JAYAPURA, – Implementasi UU No. 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus (Otsus), telah memasuki tahun ke 17. Namun secara eksplisit, terdeteksi sejumlah permasalahan serius yang menjadi perenungan untuk dicarikan solusi maupun jalan keluar dalam upaya penyelesaiannya.
Menyikapi hal itu pula, Pemerintah Provinsi Papua dan Papua Barat, melakukan studi banding implementasi UU Otsus, di Kota Jayapura, Kamis (17/5). Kegiatan ini sekaligus mendiskusikan sejumlah permasalahan itu dengan harapan menghasilkan satu rekomendasi baku.
"Selanjutnya rekomendasi itu dibuat dalam satu bentuk grand design, untuk dipergunakan oleh kedua provinsi, dalam menjalankan UU Otsus di seluruh Tanah Papua,” ujar Kepala Biro Otonomi Khusus Setda Provinsi Papua, Aryoko AF Rumaropen
Sejumlah gambaran permasalahan dikemukakan Aryoko, yakni dalam sisi implementasi, masih ada perbedaan persepsi lintas kementerian terkait penerapan Perdasi maupun Perdasus di Papua.
Selain itu, terlihat ada banyak regulasi sektoral yang telah berubah hingga melemahkan UU No. 21 Tahun 2001, seperti UU Kehutanan, Perikanan, Kelautan, Pertambangan dan lainnya. Dilai pihak, UU Otsus belum sepenuhnya dipahami oleh birokrasi yang ada.
"Makanya, pertemuan kali ini kami anggap sangat penting, untuk kita bisa pahami ekspektasi masyarakat Papua terhadap implementasi UU Otsus Papua kedepan. Sebab sangat penting bagi kedua provinsi untuk terus bergandengan tangan mencari terobosan guna menyelesaikan permasalahan yang ada” katanya.
"Supaya kedepan, harap Biro Otsus Papua dan Papua Barat dapat menjadi pionir dalam mencari jalan tengah bagi kemajuan diatas tanah ini,” sambungnya.
Kepala Biro Administrasi Pelaksanaan Otonomi Khusus Setda Provinsi Papua Barat, Makambak Mathias menilai bentuk kerja sama ini sangat positif, dalam rangka saling mendalami dan melengkapi berbagai informasi tentang kebijakan pembangunan yang sudah dilaksanakan maupun belum dilakukan.
Dilain pihak, Papua Barat merupakan provinsi yang memasuki tahun kedelapan implementasi UU Otsus. Meski begitu, Papua Barat tak bisa dipisahkan dari Provinsi Papua yang merupakan provinsi induk dan kerangka Otsus.
“Untuk itu, saya memandang studi banding ini merupakan titik awal bentuk kerja sama yang baik antara kedua biro dan provinsi. Sehingga diharapkan mampu menghasilkan sebuah masukan tentang informasi tertulis maupun lisan mengenai kemajuan Otsus di Papua. Untuk selanjutnya, kami jadikan sebagai pengetahuan maupun pelajaran berharga untuk dapat kami kembangkan di Papua Barat,” ungkapnya panjang lebar.*