WARTAPLUS - Kalajengking umumnya memiliki racun atau venom sebagai pertahanan diri mencari makanan maupun untuk melumpuhkan musuh.
Bicara racun pada kalajengking, studi peneliti pada 2014 menemukan, venom racun kalajengking berasal dari protein hewan tersebut. Karena tantangan dan evolusi alam, kalajengking memutasi gen protein dalam tubuhnya untuk menjadi racun.
Peneliti juga menemukan racun pada hewan umumnya punya kisah yang sama. Awalnya, hewan yang punya racun memiliki senyawa tertentu dalam tubuh mereka. Tapi karena ancaman dari luar, membuat hewan mengembangkan diri untuk menghasilkan racun.
** Baca juga: Universitas Al Azhar Kairo Berencana Hapus Ayat Al Quran
Dikutip dari Insidescience, Jumat 4 Mei 2018, studi tim ilmuwan Chinese Academy of Sciences menemukan, protein dalam kalajengking, yang disebut defensin, ditemukan pada banyak tanaman dan hewan yang melawan bakteri. Artinya, senyawa protein itu dipakai kalajengking melawan musuhnya.
Peneliti mengurutkan genetika asam amino dalam defensin, dan menemukan adanya perubahan gen tunggal yang mengubah defensin menjadi racun.
Dari temuan itu, ilmuwan berpikir dahulu kala kalajengking berasal dari daratan dan karena alam tersapu ke lautan. Di lingkungan air itu, kalajengking berevolusi sampai muncul kembali ke daratan pada 400 juta tahun lalu.
Selama masa evolusi di perairan itu, kalajengking berupaya beradaptasi dengan lingkungan dan mangsa dan musuh baru yang berbeda dengan di lingkungan darat. Saat pindah ke laut, ukuran kalajengking menjadi menyusut sehingga kalajengking kesulitan untuk menangkap mangsa. Karena terdesak dengan kondisi, kalajengking mengubah atau memutasi protein menjadi racun, sebagai alat perlindungan diri.
"Saya kira munculnya racun dari defensin adalah konsekuensi dari adaptasi kalajengking kepada ukuran mereka yang menurun. Jadi mereka mengembangkan racun," jelas peneliti Shunyi Zhu.
Temuan peneliti China itu dikonfirmasi oleh peneliti Venom Evolution Laboratory Universitas Queensland, Australia.
Peneliti Venom Evolution Laboratory, Bryan Fry menjelaskan, terjadi perbedaan antara fisik kalajengking kuno dengan kalajengking yang telah berevolusi dalam lingkungan laut. Kalajengking terkuno dan terbesar punya cakar besar dan ekor kecil. Sedangkan kalajengking yang evolusi di laut dan kemudian kembali ke darat, punya hal yang berkebalikan, yakni cakar kecil dan ekor besar.
Pada kalajengking hasil evolusi laut, mereka menggunakan bentuk tubuh itu untuk menangkap dan melumpuhkan mangsa. [net]