JAYAPURA, wartaplus.com – Tak lagi solid seperti saat mengusung Lukas Enembe - Klemen Tinal di Pilkada Gubernur Papua periode pertama dan kedua, kini Koalisi Papua Bangkit Jilid II yang didalamnya terdiri dari 9 partai pengusung (Demokrat, Golkar, Hanura, Nasdem, PKB, PPP, PKS, PKPI dan PAN) dikabarkan telah 'Pecah Kongsi'.
Mereka tak lagi sejalan, sepemikiran dalam mengusung calon pengganti almarhum Klemen Tinal sebagai Wakil Gubernur untuk sisa masa jabatan hingga 2023 mendatang.
Pengusulan dua nama bakal calon wagub di internal koalisi pun berjalan alot. Bahkan, hasil rapat 18 Agustus lalu, dari 9 parpol, 5 diantaranya mendukung dua nama pilihan Gubernur Lukas Enembe yakni Yunus Wonda dan Kenius Kogoya, sementara 4 parpol lainnya menyatakan tidak setuju.
Karena belum adanya kesepakatan dua nama yang bakal didorong koalisi ke DPRP untuk kemudian dilakukan tahapan pemilihan, hingga saat ini pun Pansus Pemilihan di DPR Papua belum dibentuk
Terkait itu, Ketua DPR Papua, Johny Banua Rouw yang ditemui wartawan di sela sela kegiatan latihan menembak di Kotaraja, Jumat (20/08) sore memberikan tanggapannya.
Menurutnya, pembentukan pansus pemilihan Wagub tentunya membutuhkan pembiayaan, sementara saat ini DPR Papua belum punya anggaran untuk itu
"Kami belum ada pembahasan untuk ABT (Anggaran Belanja Tahunan)," ujarnya seraya menambahkan bahwa pansus itu memiliki batas waktu kerja.
"Jangan kita sudah bentuk pansus namun sampai hingga akhir batas waktu, koalisi belum juga menyodorkan dua nama, ini kan sama saja membuang uang rakyat secara percuma," tukasnya
Alasan lainnya, lanjut Jhony, bahwa sampai saat ini pihaknya masih menunggu surat pemberhentian Almarhum Klemen Tinal sebagai Wakil Gubernur Papua dari Presiden.
"Kami juga belum menerima surat pemberhentian dari Presiden, sehingga belum ada dasar untuk pembentukan pansus," terangnya
Timbulkan Polemik
Sementara itu disinggung soal pecah kongsi pengusulan dua nama di tubuh koalisi papua bangkit jilid 2, politisi partai Nasdem ini berpendapat bahwa selama kata sepakat belum ada, maka proses pengisian jabatan Wagub ini akan terus menimbulkan polemik
"Bahkan bisa saja akan kosong hingga akhir periode masa jabatan,” pikirnya
Oleh karena itu, kemungkinan besar tahapan ini masih akan panjang. Apalagi, persetujuan DPD dan DPW tidak bisa menjadi dasar bahwa dua nama itu telah final. Sebab ada ekanisme dan proses yang harus diselesaikan hingga ke tingkat pusat atau DPP Parpol.
“Ini memang tidak termuat dalam pasal 176 UU Pemilukada, tapi ingat setiap parpol punya AD/ARTnya, bahwa penentuan calon harus kepala daerah harus berdasarkan SK atau Rekomendasi DPP,” bebernya.
Jikapun saat ini Pimpinan Parpol A mengatakan dua nama tersebut final atau Calon B mengklaim namanya telah disetujui Parpol C, menurut Johny, itu hanya pendapat mereka secara pribadi, dan itu bukan keputusan final koalisi.
“Ini belum final, dan ingat keputusan itu ada di dalam koalisi dan masih harus meminta persetujuan DPP,” terangnya.
Hal inilah yang menurut Johny menjadi alasan beberapa Parpol menolak dua nama calon Pilihan Gubernur Enembe yang diklaim telah mendapat persetujuan beberapa pimpinan partai dalam koalisi.
“Parpol ini tidak setuju dengan Pilihan Gubernur, karena punya alasan tidak bisa mendahului atau melanggar perintah DPPnya,” tuturnya
Jhony menyarankan, pimpinan maupun kader Parpol untuk memberikan pemahaman dan pembelajaran politik yang baik bagi masyarakat. Jangan malu mengatakan, bahwa tahapan pengisian Cawabup ini masih panjang, masih ada mekanisme yang harus dilakukan bahkan tahapan yang belum tuntas.
“Sampaikanlah kepada public tentang mekanisme dan tahapan yang benar. Tak perlu menciptakan sesuatu yang akhirnya menggiring opini masyarakat untuk mendukung bakal calon, yang notabene prosesnya tidak sesuai mekanisme. Sebab hal inilah yang akan mengganggu keamanan, membuat masyarakat terkotak-kotak bahkan bisa menimbulkan konflik dalam masyarakat,” harapnya. **