butuhkan 38 ribu tenaga kesehatan. Tapi yang ada ini hanya 12 ribu. Faktor ini juga turut mempengaruhi secara dominan disamping faktor lainnya. Dan ini menjadi PR Besar di dinas kesehatan," jelasnya.
"Banyak hal kita belum selesaikan contohnya cakupan imunisasi yang rendah secara nasional tapi untuk ukuran Papua setiap tahun ada peningkatan. Contohnya riset kesehatan dasar tahun 2014 itu 21,1 persen untuk seluruh provinsi ini. Tahun 2015 menjadi 57 persen, 2016 menjadi 65 persen dan 2017 sudah 68 persen. Artinya secara tren nasional kita tetap terendah tapi jajaran kesehatan telah berusaha meningkatkan tren kesehatannya," tambahnya.*