JAYAPURA,wartaplus.com – Kurang lebih sepekan bekerja mengumpulkan data dan informasi dari para saksi dan keluarga korban, Tim Kemanusiaan Provinsi Papua untuk Intan Jaya mengumumkan temuan terbaru terkait kematian Pendeta Yeremias Zanambani pada 19 September lalu.
Tim Kemanusiaan Provinsi Papua untuk Intan Jaya terdiri dari tokoh agama, akademisi, jurnalis, aktivis kemanusiaan dan aktivis HAM. Dari data dan informasi yang diperoleh tim kemanusiaan mendapatkan sejumlah petunjuk baru terkait pelaku penembakan terhadap pendeta Yeremia Zanambani.
Ketua Tim Kemanusiaan Provinsi Papua, Haris Azhar, dalam keterangannya di Kota Jayapura mengatakan, dari hasil pemeriksaan sejumlah saksi dan keterangan saksi kunci yakni istri dari Pendeta Yeremias Zanambani diperoleh hasil bahwa pelaku penembakan diduga kuat dilakukan oleh oknum TNI.
“Dari keterangan saksi Meriam Zoani (istri korban) bahwa pada Sabtu (19/9) sekitar pukul 15.30 WIT empat personel TNI mendatangi kandang babi tempat pendeta Yeremias Zanambani berada dan sekitar pukul 18.00 WIT korban ditemukan dalam keadaan terluka akibat luka tembak pada tangan kiri dan luka senjata tajam pada bagian belakang,”katanya kepada pers di Kota Jayapura, Kamis (29/10).
“Diduga kuat penembakan ini melibatkan empat orang, dimana dua orang sebagai eksekutor sementara dua orang lainnya berjaga di sekitar lokasi penembakan,” sambungnya.
Dugaan ini diperkuat keterangan saksi Meriam Zoani yang mengenal salah satu anggota TNI yang mendatangi kandang babi tempat pendeta Yeremia Zanambani berada.
“ Dari empat orang yang datang ke kandang babi itu, ada satu oknum TNI berinisial A yang dikenal baik oleh Pendeta yeremia Zanambani bersama istri karena sebelum kejadian pelaku sering datang meminta makan, mandi dan sudah dianggap anak oleh pendeta Yeremia Zanambani dan istri,” ungkapnya.
Haris menduga, korban ditembak menggunakan senjata api berstandar militer dengan jarak kurang lebih 1 meter. Selain itu korban juga dianiya menggunakan senjata tajam pada bagian belakang.
“Dugaan kami bahwa penembakan terhadap Pendeta Yeremia Zanambani dilakukan dengan senjata api standar militer dengan jarak kurang dari 1 meter yang mengenai tangan kiri korban yang menyebabkan luka 7-10 sentimeter,” jelasnya.
“ Selain luka tembak, ditemukan juga luka pada bagian belakang korban akibat senjata tajam yang mengakibatkan korban meninggal dunia,” ucapnya.
Lanjut Haris, penembakan terhadap Pendeta Yeremia Zanambani diduga merupakan sebuah pelampiasan aparat TNI pasca gugurnya Pratu Dwi Akbar Utomo yang ditembak oleh Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) dua hari sebelumnya atau pada 17 September 2020.
“ Kami melihat bahwa respon balik serangan terhadap anggota TNI oleh Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) dibebankan kepada warga sipil yang ada di Distrik Hitadipa. Karena kami juga belum menemukan korelasi antara serangan terhadap personel TNI dengan pembunuhan Pendeta Yeremia Zanambani ini,” imbuhnya.
“ Kalau aparat TNI menuduh masyarakat sipil memilki koneksi dengan kelompok bersenjata yang ada diluar kampung, maka harus diungkap sehingga tidak ada saling tuduh menuduh yang akhirnya warga sipil menjadi korban,” pintanya.
Dengan adanya temuan tersebut, maka Tim Kemanusiaan Provinsi Papua merekomendsikan tiga poin penting kepada pemerintah, yakni meminta Presiden Joko Widodo untuk memerintahkan panglima TNI segera menarik pasukan dan menghentikan operasi militer di Intan Jaya.
Kedua, meminta Komnas HAM segera melakukan penyelidikan atas dugaan pelanggaran ham berat atas penembakan Pendeta Yeremia Zanambani di Distrik Hitadipa, Kabupaten Intan Jaya.
Ketiga, meminta Pemerintah Provinsi Papua membantu Pemda Intan Jaya untuk melakukan pemulihan psikologi sosial masyarakat Hitadipa yang trauma akibat rentetan kejadian penembakan di Distrik Hitadipa, Kabupaten Intan Jaya.
Sementara itu, Kapendam XVII/Cenderawasih, Letkol Arm Reza Nur Patria, yang dikonfirmasi mengatakan, hingga saat ini pihaknya masih melakukan penyelidikan. Jika ada anggota TNI yang terlibat dalam penembakan tersebut maka akan di proses sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.
“ Terkait permasalahan tersebut, sampai dengan saat ini pihak Kodam XVII/Cenderawasih masih melaksanakan penyelidikan lebih lanjut. Bila memang terbukti terdapat anggota TNI yang terlibat, maka akan diproses sesuai dengan ketentuan dan hukum yang berlaku,” ujarnya.