JAYAPURA, wartaplus.com - Sidang gugatan PT. Sorong Agro Wisata dan PT. Papua Lestari Abadi terhadap Pemerintah Kabupaten Sorong terkait pencabutan ijin usaha perkebunan kelapa sawit oleh Bupati Sorong, Jhony Kamuru kembali digelar di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jayapura, Selasa (21/09)
Sidang kali ini, mengagendakan pembacaan jawaban dari tergugat Pemerintah Kabupaten Sorong yang dibacakan oleh Tim Advokasi yang diketuai Dr.Pieter Ell SH
Dalam jawabannya, penggugat dalam hal ini PT. Sorong Agro Sawitindo dan PT. Papua Lestari Abadi telah melanggar undang-undang nomor 5 tahun 1996 tentang Larangan Praktek Monopoli Pasal 26 yang menegaskan, seseorang yang menduduki jabatan sebagai Direksi atau Komisaris dari suatu perusahaan, pada waktu yang bersamaan dilarang merangkap menjadi Direksi atau Komisaris pada perusahaan lain apabila perusahaan-perusahaan tersebut :
a. Berada dalam pangsa pasar yang sama, atau
b. Memiliki keterkaitan yang erat dalam bidang dan/atau jenis usaha; atau
c. Secara bersama dapat menguasai pangsa pasar barang dan atau jasa tertentu yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.
"Bahwa Direktur atas nama Ronal Louis Sanuddin merangkap jabatan di kedua perusahaan yang sama dalam jenis usaha yang sama, alamat yang sama, domisili hukum yang sama dan areal usaha yang sama di Kabupaten Sorong," ungkap Pieter Ell
Lalu, adanya temuan dari hasil evaluasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Pemerintah Provinsi Papua Barat dan Pemerintah Daerah Kabupaten Sorong, tentang adanya pelanggaran Ijin Usaha Perkebunan (IUP) oleh Penggugat antara lain:
-Tidak menyelesaikan proses perolehan hak atas tanah yang menggunakan lahan negara dengan HGU paling lama 2 tahun sejak diterbitkan IUP;
-Tidak merealisasikan pembangunan kebun paling lama 2 tahun terhitung sejak di terbitkan IUP dan unit pengolahan paling lama 2 tahun terhitung sejak seluruh tanaman menghasilkan sesuai dengan studi kelayakan, baku teknis, dan ketentuan yang berlaku;
-Tidak menyelesaikan pembangunan kebun masyarakat sekitar paling lambat 2 tahun terhitung sejak dimulainya pembangunan perusahaan perkebunan;
-Tidak melaksanakan kemitraan dengan perkebunan, karyawan dan/atau masyarakat sekitar perkebunan;
-Tidak melaporkan perkembangan usaha perkebunan kepada pemberi izin secara berkala setiap 6 bulan sekali dengan tembusan kepada Menteri Pertanian dalam hal ini Direktur Jenderal Perkebunan dan Kepala Dinas Perkebunan Provinsi;
-Belum melakukan penanaman dan belum memiliki Hak Guna Usaha (HGU).
Areal usaha penggugat di Distrik Segun Kabupaten Sorong diterlantarkan dan atau tidak operasional sejak di berikan ijin tahun 2009;
Oleh karena itu tim kuasa hukum tergugat meminta Majelis Hakim pemeriksa perkara 31/G/2021/PTUN.JPR dan Perkara nomor : 32/G/2021/PTUN.JPR menolak gugatan penggugat seluruhnya dan menyatakan surat keputusan tergugat dalam obyek perkara aquo telah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan, dan Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang Baik (AUPB) dalam semangat Otonomi Khusus Papua.
"Karena sebelum dikeluarkannnya obyek sengketa tersebut telah melalui proses evaluasi secara berjenjang mulai dari Pemerintah Pusat, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Pemda Provinsi Papua Barat serta Pemda Kabupaten Sorong," tegas Pieter Ell.**