JAKARTA, wartaplus.com - Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menggelar sidang pemeriksaan dugaan pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu (KEPP) untuk perkara nomor 13-PKE-DKPP/II/2022, Rabu (23/02).
Dalam siaran pers Humas DKPP yang diterima wartaplus.com, perkara ini diadukan oleh dua Anggota KPU RI, yaitu Arief Budiman (Pengadu I) dan Hasyim Asy’ari (Pengadu II).
Keduanya mengadukan Ketua Bawaslu Kabupaten Boven Digoel, Fransiskus Asek (Teradu I) serta empat Anggotanya yaitu Mahmudin Abdullah, Luthera N. Manggeyap, Frans Upessy, dan Emanuel Alimap, yang berstatus sebagai Teradu II – V.
Dalam pokok aduannya, kedua Pengadu menyebut para Teradu tidak professional dalam memutus sengketa proses pemilihan terkait penetapan kembali calon Bupati atas nama Yusak Yaluwo.
Yusak Yaluwo sendiri merupakan mantan terpidana yang mencalonkan diri sebagai Bupati Boven Digoel dalam Pilkada Kabupaten Boven Digoel 2020.
Menurut Pengadu II, Hasyim Asy'ari, ketidakprofesionalan para Teradu bermula saat memutus proses sengketa pemilu terkait status Yusak Yaluwo yang dilaporkan pada 28 November 2020. Dalam putusan yang dibacakan 9 Desember 2020, para Teradu menyatakan Yusak Yaluwo memenuhi syarat (MS) sebagai calon Bupati Boven Digoel dalam Pilkada 2020.
Hasyim mengungkapkan, terlepas dari pro kontra dari substansi tersebut, KPU RI tetap menindaklanjuti putusan Bawaslu Kabupaten Boven Digoel dengan menyatakan Yusak Yaluwo telah MS sebagai calon Bupati Boven Digoel pada 11 Desember 2020.
"Kami beritikad meng-MS-kan calon tersebut karena putusan Bawaslu Boven Digoel menyebut demikian," jelas Hasyim
Belakangan, melalui putusan Nomor 132/PHP.BUP-XIX/2021 tertanggal 22 Maret 2021, MK menyatakan Yusak Yaluwo tidak memenuhi syarat (TMS) sebagai calon Bupati Boven Digoel.
"Dalam pandangan kami, Bawaslu Boven Digoel tidak profesional karena pengetahuan tidak memadai dan pertimbangannya tidak berdasarkan pada hukum," terang Hasyim.
Selain hal di atas, menurut Hasyim, ketidakprofesionalan para Teradu juga ditunjukkan dalam penanganan laporan dugaan pelanggaran tindak pidana pemilihan oleh Yusak Yaluwo. Dalam laporannya, Yusak Yaluwo melaporkan Hasyim, Arief Budiman, dan sejumlah nama lain kepada Bawaslu Boven Digoel.
Hasyim menambahkan, dalam proses penanganan laporan tersebut, ia bersama Arief Budiman ditetapkan sebagai Tersangka oleh Polres Boven Digoel.
Status tersangka ini disebut Hasyim tidak melalui prosedur yang telah diatur dalam ketentuan karena hanya dua unsur dalam Sentra Gakkumdu Boven Digoel yang setuju adanya unsur pidana dalam laporan Yusak, yaitu unsur Bawaslu dan kepolisian.
Sementara, unsur kejaksaan tidak menyetujui adanya unsur pidana dalam pelaporan Yusak. Kendati demikian, pihak Polres Boven Digoel tetap melakukan penyidikan dan menetapkan Hasyim dan Arief sebagai tersangka.
Berdasarkan Peraturan Bersama Kapolri, Jaksa Agung, dan Ketua Bawaslu disebutkan bahwa dugaan pelanggaran tindak pidana pemilihan dapat ditindaklanjuti ke ranah penyidikan jika ketiga unsur dalam Sentra Gakkumdu sama-sama menyepakati adanya unsur pidana dalam laporan dugaan pelanggaran tersebut.
Lebih lanjut, Hasyim juga mengungkapkan bahwa pihaknya menemukan adanya Berita Acara lain yang bertanggal sama dalam pembahasan laporan Yusak oleh Sentra Gakkumdu Boven Digoel.
