MULIA, wartaplus.com - Keterlambatan masuknya dana Otonomi Khusus Papua tahun ini, dipertanyakan oleh masyarakat dan juga mahasiswa di Puncak Jaya.
Menanggapi hal itu, Bupati Puncak Jaya, Dr. Yuni Wonda, S.IP, MM meminta masyarakat dan juga mahasiswa yang selama ini menerima manfaat langsung dari program Otsus untuk bersabar
Ini disampaikan Bupati Yuni saat memimpin apel gabungan, Senin (14/06) pagi kemarin.
"Soal Otonomi Khusus Papua masih menjadi polemik di tengah masyarakat Papua. Kebijakan dan program ditolak, akan tetapi disukai karena ada guliran dana besar," ujar Yuni
Ia mengaku, akibat pro kontra kelanjutan Otsus yang mencuat, beberapa waktu lalu sejumlah mahasiswa melakukan aksi protes di kediamannya.
"UU No 21 tahun 2001 tentang Otsus masih menjadi pembahasan yang hangat di Pemerintah Pusat dan sampai hari ini belum disahkan, ini dikarenakan masih adanya polemik pro dan kontra terkait dilanjutkannya UU Otsus," ungkapnya.
Bupati membeberkan, beberapa waktu lalu para Kepala Daerah di Papua telah bertemu dengan Pemerintah Pusat untuk membahas terkait UU Otsus.
"Saya perlu tekankan bahwa dulu UU Otsus karena didalamnya ada uang 10 miliar yang bisa kita kasih untuk biaya kuliah anak daerah serta untuk melakukan pembangunan. Namun Otsus sekarang sudah berbeda karena belum adanya pengesahan dari Pusat, untuk itu saya himbau kepada seluruh pegawai agar bisa menjelaskan kepada masyarakat agar bisa bersabar menunggu prosesnya,"imbaunya.
Bupati Yuni menegaskan, undang undang Otsus bukan diputuskan oleh pemerintah daerah namun pemerintah pusat.
"Untuk itu saya mengimbau masyarakat tidak boleh bertindak sembarang apalagi bakar ban depan rumah. Masyarakat dan mahasiswa harus belajar kemandirian dan kesabaran. Kita harus menunggu. Bayar beasiswa sumber dananya dari Otsus. Jika belum disahkan mau bayar pakai apa," tegasnya.
Kebijakan kemandirian, menurut Yuni, gencar digabungkan kepada masyarakat sebagai dampak simpang siurnya bantuan kucuran pemerintah pusat ke Papua.
"Ajak masyarakat bikin kebun, karena bantuan raskin sudah tidak seperti dulu. Sebagai gantinya ada E-Warung, tapi kita kesulitan gunakan. Nanti dana otsus lambat juga sama, hasil bumi harus kita berdayakan dengan bikin kebun bukan bergantung pada beras raskin," pungkas Yuni. (Adv)