WARTAPLUS - Papua Barat memegang halaman penting dalam buku sejarah Perang Dunia II yang terjadi pada 1939 sampai 1945. Sebagian wilayah di sekitar kepala burung pulau paling timur Nusantara itu menjadi saksi bisu pertempuran Sekutu dan Jepang.
Dalam rekaman film dokumenter berjudul Invansion of Sansapor produksi Amerika Serikat, Jenderal Douglas MacArthur pernah mendarat di beberapa tempat. Salah satu yang diceritakan dalam film tersebut ialah kota pelabuhan lama Papua Barat. Kota lama itu bernama Sausapor, yang kini menjadi ibu kota sementara Kabupaten Tambrauw.
Melalui rekaman yang diunggah WW II Public Domain, MacArthur bersama resimen tim tempurnya mendaratkan tank-tank artileri dan amfibi di sana. Jejak peninggalan mobil baja marsekal lapangan Amerika Serikat dari Angkatan Darat Filipina ini konon masih utuh di hutan sekitar Sausapor.
Kabar utuhnya tank peninggalan Perang Dunia II tersiar dari penduduk di sekitar Distrik War saat Tempo melakukan ekspedisi membuka jalur pariwisata baru di Kabupaten Tambrauw. Tempo melakukan ekspedisi bersama tim Deputi Bidang Pengembangan Destinasi Pariwisata dan Pemerintah Daerah Kabupaten Tambrauw selama sepekan, 14-19 Mei 2018.
Perjalanan mencari tank peninggalan Sekutu lantas dimulai dari Sausapor. Tim menuju titik hutan yang dimaksud, yakni di Distrik War. Menggunakan mobil double cabin dan double gardan, perjalanan dilakukan mengikuti jalur pantai utara.
Di sekitar pantai itu masih tampak hutan rapat. Kabarnya, tentara Sekutu yang mendarat di sepanjang pantai utara Papua Barat dulunya menyisir hutan ini untuk menemukan jejak Jepang.
Waktu tempuh menuju Distrik War lebih-kurang 30 menit. Medan jalan cukup rata. Hanya, di beberapa titik terdapat permukaan yang berlubang ditutupi kubangan lumpur. Tidak ada penanda menuju titik masuk ke hutan. Satu-satunya petunjuk adalah berasal dari arahan warga lokal.
Tiba di hutan yang dimaksud, tim ekspedisi harus merangsak ke dalam. Perjalanan dilanjutkan dengan jalan kaki kira-kira 20 menit. Jarak jalan raya masuk ke hutan sebenarnya tak terlampau jauh. Namun, karena masih berupa hutan rapat, waktu perjalanan banyak dimanfaatkan untuk menebas semak belukar.
Tank itu mulai terlihat setelah sekitar 1 kilometer tim melakukan penjelajahan. Ada lima tank yang berjajar menghadap satu arah yang tampak di sana. Hampir semua bagiannya ditumbuhi tanaman berjalar.
Ada empat tank diduga artileri dan satu tank diduga amfibi yang berpangkal di sana. Beberapa bagian telah rusak, namun bentuknya masih utuh. Roda rantai yang melingkari roda-roda giginya masih lengkap. Sedangkan tempat senjata berat di bagian atas pun masih belum terkikis.
Hanya, seluruh bagian memang telah berkarat dan terbalut lumut.
Di salah satu bagian tank itu terpampang nomor peranti yang bisa terbaca jelas. Adapun di sekitar tank, tumbuh pepohonan liar. Usianya tak terdeteksi. Namun terlihat besar dan tua.
Belum diketahui secara pasti tank ini seluruhnya milik kavaleri Sekutu atau juga milik Jepang. Meski demikian, keberadaannya dijaga utuh oleh masyarakat adat setempat.
Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Tambrauw Abraham D.E. Mayor mencatatnya sebagai aset pariwisata. “Kami akan inventarisasi lebih dulu supaya nanti bisa menajdi salah satu obyek wisata sejarah,” ujarnya.
Selain di titik tersebut, masyarakat lokal menginformasikan masih ada dua tank lain yang lokasinya tak terlalu jauh. Ada pula tikar pacu dan drum yang tersebar bebas di kawasan hutan di beberapa distrik lainnya. [net]