Dalam Berita Acara yang lain, ungkap Hasyim, ketiga unsur dalam Sentra Gakkumdu menyatakan tidak ada unsur pidana dalam laporan Yusak.
Menurutnya, dua Berita Acara ini diketahuinya dari Jaksa Muda Pidana Umum (Jampidum) dalam sebuah rapat koordinasi yang dipimpin oleh Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan.
"Kami memiliki dokumennya. Dalam pandangan kami, keterangan Jampidum tentu benar karena dinyatakan dalam forum resmi," terang Hasyim.
"Tentu ini bagi kami adalah tindakan yang kelewatan, tidak prosedural dan tidak berdasar hukum," imbuhnya.
Sementara itu, Teradu I, Arief Budiman menyatakan adanya dugaan kuat pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh para Teradu.
Menurutnya, putusan MK Nomor 132/PHP.BUP-XIX/2021 bukanlah satu-satunya pertimbangan dalam mengadukan ini kepada DKPP.
"Bagi saya ini sudah menimbulkan masalah yang massive. Kita prihatin dengan kondisi di sana, ada kebakaran, kerusuhan, lalu penggunaan uang negara untuk PSU. Jadi tidak boleh negara mengalami kerugian seperti ini. Ini jadi pelajaran penting," terang Arief.
Tersangka Anggota KPU RI, Arief Budiman dan Hasyim Ashari mengikuti sidang secara virtual zoom
Jawaban Teradu
Ketua Bawaslu Boven Digoel, Fransiskus Asek (Teradu I) menyatakan bahwa putusan untuk menetapkan Yusak Yaluwo sebagai memenuhi syarat untuk menjadi calon Bupati Boven Digoel diambil setelah menelusuri keterangan Lapas Surabaya dan Lapas Sukamiskin.
Selain itu, ia juga mengungkapkan bahwa putusan tersebut diambil dengan adanya supervisi dari Bawaslu Provinsi Papua dan Bawaslu RI.
"Bahwa selama proses penyelesaian sengketa tersebut, Bawaslu Boven Digoel didampingi oleh Bawaslu Provinsi Papua dan Tim dari Bawaslu RI," ungkap Fransiskus.
Terkait dalil aduan lain, Fransiskus mengungkapkan bahwa ia tidak mengikuti pembahasan kedua Sentra Gakkumdu Boven Digoel karena pada saat yang sama ia juga sedang menangani penyelesaian sengketa yang lain di lokasi yang berbeda.
Namun, kepada majelis ia mengatakan bahwa dirinya tidak mengetahui adanya dua Berita Acara dalam pembahasan Sentra Gakkumdu.
Menurutnya, ia hanya mengetahui satu Berita Acara saja, yaitu Berita Acara yang berisi persetujuan dari unsur Bawaslu dan unsur kepolisian tentang adanya unsur pidana dalam laporan Yusak Yaluwo.
"Jika ada dua unsur setuju ada unsur pidana, bisa ditindaklanjuti (ke proses penyidikan, red.). Itu yang saya pahami," katanya.
Ketiga Teradu lainnya, yaitu Luthera N. Manggeyap (Teradu III), Frans Upessy (Teradu IV), dan Emmanuel Alimap (Teradu V) mengakui mengikuti pembahasan kedua Sentra Gakkumdu yang membahas laporan Yusak Yaluwo.
Keempat Teradu di atas mengungkapkan bahwa yang paling mengetahui tentang Berita Acara dalam pembahasan Gakkumdu adalah Teradu II, Mahmudin Abdullah yang menjadi Koordinator Divisi Penanganan Pelanggaran.
Mahmudin sendiri absen dalam sidang ini. Menurut Fransiskus, Mahmudin absen karena telah mengundurkan diri sebagai Anggota Bawaslu Boven Digoel.
"Kami tidak mengetahui pasti soal pengunduran diri Mahmudin Abdullah, beliau hanya menyampaikan ini secara lisan," ungkap Fransiskus.
Sidang ini dipimpin oleh Ketua DKPP, Prof. Muhammad, yang duduk sebagai Ketua Majelis. Anggota Majelis diduduki oleh dua Anggota DKPP, yaitu Prof. Teguh Prasetyo dan Dr. Ida Budhiati. **