Tim Investigasi Kemenkopolhukam Lakukan Penyelesaian Non Yudisial Kasus Wamena Berdarah 2003

Ketua Tim Investigasi Kemenkopolhukam, Letjen TNI (Purn) Kiki Syahnakri didampingi Pangdam Cenderawasih dan Kapolda Papua saat memberikan keterangan pers, Senin (07/11)/dok:Pendam17

JAYAPURA, wartaplus.com - Tim Investigasi Kemenkopolhukam RI mengunjungi Papua dalam rangka penyelesaian kasus pelanggaran HAM Berat masa lalu yang terjadi di bumi cenderawasih. Salah satunya yang terjadi di Wamena, Kabupaten Jayawijaya, Papua pada 2003 silam.

Mengawali kunjungannya, Tim yang diketuai Letjen TNI (Purn) Kiki Syahnakri bertemu Pangdam XVII/Cenderawasih Mayjen TNI Muhammad Saleh Mustafa dan Kapolda Papua, Irjen Pol Mathius Fachiri di Makodam Cenderawasih, Senin (07/11) pagi.

Tampak mendampingi Pangdam, Danrem 172/PWY Brigjen TNI JO Sembiring bersama sejumlah Pejabat Utama Kodam Cenderawasih dan Polda Papua serta perwakilan Kesbangpol Provinsi Papua.

Kepada wartawan usai pertemuan, Letjen TNI (Purn) Kiki Syahnakri menyampaikan bahwa maksud kedatangannya bersama tim dalam rangka melaksanakan tugas amanat Keputusan Presiden nomor 17 tahun 2022, tentang penyelesaian secara non yudisial pelanggaran HAM berat di masa lalu, tanpa menutup kemungkinan penyelesaian secara yudisial.

"Penyelesaian non Yudisial ini berbeda dengan penyelesaian secara Yudisial, kalau Yudisial terfokus kepada pelaku, saksi dan lain sebagainya. Sedangkan kami hanya menyentuh korban," ungkapnya.

Adapun yang dilakukan yaitu menyangkut validasi, verifikasi terhadap korban dan menjaring aspirasi dari mereka.

"Sesuai Kepres nomor 17 ini, kami merekomendasikan tentang pemulihan korban bisa berupa rehabilitasi fisik, bantuan sosial, jaminan kesehatan, beasiswa dan bantuan lain sesuai yang dibutuhkan di lapangan," bebernya.

Ia mencontohkan seperti kasus pelanggaran HAM berat yang terjadi di Wasior, Teluk Wondama, Papua Barat. 

"Kami bisa melakukan verifikasi, validasi korban seperti yang kami lakukan di Wasior itu bisa mendapat bantuan dari para korban, aparat setempat maupun aktifis HAM," jelasnya.

Dengan harapan, masalah pelanggaran HAM berat di masa lalu bisa tertangani, terselesaikan dengan baik. 

"Setidaknya apa yang disampaikan pemerintah lewat jaminan-jaminan tadi, lewat upaya pemulihan, setidaknya bisa mengobati keluarga korban, sehingga terjadi kerukunan sosial di lingkungan masyarakat yaitu persatuan bangsa dan negara,"harapnya.

Siap Mendukung

Sementara itu Pangdam XVII/Cenderawasih Mayjen TNI Muhammad Saleh Mustafa menegaskan, pihaknya siap mendukung kerja Tim Investigasi Kemenkopolhukam untuk menyelesaikan kasus- kasus pelanggaran HAM Berat di masa lalu yang terjadi di Papua.

"Rencana besok saya akan ke Wamena menyampaikan ke Bupati, Dandim dan Kapolres untuk membantu tim ini, dalam menfasilitasi agar diperoleh validasi data dan verifikasi data tersebut," kata Pangdam Saleh.

Ia berharap, ada solusi dengan pendekatan yang humanis dan pemerintah hadir untuk memperhatikan para korban pelanggaran HAM tersebut.

Untuk diketahui, kasus pelanggaran HAM berat yang terjadi di Wamena pada April 2003 dikenal dengan istilah "Wamena Berdarah". Peristiwa berawal dari pembobolan gudang senjata Makodim 1702/Jayawijaya oleh sekelompok massa tak dikenal, mengakibatkan dua personil Kodim tewas.

Akibat peristiwa ini, aparat keamanan TNI Polri melakukan peyisiran ke 25 kampung untuk mencari para pelaku.

Berdasarkan data Komnas HAM akibat penyisiran ini, diduga terjadi pelanggaran HAM berat dimana ada 4 warga sipil tewas, 39 orang alami penyiksaan, dan 5 orang alami penghilangan paksa serta satu orang alami kekerasan seksual.**