JAYAPURA, wartaplus.com - Gubernur Papua Lukas Enembe tidak memenuhi panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk pemeriksaan sebagai tersangka dalam kasus dugaan gratifikasi sebesar Rp1 Miliar.
Ketidakhadiran orang nomor satu di Provinsi Papua tersebut, lantaran kondisi kesehatannya yang belum pulih.
Meski tidak memenuhi panggilan KPK, melalui Juru Bicaranya, M Rifai Darus, Gubernur Lukas menegaskan akan tetap taat hukum dalam artian jika kondisi kesehatannya pulih, dipastikan akan mengikuti seluruh tahapan pemeriksaan KPK terkait kasus yang disangkakan kepadanya.
"Beliau (Gubernur Lukas Enembe,red) mohon doa restu, beliau taat hukum dan memohon doa seluruh masyarakat Papua untuk kesembuhan dirinya," ujar Rifai kepada wartawan, usai mendampingi tim kuasa hukum Gubernur bertemu KPK di Mako Brimob Polda Papua, Kotaraja Abepura, Kota Jayapura, Senin (12/09).
Bahkan terkait kondisinya tersebut, Gubernur Lukas jauh hari sebelum ditetapkan tersangka oleh KPK, telah meminta ijin Mendagri untuk berobat ke Filipina dan telah mendapatkan surat ijin langsung dari Mendagri, Tito Karnavian.
Ini juga dibenarkan oleh Kuasa Hukum Gubernur, Stephanus Roy Rening.
"Ada surat rekomendasi persetujuan izin dari Mendagri tertanggal 9 September 2022, untuk Gubernur bisa ke luar negeri berobat ke Filipina," sebut Roy Rening.
Namun rencana pengobatan ke luar negeri tidak langsung dilaksanakan, apalagi setelah adanya surat pemanggilan KPK untuk pemeriksaan Gubernur Lukas sebagai tersangka.
"Ada pertimbangan hukum, karena kita harus koordinasi dulu jangan sampai Gubernur berangkat ke luar negeri namun tiba tiba disandera, dialihkan ke mana-mana. Ini tidak ada kepastian hukum, sehingga kita harus pastikan tujuan pengobatan ke luar negeri itu harus tercapai. Gubernur harus sampai di rumah sakit yang ditunjuk. Kita tidak mau ada gangguan di tengah jalan, seolah bapak Gubernur melarikan diri dan akhirnya ditangkap," jelas Roy.
Lanjut ia, pemikiran ini pun akhirnya disetujui oleh Gubernur.
"Beliau akhirnya meminta kami sebagai kuasa hukum untuk menyampaikan kepada pimpinan KPK perihal surat ijin resmi Mendagri tersebut," imbuhnya.
Roy menambahkan, pihaknya tidak ingin Gubernur yang sedang sakit semakin drop menghadapi kasus ini.
"Ini dampaknya kepada rakyat Papua akan semakin bahaya. Kita berpikir seperti itu. Kami tidak mengancam tapi kami melihat realitas sosial yang terjadi di tanah Papua," katanya.
Gubernur Karismatik
Lukas Enembe adalah Gubernur karismatik yang memiliki banyak massa militan. Sehingga jangan hanya karena kepentingan politik, melakukan kriminalisasi terhadap Gubernur Papua. "Pendekatan penegakan hukum di tanah Papua harus beda dengan pendekatan hukum di tanah yang lain. Karena di sini masyarakat sangat komunal, budaya kebersamaan sangat tinggi beda dengan kota individualisme. Disini pemimpin harus kasih makan rakyat," bebernya.
Sementara itu terkait penetapan tersangka, Roy Rening menilai prematur. Pasalnya, Gubernur Lukas sama sekali belum pernah dimintai keterangannya.
Dimana sesuai KUHAP untuk menetapkan seorang tersangka? Syaratnya harus ada 2 alat bukti dan harus didengarkan keterangan dari yang akan ditetapkan tersangka.
"Dengan demikian penetapan tersangka bapak Gubernur cacat moral dan formil. Sehingga kami berpandangan, ada apa? kenapa buru-buru bapak ditetapkan sebagai tersangka, apakah mereka tahu karena bapak mau berobat ke luar negeri," ujarnya heran.
Oleh karena itu sebagai kuasa hukum, pihaknya melihat tidak ada penegakan hukum murni dalam kasus ini. Tapi ada konspirasi yang selalu terjadi yang ditujukan kepada Gubernur Papua.
"Apa yang dilihat dirasakan Gubernur selama ini berkali-kali terjadi. Seperti rencana penangkapan Gubernur di hotel Borobudur yang gagal. Sehingga kita selalu mengatakan, kenapa rakyat Papua mengambil kesimpulan sedang terjadi kriminalisasi terhadap pimpinan di Papua, itu karena kelakuan Jakarta bagaimana melakukan penekanan secara politik kepada Gubernur Papua," ungkapnya
Bahkan Roy menilai KPK tidak melakukan penyidikan kriminal murni dalam kasus ini, tapi melihat ada ada unsur politisnya.
"Karena Gubernur sampai saat ini belum dikonfrontir yang diduga menerima gratifikasi, harus ditanya dulu Gubernur, karena pengiriman transfer ke rekeningnya tidak semua melawan hukum. Karena yang melawan hukum itu kecuali berasal dari kejahatan," kata Roy.**