JAYAPURA, wartaplus.com - Gubernur Papua Lukas Enembe SIP, MH mengatakan meski Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua telah disahkan, namun hal itu tidak sepenuhnya menyelesaikan persoalan di tanah Papua
Melalui Juru Bicaranya, M.Rifai Darus, Gubernur Lukas menegaskan bahwa instrumen peraturan perundang-undangan hanyalah pondasi besar yang menyediakan banyak ruang perubahan dan kemajuan terhadap Papua, apabila disertai dengan komunikasi dan partisipasi yang konsisten oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
"Kolaborasi menjadi penting dalam mencapai perubahan dan kemajuan, untuk itu Gubernur Papua berharap agar ke depan relasi yang ada saat ini dapat berjalan semakin baik dan mengedepankan asas keterbukaan," kata Rifai kepada wartawan, Senin (19/07)
Ia menjelaskan, Gubernur Papua telah mencermati dan menganalisa dengan seksama perubahan terhadap 18 Pasal dan penambahan 2 (dua) pasal baru di dalam RUU Otsus Papua.
"Gubernur Papua berpendapat bahwa perubahan tersebut belum berbanding lurus dan sesuai dengan harapan dan kebutuhan Pemerintah Daerah dan rakyat Papua sebagaimana yang telah disuarakan dan disampaikan sejak tahun 2014 melalui usulan perubahan kedua atas UU No. 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua yang dikenal dengan istilah RUU Otsus Plus," jelasnya.
Sekalipun demikian, Gubernur Papua mengakui bahwa perubahan kedua atas UU Otsus tersebut secara parsial telah mengakomodir sejumlah masalah krusial yang berulangkali disampaikan dan diperjuangkan oleh Gubernur Lukas Enembe sejak tahun 2014, dan intens disampaikan kembali beberapa bulan terakhir ini seiring dengan penetapan RUU Perubahan Kedua atas UU Otsus Papua sebagai prioritas dalam Prolegnas.
Lima Kerangka Dasar
Terdapat 5 (lima) kerangka usulan dari Gubernur Papua untuk menjadi perhatian bagi Pemerintah Pusat dan DPR RI, yakni: Kewenangan, Kelembagaan, Keuangan, Kebijakan Pembangunan serta Politik Hukum dan HAM.
"Maka, berdasarkan point of view Gubernur Papua atas RUU Otsus Papua yang telah disahkan tersebut, dapat disimpulkan bahwa Pansus telah berusaha mengakomodasi dan mengagregasi kepentingan Papua dalam RUU Otsus Papua meskipun belum dirasa optimal," kata Rifai
Adapun lima kerangka dasar yang disuarakan belum sepenuhnya terjawab, namun harus diakui bahwa perubahan pada beberapa bagian diharapkan akan menjadi ruang baru bagi rasionalisasi kewenangan, penguatan kelembagaan, relokasi dan reorientasi dana otsus, efektivitas kebijakan pembangunan dan peningkatan partisipasi politik OAP melalui kelembagaan suprastruktur politik.
Sedangkan aspek Politik Hukum dan HAM tidak mendapat porsi dalam perubahan UU tersebut. Padahal desakan atas penyelesaian masalah politik hukum dan HAM secara komprehensif dan bermartabat rutin disuarakan oleh berbagai kalangan dan menandakan bahwa perihal tersebut merupakan hal yang urgent dan krusial.
Oleh sebab itu, pada Rapat Terbatas Kabinet (11 Maret 2020) Presiden Joko Widodo telah mengatakan agar evaluasi terhadap Otsus Papua dapat dilakukan dengan paradigma baru, cara kerja yang baru melalui sistem dan desain yang baru agar mampu menghasilkan lompatan kemajuan kesejahteraan bagi rakyat Papua. Kiranya itu menjadi pengingat bagi semua pihak, tidak terkecuali bagi Pemerintah Provinsi Papua sendiri.
Berangkat dari hal tersebut, RUU Otsus Papua juga melahirkan sebuah pasal baru yang merumuskan terbentuknya sebuah Badan Khusus yang diketuai oleh Wakil Presiden RI dan beberapa anggota dari perwakilan pusat serta perwakilan Pemprov Papua yang kemudian akan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah.
"Untuk itu, Gubernur Papua meminta agar Pemerintah Provinsi Papua dapat terlibat aktif dalam penyusunan Peraturan Pemerintah tersebut," tegas Rifai.
Gubernur juga menyampaikan ucapan terimakasih kepada Pemerintah Pusat, MPR RI, seluruh Fraksi di DPR RI dan DPD RI yang telah memberikan kontribusi kepada Provinsi Papua, sehingga disahkannya Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua dalam Rapat Paripurna DPR RI ke-23 Masa Persidangan V Tahun Sidang 2020-2021.
RUU ini berisi 20 pasal perubahan, dimana 18 diantaranya merupakan pasal perubahan dari UU Otsus no.21 tahun 2001, dan ditambah 2 pasal baru.
Adapun 18 pasal dari UU Otsus tahun 2001 yang diubah tiga diantaranya yang diusulkan pemerintah yakni pasal 1 tentang Ketentuan Umum, pasal 34 tentang dana otsus dan pasal 76 tentang pemekaran daerah provinsi/kabupaten/kota dapat dilakukan atas persetujuan MRPdan DPRP. Sedangkan pasal lainnya diusulkan DPR menyangkut hak politik orang Papua.**