Redesain Kurikulum Pendidikan Guru Agama Katolik, Berbasis Kebijakan Merdeka Belajar Kampus Merdeka

Evaristus Silitubun/Istimewa

Oleh: Evaristus Silitubun, Mahasiswa S3 TP Universitas Negeri Surabaya

SAAT ini pembicaraan tentang Merdeka Belajar-Kampus Merdeka bukanlah hal yang baru. Sejak Menteri pedidikan dan kebudayaan mengeluarkan kebjikan Merdeka Belajar-Kampus Merdeka, seluruh perguruan Tinggi baik negeri maupun swasta, baik kampus besar (setingkat Universitas) maupun kampus kecil (setingkat Sekolah Tinggi) “dipaksa” untuk menyesuaikan kurikulumnya.  

Kata yang tepat untuk menyebutkan ini adalah redesain. Redesain berasal dari kata Inggris, (redesign) yang terdiri dari dua kata yang digabungkan yaitu re dan design yang berarti “merancang ulang” atau “merancang ulang produk” dari produk yang sudah ada sebelumnya (KBBI, 2008). Bisa dikatakan bahwa redesain merupakan kegiatan merancang ulang sebuah desain dengan mengubah tampilan fisik saja, fungsi saja, ataupun mengubah bentuk fisik sekaligus fungsi untuk mencapai tujuan yang lebih baik. Dalam kiatan dengan kurikulum, maka redesain kurikulum berarti menata ulang kurikulum yang ada. 

Redesain kurikulum yang sedang dan akan dilaksanakan tentu saja dilaksanakan bukan tanpa alasan. Alasan klasik yang seringkali terdengar adalah ganti pemerintahan, ganti kebijakan; ganti Menteri, ganti kurikulum. Memang alasan ini tidak salah juga karena kekuasaan sangat berpengaruh terhadap dunia Pendidikan. Pendidikan terkadang dilihat sebagai satu cara untuk memperkuat kekuasaan. Namun, bila sejenak kita berefleksi, perubahan kurikulum amat dimungkinkan oleh sejumlah alasan lain yang lebih masuk akal, tanpa kepentingan politis. 

Beberapa alasan mendasar yang memungkinkan lahirnya kebijakan Merdeka Belajar-Kampus Merdeka, yang pada akhirnya mendorong perguruan tinggi merubah/meredesign kurikulumnya, yaitu (Kebudayaan, 2020):     

a. Keadaan masyarakat yang telah berubah. Pertubuhan ini menyebabkan munculnya persoalan hidup manusia yang amat kompleks, yang tidak bisa diselesaikan dengan satu pendekatan. 

b. Lajunya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi komunikasi (IPTEK). Saat ini era digital memegang peranan yang sangat penting. Segala urusan hidup manusia telah “dikendalikan” atau dipermudah oleh teknologi. 

c. Tuntutan dunia kerja (usaha) dan industry yang amat professional. Persaingan dunia kerja mendorong sumber daya manusia yang dibutuhkan harus lebih professional, yang memiliki aneka kecakapan di bidangnya. 

Dalam konteks perubahan tersebut maka mau tidak mau, perguruan tinggi baik negeri maupun swasta perlu melihat kembali keberadaan kurikulumnya saat ini. Keberadaan kurikulum saat ini perlu direfleksikan, disusun kembali agar bisa menjawab aneka persoalan yang ada di depan mata. Sebagai sebuah perguruan tinggi (swasta) keagamaan, Sekolah Tinggi Pastoral dan Kateketik (STPK) maupun Sekolah Tinggi Pastoral (STP) perlu melihat kembali kurikulumnya saat ini. Pertanyaannya apakah STPK/STP wajib melakukan redesain kurikulum? Bagaimana STPK/STP meredesain kurikulumnya? Hal-hal apa sajakah yang harus diredesain?

Kebijakan Merdeka Belajar-Kampus Merdeka 

Kebijakan Merdeka Belajar-Kampus Merdeka merupakan satu konsep yang digagas oleh Menteri pendidikan dan kebudayaan,  Nadiem Anwar Makarim. Ungkapannya yang amat terkenal : “Memberi kebebasan dan otonomi kepada Lembaga pendidikan, dan merdeka dari birokrasi, Dosen dibebaskan dari birokrasi yang berbelit serta mahasiswa diberi kebebasan untuk memilih bidang yang mereka sukai” (Kebudayaan D. J., 2020). 

