Oleh: George Saa
Papua harus berpihak untuk Papua
Di Papua harus terjadi pengalaman transformasi yang dalam dirasakan mengisi sendi-sendi kehidupan di tanah Papua. Transformasi ini dapat didorong lebih fundamental dengan mendorong penghentian gurita-gurita investasi kapitalis nasional dan international yang semakin menancap tentakel-tentakel penghisap Sumber Daya Alam (SDA) Papua.
Ekspansi global yang masuk di tanah Papua mestinya di hentikan apabila belum ada regulasi lokal yang disahkan oleh Undang-Undang (UU) Negara yang menjamin satu hal: investasi ini harus 100% berpihak pada kepentingan orang Papua untuk mencapai kemakmuran. Kemakmuran. Bila ini tidak di cegah, suatu saat orang Papua akan sesali ini. Investasi ditanah Papua harus di urus, disetuji, disahkan dan dikawal oleh orang Papua dengan jaminan negara lewat UU.
Agar orang Papua tidak melihat lagi melihat Indonesia hanya sebagai penguasa atas tanah Papua (bila ini benar), maka elit oligarki politik nasional, elit Papua baik sipil-militer, harus berhenti memperbutkan, menguasai dan mengelolah sumber daya ekonomi-politik yang Papua miliki. Papua saat ini tidak terpisah dari NKRI. Ini fakta yang jelas ada dan dirasakan saat ini. Kerangka pembangunan di Papua harus sepenuhnya dijalankan oleh orang Papua, yang memang secara inherent sangat kalah bersaing dengan kaum pemodal dan dihimpit/dikekang ketat borjouis-feodalis lokal (orang Papua juga) yang secara buta telah menjadi instrumen pendukung.
Mereka yang saat ini secara tidak sadar juga berkontribusi terhadap marginalisasi orang Papua. Mereka ini yang dimaksud itu adalah orang Papua sendiri yang telah diberi wewenang ataupun merebut wewenang tersebut (e.g. Birokrat, politisi, pejabat Papua).
Terimakasih Presiden Jokowi
Bangun Papua tidak mudah saat ini memang tidak mudah melakukan perubahan di Papua yang berpihak 100% untuk orang Papua. Semua tatanan kehidupan di Papua sudah selaras dengan tatanan kehidupan di wilayah lain di Indonesia. Sistim hukum, ekonomi, pendidikan, pemerintahan dan tatanan lain saat ini sedang diselaraskan dengan wilayah lain di Indonesi padahal Papua ini ingin mengalami kekhususan perlakuan (treament) yang berbeda.
Ini hal mutlak dan fair menurut saya sebab Papua ini dibangun secara massive dan dipercepat hanya pada pemerintahaan President Jokowi. Artinya, setelah 40 tahun plus baru Papua mendapatkan sentuhan khusus oleh pemerintahaan Jokowi. Bapak Presidentpun mengatakannya di beberapa pidatonya yakni saat ini memang kita harus bangun Papua karena sudah lama di tinggalkan.
Saya melihat pembangunan di Papua memang harus dikhususkan. Bila perlu, disetiap kementrian ada unit khusus yang dibentuk untuk mengelolah Papua. Sistem keuanganpun harus di khususkan dan tidak bisa di generic-kan. Pemimpin Papua harus diberikan pijakan hukum yang jelas soal keuangan untuk dapat mengalokasikan, mengeluarkan uang negara untuk kepentingan rakyat Papua tanpa harus berpatokan pada sistem keuangan yang di wajibkan oleh negara di provinsi lain di Indonesia ini.
Ini baru Papua itu khusus, Papua yang sedang diperjuangkan pembangunannya. Contohnya, program khusus untuk mendukung kegiataan budaya atau mungkin juga hal tertentu seperti konflik sosial (peperangan) harus dapat diselesaikan dengan uang negara (bayar denda, kegiataan adat rutin dsb) agar (contoh saja) kepala daerah/pemimpin di daerah ini tidak harus pikir mengambil uang ‘sampingan’ dari mana-mana untuk pakai jadi uang ‘jaga-jaga’ untuk atasi isu sosial, ekonomi dan lainnya.
Kemudahan Harus Dihadirkan di Papua
Pemerintah harus fokus dipembangunan manusianya, adatnya, budayanya dan segala tatanan kehidupan orang Papua yang mengangkat pride-nya.
Saat ini Indonesia sudah berhasil meng-cut ‘middle-man’ dan menyentuh langsung masyarakat Indonesia. Ini terlihat dengan banyak aplikasi-aplikasi terbaru yang memudahkan kehidupan di Indonesia. Bisnis dapat dijalankan oleh masyarakat Indonesia, dengan meraup keuntungan langsung dan sangat menghemat waktu: aplikasi grab, gojek, uber, gofood dan lainnya yang hadir saat ini sangat memudahkan kehidupan di Indonesia.
Prinsip yang sama dapat diterapkan di Papua. Bila hari ini kehadiran birokrat di Papua memperlambat akses rakyat Papua untuk mengakses kemudahan bekerja untuk membangun Papua secara langsung, saya rasa kemudahan dapat dihadirkan dengan memangkas peran birokrat di Papua yang tugas utamanya ini mendistribusikan kesejahteraan orang Papua lewat dana pemerintah (public fund).
Pelayanan yang langsung menyentuh rakyat Papua sangat layak untuk dikelolah langsung oleh lembaga yang lebih profesional, dimana diharapkan putra/i terbaik Papua yang menjalankannya. Ini memang butuh waktu untuk membangun perangkat kerjanya dan kerangka bekerja. Namun kehadiran internet cepat yang telah diresmikan Bapak President Jokowi di Papua/Papua Barat sudah menjadi modal dasar utama untuk cipta kemudahan-kemudahan hingga sama seperti yang sudah ada di kota sekelas Jakarta.
Mahalnya Biaya Politik
Saya selalu percaya kalau fondasi dari dipercepatnya pembangunan yang adil dan merata terdapat pada good political will dari pemimpin Papua. Sayangnya, ongkos untuk menjadi pemimpin di Papua (Gubernur, Bupati, Walikota) sangat mahal dan seharga puluhan bahkan ratusan milliar rupiah.
Oleh ini biaya politik di Papua bahkan di seluruh Indonesia harus ‘dimurahkan’ sehingga pemimpin muda berkualitas maupun mereka yang sangat memiliki kompetensi dapat ikut bertarung menjadi pemimpin daerah dengan motivasi yang jelas: membangun, membawa perubahan dan mendorong maju orang Papua. Bukan lagi memajukan partai politik, memajukan pebisnis kapitalis/pemodal dan juga bukan lagi menjadi pejabat yang keinginannya mengembalikan biaya politiknya (cost recovery).
Ini akan menjadi suatu social mindset baru di Papua dan Indonesia. Pola pikir seorang pemimpin yang ingin hadir untuk membawa perubahan dan bukan lagi kepentingan golongan. (Bersambung…)