WARTAPLUS - Bicara soal bahaya merokok, sejumlah penelitian telah menyebutkan bahwa rokok merupakan faktor risiko bagi sejumlah penyakit kardiovaskular salah satunya jantung koroner. Penyakit jantung koroner disebut sebagai salah satu pembunuh tertinggi di dunia.
Meski demikian, selalu ada saja alasan dan argumen dari perokok yang cenderung membantah bahwa rokok berbahaya. Salah satunya dengan mengatakan, banyak perokok yang masih merokok di usia tua dan masih terlihat sehat. Bahkan ada pula yang berumur panjang. Tapi mengapa demikian?
"Kalau kita bicara variasi genetik memang ada beberapa orang, efek merokok tidak selalu keluar. Tapi seberapa banyak, sih? Tapi kalau bicara statistik kita harus percaya bahwa seorang perokok efek samping akan keluar," kata dokter spesialis jantung dan pembuluh darah RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita, dr. Ade Meidian Ambari, Sp.JP, saat jumpa pers, di kawasan Jakarta Barat, Selasa, 5 Juni 2018.
Dalam presentasinya, dr. Ade memaparkan data statistik WHO menyebut kematian dini yang disebabkan oleh rokok di dunia mencapai hampir 5,4 juta kematian per tahun. Jika ini terus terjadi, diperkirakan 10 juta orang perokok meninggal setiap tahunnya pada 2025.
"Sebesar 35-40 persen kematian disebabkan oleh penyakit kardiovaskular dan berhubungan dengan rokok. Sedangkan 25-30 persen menunjukkan peningkatan risiko penyakit kardiovaskuler pada perokok pasif," kata dia.
Selain itu, jumlah kasus penyakit jantung pada 2017 bertambah bila dibandingkan dengan jumlah kasus pada 2016 yang hanya 6,5 juta kasus. Data BPJS juga menunjukkan, negara menggelontorkan dana Rp. 6,5 triliun pada periode Januari -September 2017 untuk membiayai 7 juta kasus penyakit jantung di lndonesia.
"Fakta ini menunjukkan bahwa penyakit Jantung menempati peringkat tertinggi pembiayaan penyakit katastropik di lndonesia," jelasnya. Karenanya, dr. Ade mengimbau bahwa pengendalian tembakau harus dilakukan secara holistik dan terintegrasi, baik oleh pemerintah maupun masyarakat. [net]