Ungkapan mas Menteri terkait dengan kebijakan Merdeka Belajar-Kampus Merdeka, sebenarnya menunjukan dimensi kebebasan yang mencakup 3 pihak, yaitu 1) pihak institusi (perguruan tinggi) agar lebih otonom dan lebih leluasa mengembangkan pendidikan, 2) pihak dosen agar lebih mampu mengembangkan pembelajaran tanpa harus dihabiskan energi untuk mengurus sejumlah kelengkapan administrasi pengajaran, dan 3) pihak mahasiswa sendiri untuk bebas memilih apa yang disukai. 

Tentu saja pernyataan mas Menteri ini lahir dari suatu refleksi atas perubahan hidup di tengah masyarakat yang sedang terjadi. Ada harapan dengan otonomi dan kebebasan itu, mahasiswa dipersiapkan untuk mampu menghadapi perubahan sosial, budaya, dunia kerja dan kemajuan teknologi yang pesat. Oleh karena itu, dunia PT diharapkan mampu menyiapkan para lulusan agar memiliki kecakapan sikap, pengetahuan dan keterampilan secara optimal dan selalu relevan dengan dunia yang terus berkembang (berubah).

Apa yang khas dalam kebijakan Merdeka Belajar-Kampus Merdeka? Yang amat khas adalah: 

a. Kemudahan pembukaan program studi baru

b. Perubahan system akreditasi perguruan tinggi

c. Kemudahan perguruan tinggi negeri menjadi PTN berbadan hukum

d. Hak mahasiswa kuliah (mengambil SKS) tiga semester di luar program studi. Tiga semester yang di maksud adalah 1 semester kesempatan mengambil mata kuliah di luar program studi dan 2 semester melaksanakan aktivitas pembelajaran di luar perguruan tinggi.

Berbagai bentuk kegiatan belajar di luar perguruan tinggi, di antaranya melakukan magang/praktik kerja di Industri atau tempat kerja lainnya, melaksanakan proyek pengabdian kepada masyarakat di desa, mengajar di satuan pendidikan, mengikuti pertukaran mahasiswa, melakukan penelitian, melakukan kegiatan kewirausahaan, membuat studi/proyek independen, dan mengikuti program kemanusiaan. Semua kegiatan tersebut harus dilaksanakan dengan bimbingan dari dosen. Kampus merdeka diharapkan dapat memberikan pengalaman kontekstual lapangan yang akan meningkatkan kompetensi mahasiswa secara utuh, siap kerja, atau menciptakan lapangan kerja baru.

Apakah STPK/STP wajib melakukan redesain kurikulum?

Soal wajib atau tidaknya STPK/STP melakukan redesain kurikulum bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan. Bila bertolak dari regulasi atau kebijakan yang dikeluarkan pemerintah yaitu Permendikbud Nomor 3 Tahun 2020 Tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi maka redesain kurikulum bukanlah hal yang sulit dilakukan oleh STPK/STPK. Tetapi bila dikaji lebih jauh keberadaan sebuah kurikulum, untuk meredesain kurikulum butuh sebuah telaah lebih dalam dan komprehensif.   

Bila kita mencermati situasi saat ini sebenarnya perubahan kurikulum itu sangat dimungkinkan. Perubahan di bidang IPTEK telah membawa dampak begitu luas dalam kehidupan manusia, secara khusus di bidang pendidikan. Kemajuan IPTEK telah menyediakan aneka kemudahan untuk hidup manusia yang pada akhirnya membentuk karakter, cara pandang baru manusia (Masyarkat) terhadap kehdidupan.  Untuk itu, STPK/STP perlu mencari format/pendekatan baru agar bisa menjawab situasi dan tantangan zaman yang sedang berubah. 

Kebijakan Merdeka Belajar-Kampus Merdeka yang sekarang ini dicanangkan pemerintah hendaknya dilihat oleh STPK/STP sebagai kesempatan untuk merefleksikan dan menentukan arah ke depan yang lebih baik.  Realitas menunjukan bahwa perubahan masyarakat lebih cepat dari pada pergerakan  STPK/STP. Tuntutan hidup masyarakat yang amat kompleks menuntut perlu STPK/STP meninjau Kembali kurikulumnya. Kurikulum yang dimaksud bukan saja pada ketersedian matakuliah, tetapi lebih luas daripada itu. Kurikulum memiliki banyak dimensi, yaitu program studi, bahan dan sumber daya, mata kuliah, seperangkat standar kinerja, segala yang terjadi di dalam dan di luar kelas, segala yang direncanakan sekolah, pengalaman yang dialami peserta didik (William R. Gordon II, 2019). 

Bagaimana STPK/STP meredesain kurikulumnya?

Dalam meredesain kurikulum ada beberapa hal yang menjadi menjadi dasar pertimbangan,  yaitu: sumber yang menjadi titik tolak pengembangan kurikulum dan prinsip pengembangan kurikulum. 

