JAYAPURA, wartaplus.com - Kelompok Separatis Teroris (KST) di Papua disinyalir telah merekrut anak remaja usia sekolah SMP dan SMA, untuk mengangkat senjata menyerang aparat keamanan TNI Polri yang bertugas di wilayah pegunungan Papua.
Kapendam XVII/Cenderawasih, Kolonel Kav Herman Taryaman dalam rilis tertulisnya, Selasa (25/04) malam mengatakan perekrutan yang dilakukan gerombolan separatis teroris tersebut tentunya sudah dikategorikan sebagai pelanggaran HAM. Karena sejatinya anak remaja yang seharusnya mengenyam pendidikan yang layak untuk masa depannya, justru diajak untuk melakukan tindakan yang melanggar hukum dan HAM.
"Gerombolan Kelompok Separatis Teroris (KST) benar-benar pelanggar HAM sejati, sehingga tak salah bila masyarakat Papua, bahkan nasional maupun internasional mengidentikkan gerombolan KST sebagai pelanggar HAM sesungguhnya," kata Kolonel Herman.
Ia menerangkan, tak hanya menggunakan perempuan atau mama-mama maupun anak-anak sebagai tameng dalam setiap aksi terornya, namun ternyata juga memobilisir para remaja pelajar SMP/SMA untuk menyerang prajurit TNI Polri yang sedang bertugas di Papua.
"Salah satunya saat aparat TNI Polri melaksanakan pencarian pilot Susi Air di wilayah Nduga maupun di wilayah lainnya di Papua dan terjadi kontak tembak," ungkap Kapendam.
Bukan hanya dengan provokatif di Media Sosial (Medsos), namun bahkan mengajak secara langsung dengan mendatangi para remaja pelajar SMP/SMA untuk menyerang aparat TNI yang sedang bertugas.
"Kali ini menurut beberapa warga masyarakat yang tidak ingin disebut namanya, menyampaikan gerombolan KST dan simpatisannya berupaya mengajak dan mempengaruhi remaja pelajar SMP/SMA di Nduga untuk bergabung dalam gerombolan tersebut yang kemudian diajak untuk menyerang aparat TNI," beber Kapendam.
"Memang gerombolan KST ini sangat biadab. Usai menjadikan tameng kaum perempuan dan anak-anak saat menyerang aparat TNI beberapa waktu yang lalu di Mugi-Mam Nduga mengakibatkan Prajurit TNI menjadi korban. Kini gerombolan KST justru mengajak remaja pelajar SMP/SMA untuk menyerang aparat TNI Polri," ujarnya geram.
Kapendam mengaku, hal ini tentunya sangat disesalkan. Sehingga wajar jika warga di Nduga maupun di Intan Jaya maupun didaerah lainnya mulai melakukan perlawanan kepada gerombolan KST.
"Karena keluarga ataupun anak anak mereka menjadi tumbal dari KST," imbuhnya.
Panglima TNI Laksamana TNI Yudo Margono saat berkunjung di Timika beberapa waktu lalu mengatakan kondisi seperti itu membuat Prajurit TNI harus berhadapan dengan perempuan dan anak-anak.
Akibatnya prajurit menjadi bingung, sehingga terjadilah kejadian (kontak tembak,red) pada Sabtu, 15 April lalu yang akhirnya sebanyak 6 prajurit dari Yonif 321/GT gugur dalam tugas.
Kapendam berharap kerjasama dari semua elemen masyarakat untuk tidak terpengaruh dan menolak ajakan gerombolan KST.
"Kita semua harus hati-hati dengan ajakan kepada para remaja pelajar oleh KST. Jika ada maka bisa dilaporkan dan tentunya jangan terpengaruh," imbau Kapendam.**