JAYAPURA,- Ketua DPRD Lanny Jaya, Terius Yigibalom menduga KPU Lanny Jaya menggelembungkan jumlah daftar pemilih tetap (DPT) di wilayah itu sebanyak 15.000 jiwa. Menurutnya, jumlah DPT ini tidak sesuai dengan data DP4 yang dikeluarkan pemerintah Lanny Jaya sehingga KPU Papua dan Bawaslu Papua diminta untuk mengambil tindakan tegas mengecek langsung ke Lanny Jaya.
Terius Yigibalom yang juga Tim Pemenangan pasangan Calon Gubernur Papua Lukas Enembe-Klemen Tinal (Lukmen) di wilayah Lanny Jaya menjelaskan, sesuai dengan data DAK2 dan data penduduk potensial pemilih pemilu (DP4) dari pemerintah, ada 168.256 jiwa di Lanny Jaya. Tetapi KPU Lanny Jaya saat melakukan pleno DPS, jadinya bertambah menjadi 193.491 jiwa.
“Tetapi tanggal 27 April kemarin, KPU melakukan pleno untuk tetapkan DPT Pilgub, berubah lagi menjadi 186.414 jiwa. Jadi setelah kami tim kampanye dari Lukmen lakukan pencermatan, ini antara jumlah penduduk dengan jumlah pemilih, selisihnya beda sedikit saja,” ungkap Terius kepada wartaplus.com, Minggu (29/4) malam via telepon seluler.
Menurutnya, penambahan DPT terlalu banyak karena pada saat pleno DPS itu penambahan hampir sekitar 25 ribu jiwa. Lalu saat pleno DPT, ada penambahan sekitar 15.000 jiwa. “Setelah kami telusuri, penambahan itu terjadi tidak di semua distrik tetapi ada sekitar delapan distrik yang notabene adalah distrik yang berdekatan dengan kampung Ketua KPU dan Ketua Panwas Lanny Jaya,” jelasnya.
Sebagai tim kampanye pemenangan Lukmen, Terius mengaku kecewa karena apa yang pihaknya sampaikan atau komplain karena hasil tidak sesuai dengan data resmi pemerintah, KPU Lanny Jaya tidak melengkapi, bahkan KPU sudah melakukan pleno DPT. “Kami laporkan sesuai mekanisme yang ada ke Panwas Lanny Jaya selaku pengawas proses penyelenggaraan pemilu, tetapi Panwas malah mendukung apa yang dilakukan oleh pihak KPU,” ujarnya kesal.
Ia juga mengatakan, pada proses rekapitulasi atau pleno DPT itu banyak yang keberatan, hingga suasana menjadi panas. Tetapi malah dalam laporan Ketua Panwas, ia dituduh sebagai pihak yang memerintahkan untuk bubarkan pleno.
“Padahal saya meminta untuk dilakukan sinkronisasi karena data KPU tidak sesui dengan data pemerintah. Hal ini perlu supaya sumber data jelas, tetapi malah KPU dan Panwas mereka menggunakan colkit PPDP (petugas pemutakhiran data pemilih, red). Padahal fakta di lapangan, PPDP tidak melakukan coklit karena pihak KPU memberikan uang transport yang minim dan pembagian dilakukan di Wamena, sementara untuk kembali ke Lanny Jaya, harga transportasi sudah melebihi uang transport yang diberikan,” terang Terius.
Data yang tanpa sepengetahuan pemerintah secara resmi ini, yaitu pemerintahan kampung, distrik dan terutama Disdukcapil, katanya, pihak KPU lakukan di luar, tanpa nomor induk kependudukan (NIK).
Karena itu, pihaknya mencurigai ada permainan Ketua KPU, Cs dan oknum di Disdukcapil untuk bisa dapatkan NIK, karena NIK itu pemerintah yang keluarkan. Yang terjadi, kata Terius kemudian, NIK orang lain, tetapi nama orang lain. Karena itu, pihaknya akan membentuk tim untuk periksa mereka, terutama untuk beberapa distrik yang terjadi kenaikan jumlah pemilih secara signifikan.