Sumber pengembangan kurikulum. Titik tolak pengembangan kurikulum bukan pada regulasi yang dikeluarkan oleh pemerintah melainkan pada dua hal yaitu kebutuhan peserta didik dan kebutuhan masyarakat. Dua komponen penting ini sejalan dengan rumusan yang diungkapkan oleh  Peter Frank Oliva. Menurutnya, dua komponen ini menjadi dasar bagi penyusunan kurikukulum. Setelah kedua komponen ini dirumuskan, baru orang merumuskan  tujuan dan sasaran kurikulum, materi perkuliahan (matakuliah dan konten matakuliah) yang sangat dibutuhkan untuk pencapaian kurikulum, dan strategi pencapaian kurikulum. 

Dalam upaya untuk menyesuaikan kurikulum dengan kebijakan Merdeka Belajar-Kampus Merdeka, setiap STPK/STP perlu mengkaji ulang/melakukan analisis kebutuhan mahasiswa dan kenyataan hidup masyarakat sekarang. Kebutuhan mahasiswa itu berkaitan dengan perkembangan kepribadian mereka, bakat/minat dan kemampuan, serta karakter yang ada pada mereka. Sedangkan kebutuhan masyarakat itu berkaitan dengan kehidupan sosial, politik, ekonomi, pergumulan hidup yang dialami masyarakat saat ini (Hunkins, 2018).

Dalam melakukan analisis tersebut perlu melibatkan ahli kurikulum, guru, supervisor kurikulum. Selain itu, perlu melibatkan mahasiwa, orang tua, pihak Yayasan, maupun stockholder. Dengan melakukan analisis bersama dengan elemen-elemen di atas akan dihasilkan sebuah pemetaan kebutuhan yang diperlukan untuk  perumusan/desain kurikulum. Melalui pemetaan yang baik, maka dapat dimungkinkan untuk dirumuskannya tujuan  kurikulum, distribusi matakuliah, bahan/materi berserta konten matakuliah, dan strategi mencapai tujuan kurikulum. 

Prinsip pengembangan kurikulum. Selain sumber, STPK/STP perlu mempehitungkan prinsip-prinsip pengembangan kurikulum. Prinsip-prinsip pengembangan kurikulum yang perlu diperhatikan adalah (Baharun, 2017):

a. Relevansi. Prinsip relevansi amat menekankan kesesuaian kurikulum dengan keadaan tuntutan kehidupan  individu dan masyarakat. Ada 2 jenis relevansi yaitu  relevansi eksteranl dan relevansi internal. Relevansi eksternal artinya kurikulum harus sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan masyarakat, baik kebutuhan dan tuntutan masyarakat yang ada pada masa kini maupun kebutuhan yang diprediksi pada masa yang akan datang. Sedangkan relevansi internal, yaitu kesesuaian antar komponen kurikulum itu sendiri. Kurikulum merupakan suatu sistem yang dibangun oleh subsistem atau komponen, yaitu tujuan, isi, metode, dan evaluasi untuk mencapai tujuan tertentu, belajar dan kemampuan siswa.

b. Efektifitas. Prinsip ini menekankan bahwa kurikulum selalu berorientasi pada tujuan tertentu yang ingin dicapai. Ada 2 sisi penting dari prinsip efektivitas yaitu:

• Efektifitas pendidik, yaitu kegiatan belajar mengajar yang dirancang dapat berjalan dengan baik. 

• Efektifitas peserta didik, yaitu sejauh mana tujuan-tujuan pelajaran yang diinginkan telah dicapai melalui kegiatan belajar mengajar yang telah dilaksanakan.

c. Praktis/Efisien. Prinsip ini menekankan bahwa kurikulum yang dikembangkan hendaknya memerhatikan prinsip praktis, yaitu dapat dan mudah diterapkan di lapangan. Kurikulum harus bisa diterapkan dalam praktik pendidikan, sesuai dengan situasi dan kondisi tertentu. Prinsip sederhanya adalah dengan modal dan biaya, tenaga dan waktu yang sekecil-kecilnya akan dicapai hasil yang memuaskan.

d. Kontinuitas. Prinsip kontinuitas artinya kurikulum dikembangkan secara berkesinambungan, yang meliputi kesinambungan antar jenjang pendidikan,  antar mata kuliah. 

• Kesinambungan antar jenjang pendidikan. Pendidikan pada kelas atau jenjang yang lebih rendah harus menjadi dasar untuk dilanjutkan pada kelas dan jenjang di atasnya.

