JAYAPURA, wartaplus.com - Ketua DPR Papua, Jhoni Banua Rouw memberikan tanggapannya terkait pernyataan sikap mosi tidak percaya yang dilayangkan Fraksi Demokrat DPRP menyusul belum digelarnya sidang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Perubahan (APBD-P) Tahun Anggaran 2022 Provinsi Papua.
Menurut ia, pernyataan sikap tersebut sebagai suatu hal yang biasa dalam parlemen yang disampaikan ke media.
"Saya pikir penting untuk mengklarifikasinya. Saya harap Fraksi Demokrat dan oknum anggota dewan yang mau menyatakan sikap tidak percaya itu haknya. Tapi mari berpegang pada aturan agar semua berjalan baik," ujar Jhoni kepada sejumlah wartawan di ruang kerjanya, Senin (17/10).
Mestinya, ungkap Jhoni, Fraksi Demokrat yang sudah mempunyai banyak pengalaman, harusnya bisa memberikan pemahaman sesuai dengan mekanisme dan aturan yang ada.
"Sehingga tidak menciptakan opini yang tidak benar, dan seharusnya mereka memberikan pembelajaran yang baik kepada masyarakat," katanya.
Politisi partai Nasdem ini menjelaskan, jika dicermati baik dalam PP Nomor 12 tahun 2019 dan Permendagri 77 tahun 2020, tertuang sangat jelas mekanisme pembahasannya.
"Dari aturan ini membolehkan kalau tidak melakukan APBD Perubahan paling banyak sekali setahun. Jadi kalau tidak melakukan APBD Perubahan, bisa dilakukan lewat Perkada (Peraturan Kepada daerah). Ini bukan hal yang melanggar aturan, tapi ada aturannya," jelasnya.
Ia mencontohkan, di pasal 107 itu mengizinkan, dan pasal 110 PP 12 Tahun 2019 ada ketentuan terkait dengan penyusunan dan persetujuan rancangan Perkada tentang APBD wajib menganggarkan hak-hak mendasar.
"Artinya Perda yang dipakai mempunyai kewajiban membiayai hal-hal mendasar," terangnya.
Dalam Perkada mengatur tentang belanja yang bersifat mengikat merupakan belanja yang dibutuhkan secara terus menerus dan dialokasikan oleh pemerintah daerah dengan jumlah yang cukup, untuk keperluan setiap bulan dalam tahun anggaran yang berkenan.
"Seperti belanja pegawai, belanja barang dan jasa. Itu boleh dibiayai dengan Perkada, jadi tidak ada yang tidak boleh. Kemudian, belanja yang bersifat wajib adalah belanja untuk menjaminnya kelangsungan pemenuhan pendanaan pelayanan dasar masyarakat antara lain Pendidikan (Membayar dana pendidikan, honor guru), Kesehatan (Membayar honor tenaga medis, operasional pelayanan kesehatan, obat-obatan), dan melaksanakan kewajiban pada pihak ketiga (Kalau sudah membuat kontrak dengan pihak ketiga harus dibayarkan)," jelasnya.
Ia mengajak untuk para anggota dewan melihat aturannya, pembahasan anggaran menggunakan Perkada bukan berarti tidak bisa membiayai berbagai sektor.
"Saya harap, ini yang menjadi hal yang harus masyarakat mengerti, dan pihak Fraksi Demokrat harus memahami aturan, jangan membuat wacana yang salah untuk masyarakat. Harusnya kita mempunyai kewajiban memberikan pemahaman dan pembelajaran yang kepada masyarakat," harapnya.
Jhoni Banua Rouw pun menjamin semua bisa dibayarkan, tidak hanya berbicara aturan. Sebab selaku Ketua DPRP ia telah melakukan koordinasi dan rapat resmi di Hotel Swissbel pada tanggal 12 Oktober dipimpin Dirjen Keuangan daerah Mendagri, dihadiri oleh TAPD, Ketua DPRP dan tiga wakil ketua serta anggota dewan, Nason Uti dan Ibu Sekwan serta pimpinan OPD dan stafnya.
"Di situ kami telah membahas dan saya menyampaikan APBD ini terlambat, karena ada beberapa hal dasar yang prinsip yang mesti kita biayai. Misalnya menyelesaikan masalah pengungsi di berbagai daerah di pegunungan Papua. Tidak hanya bantuan sembako lalu dianggap selesai. Tetapi kami mau kita bantu dengan program yang pasti," bebernya.
"Bagaimana kemudian memfasilitasi mereka pulang ke kampung, dan menyiapkan sarana dan prasarana dan bangun rumah di sana bahkan kita usulkan membantu bantuan ternak, bibit dan lain-lain. Itu yang saya minta," pungkasnya.**