JAYAPURA,-Abeth You, jurnalis Koran Jubi dan tabloidjubi.com merekam aksi pemukulan seorang masyarakat yang terjadi di halaman Guest House Nabire, Sabtu (5/5) pagi. Ia pun saat itu hendak melakukan tugas jurnalistiknya.
Gara-gara merekam adegan aksi pemukulan ini Abeth You pun mengalami kekerasan fisik oleh oknum anggota kepolisian
Inilah kronologis kekerasan yang menimpa Abeth You, jurnalis Koran Jubi dan tabloidjubi.com terjadi di halaman Guest House Nabire yang diterima wartaplus.com, Minggu pagi. Dan kejadian tersebut Sabtu (5/5) pagi sekitar pukul 09.35 WIT.
Abeth dari rumah menuju ke Guest House Nabire, tempat digelarnya Debat Kandidat Pilkada Deiyai tahap kedua.
"Saya tiba di gapura gedung itu sudah dijaga ketat oleh anggota Polri (resort Nabire dan Paniai). Saya tunjuk kartu pers Jubi agar dibuka pintu tapi ditolak, polisi bilang harus ada id card yang disediakan KPU Deiyai. Saya telpon ke ibu Ekha Takimai, Bendahara KPU Deiyai. Setelah itu id card pers dari KPU itu diantar oleh Yan Pigai, seorang Inltekam Polres Paniai kepada saya. Saat saya masih di luar pagar itu masyarakat Deiyai yang hendak lihat, dengar, nonton dan menilai debat itu meminta agar pihak kepolisian membuka gembok gapura namun kepolisian bilang tidak bisa dibuka. Karena tutup pintu itu atas perintah lima komisioner KPU Deiyai, "ujar Abeth You dalam kronologisnya.
Kata dia, Mando Mote, salah satu perwakilan masyarakat terus meminta kepada Polri agar bicara dengan KPU agar masyarakat bisa masuk ke halaman gedung itu supaya masyarakat menilai visi, misi dan pertanyaan serta jawaban supaya nanti saat pencoblosan tidak salah pilih.
"Sekitar pukul 11.25 WIT, saya dipersilahkan masuk kedalam setelah id card itu diserahkan padaku. Saya masuk dan kenakan id card itu tiba-tiba ada keributan di belakang saya, ternyata kepolisian melakukan pemukulan kepada temanku Mando Mote setelah dia masuk dari belakang saya. Saya lihat, anggota Sat Brimob yang jaga di luar pagar juga masuk hingga tendang Mando sampai tiba-tiba darah keluar di testa bagian kiri, "ujarnya.
Lanjutnya, melihat itu saya bergegas keluarkan HPku dari saku celana dan langsung rekam video. Rekam hingga durasinya berapa menit.
"Saya lihat ada beberapa polisi muka jahat sama saya, tetapi saya tetap memotret. Hingga seorang anggota Provos pakaian lengkap (dinas) langsung larang saya ambil video. Dia semakin emosi hingga mau rampas Hpku, saya tetap bilang saya wartawan (sambil tunjuk id card pers dan baju pers yang saya pakai) tapi tidak indahkan, terus hiraukan,"ujarnya.
Selang beberapa menit, oknum Provos itu bawa tujuh orang anggota polisi ditambahkan teriakan dari anggota polisi lain agar Hpku itu harus diambil dan dihapuskan video itu. Anggota polisi itu tahan saya punya tangan, cekik leherku, tarik tas dari belakang, tarik baju hingga kaca mata minku yang saya gantungkan di baju itu dihancurkan. Kaca mata itu saya beli bulan lalu di Hola Plaza Jayapura seharga Rp. 1.750.000.
Saya lihat Kasubag Ops Polres Nabire, Sri Kasono tapi dia malah menjadi pelaku pemukul, tidak mampu atasi anak buahnya sampai dia juga marah saya. Saya langsung bilang ‘kau tidak mampu atur anak buah’. Dia terdiam.
Sekitar 30 menit berlalu saya masuk ke dalam ruang untuk saya liput berita. Usai itu, saya ditelpon Kasat Intel polres Nabire menyampaikan permohanan maaf, tapi tidak segampang itu saya terima.
1. Saya tidak dipukul.
2. Saya dicekik leher
3. Saya ditahan/dipegang tangan
4. Hpku dirampas paksa
5. Kaca mataku dihancurkan
Tidak ada foto saat saya diperlakukan kekerasan itu, kecuali video yang saya ambil dan sedang beredar itu medsos itu.*