TELUK WONDAMA,wartaplus.com- Ketua Majelis Rakyat Papua (MRP) Provinsi Papua Barat Maxsi Nelson Ahoren mengatakan, di usia ke 75 tahun Indonesia telah merdeka tepat pada 17 Agustus 2020. Dimana momen ini menjadi sebuah sejarah panjang. Akan tetapi secara khusus upacara bendera merah putih yang berlangsung di Teluk Wondama harusnya menjadi cermin bagi negara dalam membuka lembaran sejarah bagi rakyat Papua pada umumnya, lebih khusus warga Papua di Teluk Wondama.
Ahoren berpendapat bahwa di kabupaten Teluk Wondama sendiri memiliki lukah tentang pelanggaran HAM berat, sehingga di momen HUT RI ke 75 tahun ini menjadi perhatian khusus oleh negara. Terlebih khusus disarabkan kepada pemerintah Wondama untuk lebih giat untuk membangun daerah Teluk Wondama demi kesejahteraan rakyat.
“Selaku pimpinan lembaga kultur orang asli Papua, saya berharap pelanggaran HAM berat masa lalu di Teluk Wondama harus menjadi perhatian Negara untuk diproses sesuai mekanisme dan harapan masyarakat Wondama” ungkap Ahoren kepada wartaplus.com di Wondama, Senin (17/8).
Lebih lanjut, Ahoren mengutarakan bahwa proses penyelesaian pelanggaran HAM harus didukung oleh masyarakat, sehingga pemerintah lebih serius dalam penyelesaian masalah HAM.
Penyelesaian pelanggaran HAM bukan saja di Teluk Wondama melainkan masalah pelanggaran HAM di seluruh pelosok tanah Papua harus diselesaikan oleh negara, sebab usia negara sudah sangat tua, maka harus melihat kembali persoalan di Papua untuk diselesaikan agar kepercayaan rakyat Papua kepada negara tetap ditanamkan.
Menurut Ahoren, negara sudah semakin dewasa di usia setengah abad ini. Meskipun tak dipungkiri bahwa sejumlah hal sudah dibuktikan oleh negara kepada rakyat Papua Barat dan Papua. Terbukti sekarang ini pembangunan sudah berjalan di tanah Papua.
Hanya saja salah satu persoalan tentang pelanggaran HAM belum serius diselesaikan oleh negara. Oleh sebabnya, negara harus menyelesaikan semua persoalan HAM Papua untuk dibwa ke ranah hukum hukum.
Tidak hanya itu, kata dia, negara juga harus memberikan kebebesan berdemokrasi kepada rakyat Papua. Termasuk bagaimana masalah yang dihadapi masyarakat adat Papua seperti yang terjadi di Tambrauw, Maybrat, Teluk Wondama, kabupaten Sorong yang menyangkut dengan izin kelapa sawit untuk ditarik kembali, sebab menjadi persoalan bagi masyarakat adat saat ini.
“Yang jelas bahwa Negara sudah dewasa dengan usia yang cukup lama ini, maka tidak ada alasan untuk negara menyelesaikan persoalan-persoalan di Papua. Artinya bahwa saat ini negara sudah hadir dan merdeka, tapi sekarang ini rakyat Papua merasa belum merdeka” tambah Ahoren. *