JAYAPURA, wartaplus.com - Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) mengklaim telah melakukan evaluasi program Beasiswa Unggul Papua, terutama bagi siswa yang akan menempuh pendidikan di luar negeri.
Evaluasi yang dilakukan mulai dari tahap persiapan. Dimana bagi siswa yang telah dipastikan berangkat keluar negeri, akan mengikuti pendidikan akademik di 4 lembaga pendidikan (tiga di Papua dan satu di Jakarta), yang telah bekerjasama dengan pemerintah Provinsi Papua. Tahap persiapan selama kurun waktu 1 hingga 2 tahun, sebelum keberangkatan.
"Dalam tahap persiapan ini, selain pendidikan akademik, siswa juga diajarkan pola hidup berasrama, pembinaan mental tetapi juga penguatan ideologi kebangsaan," kata Kepala BPSDM Papua, Aryoko A.F Rumaropen SP, M.Eng di Jayapura, Selasa (04/07).
Berkaitan dengan penguatan ideologi kebangsaan, ungkap Aryoko, di setiap lembaga pendidikan ada kelas khusus untuk materi wawasan kebangsaan.
"Seperti lembaga pendidikan yang ada di Kabupaten Jayapura, disana kita undang Kapolres setempat untuk memberikan materi, pernah kita undang juga Kabinda Papua. Lalu di Jakarta kita minta Kapolres Jakarta Barat yang kebetulan pernah bertugas di Papua," ungkapnya.
Menurut Aryoko, penguatan idelogi bangsa ini penting dilakukan bagi generasi muda Papua agar bisa mempedomani pancasila dalam kehidupan mereka sebagai warga negara Indonesia.
"Ini persoalan mendasar. Bahwa dari evaluasi kami di negara negara tertentu, kita menemukan ada kelompok kelompok radikal pro kemerdekaan Papua yang berusaha mempengaruhi anak anak kami yang menempuh pendidikan disana, seperti di Selandia Baru, Australia, Inggris, dan Belanda," sebut Aryoko.
Bahkan, katanya, di Inggris dan Belanda, pemerintah Papua menyeleksi ketat siswa yang akan menempuh pendidikan disana.
Terbukti Terlibat Dipulangkan
Aryoko menyebut, di Australia bahkan telah ditemukan ada sejumlah siswa yang terbukti terlibat dalam kelompok pro kemerdekaan Papua.
"Di australia kami ambil tindakan bagi mahasiswa yang terlibat, kami bikin surat resmi ke Kementerian Luar Negeri, bahwa kami hentikan beasiswa dan kami kasih pulang," akunya.
"Ini kan bawa nama pemerintah Papua maupun nama negara Indonesia di luar negeri. Kita harus jaga wibawa negara," sambungnya.
Diakui Aryoko, memang temuan kasus tidak banyak. Tetapi kelompok Pro Kemerdekaan Papua ini ada dan aktif di Selandia Baru, Australia dan juga ada juga di Inggris.
"Sejak tahun 2018, bapak Gubernur Lukas Enembe (non aktif) juga sudah meminta kami langsung berhubungan dengan para Kedutaan untuk lebih mengawasi mereka. Bahkan pada 2019, Gubernur saat menemui anak anak di Amerika, beliau sampaikan bahwa tugas adalah datang untuk belajar, tidak boleh ada urusan lain," bebernya.
Lebih jauh ungkap Aryoko, pendidikan wawasan kebangsaan baru dilakukan selama beberapa tahun terakhir atau sejak ditemukan adanya siswa yang terlibat kelompok radikal Papua Merdeka di luar negeri.
"Ini yang terpenting buat anak anak mahasiswa. Kita mau pintar seperti apa, tapi kalau tidak taat dengan aturan, bagaimana nantinya. Jangan sampai kami pemerintah daerah dianggap tidak memperhatikan hal yang penting dan strategis, ketika mereka menjadi Duta Papua dan Duta Bangsa di luar negeri, sehingga keberlangsungan program ini dapat terus berjalan," tegasnya.
Lanjut Aryoko, meski saat ini program beasiswa unggul Papua telah dipindahkan ke Kabupaten/Kota, namun tentunya pemerintah dan negara akan tetap memperhatikan itu sebagai suatu yang luarbiasa, untuk pengembangan SDM di tanah Papua.**