• Kesinambungan antar matakuliah, maksudnya dalam pengembangan kurikulum harus memerhatikan hubungan antara matakuliah yang satu dengan yang lainnya. Misalnya kompetensi utama lulusan adalah menghasilkan seorang guru agama. Mata kuliah yang dibutuhkan antara lain matakuliah pendidikan, psikologi, teologi, pastoral, dan mata kuliah lain sifatnya mendukung pencapaian kompetensi lulusan.  

Hal-hal apa sajakah yang harus diredesain?

Bercermin pada sumber dan prinsip pengembangan kurikulum di atas, maka STPK/STP perlu melakukan redesain kurikulum, yaitu:

a. Mendefinisikan ulang kompetensi lulusan. Tentu saja kompetensi utama lulusan yang hendak dihasilan oleh semua STPK/STP adalah menjadi guru agama. Tetapi guru agama yang memiliki kecakapan macam apa? Itu yang perlu dilihat berdasarkan tingkat kebutuhan mahasiswa, dan konteks kebutuhan masyarakat di mana mahasiswa itu berada, konteks waktu/zaman yang berubah. Tentu saja jenis guru agama yang hendak dihasilkan di STPK ST. Yohanes Rasul Jayapura, berbeda dengan yang dihasilkan di STP Dian Mandala Gunungsitoli Nias. Perbedaan terletak pada tuntutan masyarakat dan daerah setempat. 

Studi awal tentang tingkat kebutuhan mahasiswa dan masyarakat serta wilayah di mana STPK/STP itu berada amat sangat diperlukan. 

b. Pemetaan Kembali Matakuliah. Setelah menentukan komptensi lulusan maka langkah selanjutnya adalah menentukan jenis mata kuliah yang diperlukan. Perlu dibuat pemetaan matakuliah utama dan matakuliah pendukung. Sederhananya, untuk mencapai kompetensi lulusan Guru agama, dibutuhkan pemetaan mata kuliah antara lain: 

• Mata kuliah utama : Pendidikan, psikologi, dan teologi (Kitab Suci, liturgi, Katekese, Pastoral)

• Mata kuliah pendukung : Antropologi, logika, sosiologi, wirausaha.  

c. Distribusi mata kuliah. Mata kuliah yang telah dipetakan dan ditentukan kemudian dijabarkan sesuai dengan jenjang/tingkat. Penjabaran ini disesuaikan juga dengan tingkat keluasan dan kedalaman materi. Misalnya seluruh mata kuliah pengantar atau mata kuliah prasyarat selalu diberikan di jenjang sebelumnya orang melangkah ke jenjang berikutnya. 

d. Pengaturan kontrak matakuliah di luar program studi maupun di luar perguruan tinggi. Sebagaimana sudah dijelaskan bahwa kompetensi lulusan STPK/STP berbeda, oleh karena itu pengaturan capaian pembelajaran matakuliah perlu disepakati. Selama 3 semester mahasiswa boleh mengambil kuliah di luar program studi bukanlah perkara mudah. Mengingat komptensi lulusan tiap STPK/STP berbeda, capaian pembelajaran berbeda, penetapan tingkat kedalaman dan keluasan serta bobot SKS mata kuliah berbeda, maka perlu penataan bersama kurikulumnya. Perlu adanya kesempatan antar Lembaga STPK/STP untuk mendesain bersama mata kuliah, jenis, bobot, dan distirbusi mata kuliah. 

Penutup

Dengan adanya kebijakan Merdeka Belajar-Kampus Merdeka maka STPK/STP seluruh Indonesia perlu berbenah  diri. Pembenahan itu bukan dengan begitu saja menentukan jenis matakuliah tetapi perlu suatu analisis terkait dengan kebutuhan siswa dan kebutuhan masyarakat saat ini. Kedua hal ini menjadi dasar bagi perumusan tujuan kurikulum, perumusan capaian mutu lulusan dan penentuan jenis mata kuliah. Sambil juga memperhatikan sumber dan prinsip-prinsip pengembangan kurikulum. 

Agar kebijakan Merdeka Belajar-Kampus Merdeka dapat berjalan dengan baik perlu ada Kerjasama antar STPK/STP lebih-lebih terkait dengan perumusan matakuliah untuk semester I-3. *

Daftar Pustaka

Baharun, H. (2017). Pengembangan Kurikulum; Teori dan Praktek. Sleman: Yogyakarta.

Hunkins, A. C. (2018). Curriculum; Foundations, Prinsiples, and issues. England: Pearson Education Limited.

Kebudayaan, D. J. (2020). Buku Panduan Merdeka Belajar-Kampus Merdeka. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kemdikbud RI.

William R. Gordon II, R. T. (2019). Developoing the Curriculum; Improved outcomes through systems Approaches. United States of America: Pearson Education, Inc.