Oleh : Ambassador Freddy Numberi Founder Numberi Center
- Latar Belakang
Setelah gagal dalam Konferensi Meja Bundar (KMB) 1949, dimana Belanda bersikukuh mempertahankan keresidenan Nieuw Gunea (NG) sesuai Pasal 2 dan Pasal 3 KMB tersebut. Disamping itu Belanda menolak membahas isu NG di PBB pada tanggal 29 Juni 1954.
Presiden Soekarno akhirnya menekan perjuangan pembebasan NG pada tiga front, yaitu:
- Jalur diplomatik, tetap melalui Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan tekanan dunia internasional agar pemerintah Belanda mau membuat perjanjian penyelesaian masalah NG dengan Indonesia.
- Memutuskan semua hubungan ekonomi Belanda dengan Indonesia dan menasionalisasikan 700 (tujuh ratus) perusahaan Belanda serta mengusir 50.000 (lima puluh ribu) warga negara Belanda dari Indonesia.
- Dengan tekanan militer agar rakyat keresidenan Irian Barat (NG) dapat dibebaskan dari penjajahan Belanda.
(sumber: Dr. J.G. de Beus, Morgen bij het aanbreken van de dag,
Ad.Donker-Rotterdam, 1977:hal.270)
- Rencana Penyerangan Indonesia
Pada bulan Oktober 1954, infiltrasi pertama dipimpin Mayor Dimara melalui selatan Teluk Etna, berjumlah 21 (dua puluh satu) orang dengan sasaran Pulau Japen untuk bergabung dengan mereka yang Pro-Indonesia yang telah dibentuk Silas Papare sebelum ke Jakarta 1949.
(sumber: Dr. J. V. de Bruijn, Het Verdewenen Volk, Bussum 1978: hal.331)
Pada bulan Maret 1959, Soebandrio menyerukan kepada Atache Militer Indonesia di negara yang mereka ditempatkan baik di AS, Australia, Inggris dll, bagaimana reaksi negara-negara tersebut bila terjadi agresi militer Indonesia terhadap Belanda di Papua (NG). Selanjutnya pemerintah Indonesia menyiapkan 2.000 (dua ribu) sukarelawan, dilatih oleh seorang perwira Jerman untuk kemudian sebagian sukarelawan ini akan disusupkan melalui pulau Gag dan Gebe masuk daerah NG. Demikian juga pasukan militer yang disiapkan pada tahap awal 1.000 (seribu) orang dari total yang direncanakan 6.000 personil yang akan didaratkan ke NG. melalui diplomasi militer dan tekanan kesiapan penyerangan yang ada, diharapkan dapat mendesak Belanda untuk berunding melalui PBB.
Awal tahun 1960 rencana penyerangan Indonesia ke NG bocor ke tangan Belanda, dimana penyerangan dibagi dalam beberapa tahap, yaitu:
- Tahap pertama, dari perbatasan yang ada dipelajari tentang tempat-tempat dimana orang Papua yang pro Indonesia dapat membantu.
- Tahap kedua, mengaktifkan sentra-sentra yang dapat membantu pemberontakan terhadap Belanda. Pada tahap ini lebih ditekankan pada intelejen dan infiltrasi.
- Tahap ketiga, beralih ke perang gerilya dan serangan terbuka dengan membuka titik-titik penyerangan dan seruan untuk revolusi.
- Tahap keempat, mengakhiri operasi dan dilanjutkan dengan aksi diplomasi politik dan dikombinasikan dengan aksi militer.
(sumber: Dr. J.G. de Beus, Morgen bij het aanbreken van de dag,
Ad.Donker-Rotterdam, 1977:hal.281)
- Perjanjian New York 15 Agustus 1962.
Sebelum membahas New York Agreement (NYA) ini perlu kita ketahui mengapa Trikora dukumandangkan pada tanggal 19 Desember 1961? Ada beberapa peristiwa yang membuat Bung Karno “berang” antara lain:
- Pidato Ratu Juliana, tanggal 20 September 1960, yang menyatakan bahwa NG (Papua) disiapkan untuk menuju penentuan nasib sendiri (self determination).
(sumber: Information Departement of the Netherlands Ministry for the
Interior,March 1962: hal.3).
- Pada tanggal 18 November 1961 Gubernur NG, Plateel menerbitkan Staatsblad nomor 68 dan 69 tentang Bendera budaya (landsvlag: Bintang Kejora) dan Hymne Papua (Volkslied: Hai Tanahku Papua) dan membuat surat edaran bahwa bendera budaya ini dapat dikibarkan pada tanggal 1 Desember 1961.
(sumber: Richard Chauvel, Constructing Papuan Nationalism,2005:hal.24)
- Merujuk pidato Ratu Juliana tanggal 20 September 1960 dan Staatsblad yang diterbitkan oleh Gubernur NG J.P Plateel pada 18 November 1961 membuat Presiden Soekarno marah karena merasa dikhianati Belanda. Pada tanggal 19 Desember 1961 bertempat di Yogyakarta Bung Karno mencanangkan Tiga Komando Rakyat (Trikora).
