Pemerintahan Sementara Benny Wenda Tidak Diatur dan Tidak Diakui

Advokat dan  Pembela Hak Asasi Manusia (HAM) Yan Christian Warinussy/Alberth

MANOKWARI, wartaplus.com- Advokat dan  Pembela Hak Asasi Manusia (HAM) Yan Christian Warinussy berharap dan meminta kepada Benny Wenda untuk memahami serta maknai isi deklarasi Saralana pada 6 Desember 2014 silam. 

Berkenaan dengan sikapnya dalam membentuk pemerintahan sementara dan "mengangkat' dirinya sendiri sebagai Presiden. Padahal didalam isi Deklarasi Saralana yang dihasilkan dari pertemuan para pemimpin rakyat Papua di dekat Port Villa, Vanuatu pada 30 November hingga 6 November 2014 tersebut tidak ada klausul yang menyebutkan bahwa bersatunya 3 (tiga) kelompok perlawanan rakyat Papua.

Misalnya sebut Warinussy, Negara Republik Federal Papua Barat (NRFPB), West Papua National Coalition for Liberation (WPNCL) serta National Parliament for West Papua atau Parlemen Nasional West Papua (PNWP). 

Lebih lanjut, ketiga organisasi besar yang diwakili Edison Kladius Waromi, Rex Rumakiek dan Benny Wenda menandatangani deklarasi tersebut untuk bersatu dalam koordinasi di bawah organisasi bernama United Liberation Movement for West Papua (ULMWP).

"Yaitu guna berjuang meraih hak menentukan nasib sendiri sesuai prosedur dan mekanisme internasional. Salah satu syaratnya sesuai prosedur dan protokol di organisasi regional bernama Melanesian Spearhead Group (MSG) adalah persatuan dan kesatuan organisasi perlawanan di Tanah Papua untuk masuk sebagai anggota dari MSG tersebut" ungkap Warinussy kepada wartaplus.com, Kamis (3/12/2020)

Untuk itu kata Warinussy, deklarasi pemerintahan sementara oleh Benny Wenda jelas tidak diatur dan tidak diakui di dalam Deklarasi Saralana yang merupakan embrio bagi lahirnya ULMWP tersebut.

Menurutnya bahwa jika benar ULMWP yang mencalonkan Benny Wenda sebagai seorang Presiden, maka ini sesungguhnya tidak benar dan perlu dicermati kembali oleh para pemimpin di dalam ULMWP itu sendiri. 

"Sebagai seorang Advokat dan Pembela HAM, saya ingin menyampaikan pesan agar langkah Benny Wenda di Oxfor, Inggris kiranya tidak kemudian dipakai secara sepihak oleh Negara Republik Indonesia, khususnya TNI dan Polri untuk kembali melakukan pendekatan keamanan yang frekuensinya ditingkatkan terhadap rakyat Papua tanpa studi analisis politik yang baik" tegas Warinussy.

Dia pun menjelaskan bahwa rakyat Papua sudah cukup cakap untuk mencermati segenap perkembangan politik dan keamanan apapun di Tanah airnya sendiri. Sangat tidak mudah memprovokasi rakyat dalam soal urusan mengenai Hak Menentukan Nasib Sendiri (right to self determination) tersebut. 

"Seyogyanya langkah politik Benny Wenda menjadi catatan penting bagi segenap organisasi perjuangan di dalam dan di luar negeri, termasuk ULMWP, dan juga OPM untuk melakukan evaluasi internal" tambah Warinussy.*