“Jadi kami lihat, penyelenggara dan pengawas mengotak-atik data padahal mereka tidak punya kewenangan itu sehingga pemerintah harus mengambil tindakan tegas berupa upaya hukum demi menegakkan wibawa pemerintah. KPU dan Panwas sebagai lembaga penyelenggara yang independen, harusnya menjaga netralitas,” tambahnya.
Ia berharap, KPU Provinsi dan Bawaslu Provinsi turun ke Lanny Jaya dan lihat langsung di distrik karena tanpa melakukan pleno di tingkat distrik. Kata Terius, Ketua KPU dan Ketua Panwas Lanny Jaya mempunyai hubungan kekerabatan yang sangat dekat sehingga secara tidak langsung mengorbankan kepentingan pasangan calon nomor urut 1 maupun nomor urut 2 dalam Pilgub Papua.
Jadi penggelembungan suara itu, apapun alasannya, lanjutnya, yang punya penduduk itu pemerintah sehingga DP4 yang resmi dikeluarkan pemerintah sebanyak 168.256 jiwa, KPU mestinya hanya lakukan coklit pencocokan bukan menambah DPT hingga 15.000 jiwa.
“Kami protes juga kenapa jumlah DPT masih tinggi, dan pada distrik lain DPT-nya lain, tetapi saat pleno langsung berkurang jumlah jiwa. Contoh kasus di Distrik Pirime. Data resmi dari KPU RI, hampir 5.000 lebih jiwa, tetapi terjadi pengurangan 1.700 lebih saat pleno. Pengurangan ini dikemanakan? Kami akan laporkan ke Bawaslu dan Gakkumdu untuk periksa ini karena ada indikasi kuat oknum yang terlibat,” tegas Terius.
Yang lebih parah lagi, katanya, semua permainan ini pemerintah tidak tahu. “Ini data pemerintah, tetapi data ini diotak-atik dan ini menyalahi aturan. Ini perbuatan melawan hukum dan ini sudah mengarah pidana. Kami harapkan, karena ini Pilgub sehingga KPU provinsi harus jeli dan harus ambil tindakan tegas. Tidak bisa lagi bermain-main dan kompromi. Ini peranan KPU dan Bawaslu provinsi. Dari pada nanti setelah Pemilu terjadi konflik di sana karena ini ada indikasi, masyarakat yang pada Pilbup kemarin tahu jumlah pemilih tetapi kemudian tiba-tiba berubah, akan konflik di daerah sehingga harus ambil tindakan tegas karena KPU da Panwas Lanny Jaya tidak bisa diharapkan," tandasnya.
Polda Papua Diminta Turun Tangan
Bupati Lanny Jaya Befa Yigibalom juga ikut menyikapi kisruh DPT di wilayahnya. Ia dengan tegas meminta kepada Polda Papua untuk turun tangan menyelidiki masalah DPT di daerah itu yang hingga kini masih bermasalah.
Bupati Befa mensinyalir ada pihak-pihak yang terlibat secara masif mulai dari komisi pemilihan umum (KPU) kabupaten, panitia pengawas (Panwas) kabupaten melegalkan permainan dan kepentingan pada Pilkada Gubernur Papua (Pilgub) maupun pemilihan legislative (Pileg) ke depan.
“Bahkan Gakkumdu (penegakan hukum terpadu, red) nonton saja. Ada apa ini? Masalah DPT Lanny Jaya masih terkatung-katung. Sudah jelas tidak ada coklit dan pleno di tingkat PPD, tapi dipaksakan oleh KPU Lanny Jaya,” ungkap Befa.
Jika masalah ini dibiarkan berlarut, Befa khawatir akan bermuara pada instabilitas daerah. Ia menegaskan, jika ada permainan oknum di Dinas Dukcapil Lanny Jaya dan KPU, maka ia tidak segan-segan memecat PNS itu.
“Saya minta dengan hormat bapak Kapolda memeriksa semua lembaga yang terus sengaja menghambat atau mengotori Pilgub Papua dengan manipulasi berjenjang yang sedang dibangun untuk kepentingan tertentu,” tegasnya. *