(sumber: Ben Koster, Een Verloren Land, Schoten,1991:hal.68)
- Pertempuran Laut Arafura pada tanggal 15 Januari 1962 dimana 2 (dua) Fregat Belanda Hr. Ms. Kortenaer dan Hr. Ms. Evertsen melawan 3 (tiga) MTB (Motor Torpedo Boat) Indonesia, yaitu RI Macan Tutul, RI Harimau dan RI Macan Kumbang. Pesawat Neptune (P2V7) Belanda yang menyorot ketiga MTB itu membuat Komodor Yos Sudarso yang berada di RI Macan Tutul mengambil alih komando dan melakukan manuvra sedemikian rupa sehingga dua MTB lainnya terhindar dari serangan tersebut dan akhirnya komodor Yos Sudarso gugur bersama awak RI Macan Tutul yang tenggelam pada jam 22.30 WIT.
(sumber: 1. Dr. J.G. de Beus, Morgen bij het aanbreken van de dag,
Ad.Donker-Rotterdam, 1977: hal.319.
2. FRUS, 1961-1963, Vol XXIII, Southeast Asia Washington,
January 15, 1962, Document 221)
- Surat Presiden J.F Kennedy
Pada tanggal 2 April 1962, Presiden J.F Kennedy menerima laporan dari penasehat militernya MC George Bundy dan Robert Komer (sumber: Ben Koster, Een Verloren Land, Schoten, 1991:hal. 35-36) bahwa telah terjadi pertempuran laut antara Belanda dan Indonesia pada tanggal 15 Januari 1962 (sumber: FRUS, 1961-1963, Vol.XXIII, Southeast Asia, Document 221,Washington, January 15,1962) dan pertempuran Angkatan Udara Indonesia melawan Angkatan Laut Belanda disekitar Pulau Gag pada tanggal 25 Maret 1962 (sumber: FRUS, 1961-1963, Vol.XXIII, Southeast Asia, Document 252,Washington, March 28,1962).
Pada tanggal yang sama yaitu 2 April 1962 Presiden Kennedy membuat surat kepada PM Belanda J.E. de Quay, yang intinya:
“ ini akan menjadi perang dimana Belanda maupun Barat secara akal sehat tidak dapat memenangkannya. Apapun hasil akhir dari pertempuran militer, posisi dunia bebas di Asia secara keseluruhan akan rusak parah. Hanya pihak komunis yang akan mendapatkan manfaat sebesar-besarnya jika Angkatan Darat Indonesia berkomitmen untuk melakukan perang habis-habisan melawan Belanda, elemen-elemen moderat didalam Angkatan Darat dan negara akan cepat dihilangkan, dan akan meninggalkan medan yang terbuka untuk masuknya intervensi komunis. Bila dalam situasi ini Indonesia akhirnya menyerah pada komunisme, maka seluruh posisi non-komunis di Vietnam, Thailand, dan Malaysia akan berada dalam bahaya besar, dan seperti yang Anda ketahui, ini adalah wilayah-wilayah dimana kami Amerika Serikat memiliki komitmen yang besar dan beban terhadap wilayah-wilayah di Asia.
(sumber: Dr. J.G. de Beus, Morgen bij het aanbreken van de dag,
Ad.Donker-Rotterdam, 1977: hal.408-409)
- Rencana Pertempuran dan dukungan Militer Uni Soviet.
Dalam proses negosiasi Belanda dan Indonesia, ada beberapa peristiwa dimana dukungan militer Uni Soviet mengalir ke Indonesia, antara lain:
- Pada saat Presiden Soekarno berkunjung ke Moscow pada bulan September 1956, Indonesia mendapat bantuan kredit lunak sebesar USD 100 juta dan pada tahun 1958 mendapat pasokan senjata dari Uni Soviet sejumlah USD 250 juta. (sumber: Matthew Jones, Conflict in Southeast Asia, 1961-1965, Cambridge, 2002:Hal. 3)
- Disusul dengan kunjungan Jendral Nasution dan Menlu Subandrio ke Moskow pada awal Januari 1961 dan bertemu Krushchev serta menandatangani bantuan peralatan militer sebesar USD 400 juta. (sumber: Matthew Jones, Conflict in Southeast Asia, 1961-1965, Cambridge, 2002:Hal. 35)
Dengan bantuan-bantuan tersebut Indonesia memperkuat kekuatan militernya dan ternyata pada tahun 1961, Indonesia memiliki kekuatan militer terkuat di Asia Tenggara.
Amerika Serikat sangat mengetahui kesiapan militer Indonesia karena laporan Dubes Howard Jones ke Washington sangat rinci, termasuk adanya 6 (enam) KS milik Uni Soviet dimana seluruh awaknya dari Moskow diperbantukan untuk merebut NG. Termasuk infiltrasi baik laut dan udara yang di drop di Jayapura, Merauke dan Kaimana, tapi Belanda tidak mengakui hal itu.
Akhirnya dari pantauan udara dengan pesawat U-2 dan informasi intelejen diketahui kemudian bahwa Indonesia merencanakan penyerangan pada tanggal 2 Agustus 1962 atau 15 Agustus 1962. Kesiapan militer Indonesia sudah siap untuk penyerangan tersebut. Hal ini memaksa AS menekan Belanda untuk menandatangani New York Agreement pada tanggal 15 Agustus 1962. (sumber: Ben Koster, Een Verloren Land, Baarn, 1991, hal. 111).*