KST di Intan Jaya Ancam Mama Papua Berjualan Sayuran di Pasar

Mama mama Papua terpaksa harus berjualan di pinggir jalan karena adanya larang KST untuk berjualan di Pasar Sugapa/Pendam17

JAYAPURA, wartaplus.com - Mama mama Papua dari sejumlah kampung yang ada di Distrik Sugapa, Kabupaten Intan Jaya, Papua Tengah kesulitan menjual sayuran hasil dari kebun mereka ke pasar, karena adanya larangan dari Kelompok Separatis Teroris (KST), pada Selasa (11/04) kemarin. 

Keluhan ini disampaikan langsung mama Papua kepada aparat keamanan TNI Polri yang bertugas di daerah itu.

Kapendam XVII/Cenderawasih Kolonel Kav Herman Taryaman dalam keterangannya, Rabu (12/04) mengatakan, akibat adanya larangan tersebut, aktivitas jual beli di pasar Yokatapa, Distrik Sugapa sepi. Masyarakat juga akhirnya takut untuk berbelanja ke pasar.

Untuk diketahui, mama Papua yang berjualan sayuran berasal dari sejumlah kampung seperti Kampung Hitadipa, Titigi, Bamanggo, Eknemba, dan Kampung Dugusiga. 

"Saat mereka (mama papua,red) hendak membawa hasil bumi seperti sayuran untuk dijual ke pasar, mereka malah dihadang oleh KST pimpinan Daniel Aibon. Ini terjadi selasa pagi kemarin," ungkap Kapendam Kolonel Herman.

"Berdasarkan keluhan dan laporan dari warga kepada aparat keamanan. Setelah dicek di lapangan, memang benar gerombolan KST melarang mama-mama berjualan di pasar," jelasnya.

Adanya larangan ini membuat mama mama penjual sayuran dan buah ini marah dan kecewa. Karena kondisi ini akan berdampak pada perekonomian mereka.

"Tentunya hal ini sangat merugikan mama Papua karena mereka tidak mendapatkan penghasilan. Begitu juga dengan masyarakat pembeli yang akhirnya tidak bisa memperoleh bahan makanan," tukasnya.

Adapun hasil bumi berupa sayuran yang dijual seperti Wortel, Kol, Ubi, Sayur Sawi, Jeruk, Nanas, Kentang dan Cabai. 

Di hari yang sama, KST juga telah memfitnah TNI dengan menuding sebagai pelaku pembakaran honai milik warga di Kampung Mbamonggo, Distrik Agisiga. Tudingan hoaks ini disebarkan KST di media sosial dan pesan Whatsaap. Padahal, pembakaran dilakukan sendiri oleh mereka. 

"Modus dan praktek seperti itu memang identik ulah teroris. Sudah pantas masyarakat resah dan akhirnya berani melaporkan kepada aparat keamanan tentang ulah pembakaran honai mereka," kata Kapendam.**