Anggota DPRD Ini Minta Wali Kota Revisi Surat Edaran dan Lebih Manusiawi

Abdullah Gazam/Istimewa

SORONG, wartaplus.com-Menyikapi surat edaran Walikota Sorong nomor 445.1/258 pada 4 Mei 2020 lalu, terkait dengan beberapa poin yang wajib ditaati oleh para pelaku usaha dan masyarakat kota Sorong pada umumnya. Mendapatkan kritikan tajam dari Anggota DPRD Papua Barat, Dapil Kota Sorong, Abdullah Gazam, Miinggu (10/5).

Dalam keterangannya semalam, Gazam demikian sapaan akrabnya menila penerapan kebijakan pemerintah kota Sorong khususnya pada point ke 2 yaitu terkait pembatasan aktifitas pelaku usaha, sangat tidak adil dan tidak manusiawi jika diberlakukan sama kepada seluruh pelaku usaha. 

"Menurut saya penegasan pada poin 2 tersebut harus ada pengecualian kepada para pelaku usaha, khususnya para pedagang kaki lima yang biasanya baru memulai berjualan dari jam 5 sore sampai dengan waktu malam hari. Kita mengambil contoh misalnya mama-mama pelaku usaha yang berlokasi di depan GOR kompleks pasar bersama, bahwa yang mereka jual itu berupa jajanan makanan menu berbuka puasa dan sahur karena bertepatan dengan bulan Ramadhan. Begitu pun para pedagang malam di sekitaran Toko Thio dan sepanjang jalan Basuki Rahmat. Hal yang perlu dipertimbangkan adalah durasi mereka berjualan itu biasanya menjelang berbuka puasa dari jam 5 sore, olehnya itu ketika kebijakan walikota Sorong untuk menyamaratakan dengan pelaku usaha lainya yang sudah mulai berjaualan dari jam 5 subuh, maka disinilah letaknya ketidakadilan dan tidak pekanya pemerintah dalam melihat masyarakatnya. Olehnya itu pelaku-pelaku usaha yang saya sebutkan di atas kalau sekiranya mereka berjualan mulai dari jam 5 sore kemudian harus ditutup di jam 7 malam, berarti hanya 2 jam saja mereka berjualan, secara logika akal sehat apakah jualan mereka sudah laku terjual semua?" kritik Gazam.

"Coba di tengok, diajak bicara mereka. Mama-mama itu sampai menangis karena jualannya dibawa pulang belum laku, mau putar untuk modal jualan kembali saja sudah susah. Kalau seperti ini di mana hati nuranimu Pemerintah Kota Sorong? Ingat bahwa kalian dibayar oleh negara tiap bulan jelas pemasukanya, tetapi mereka rakyat biasa itu dari mana kalau bukan dengan cara berjualan.? Memang pemerintah kota Sorong ada berikan mereka bantuan kah sampai begitu kerasnya membubarkan mereka dengan cara seperti itu. Saya sudah mengecek satu per satu rata-rata yang jualan itu tidak mendapatkan bantuan, sungguh sangat miris," imbuhnya dengan nada kesal.

Ia menegaskan bahwa bantuan dari pemerintah dinilai tidak tepat sasaran, karena hasil peninjauannya langsung di lapangan bahwa mereka yang berjualan itu tidak ada satu pun yang mendapatkan bantuan dari pemerintah. Jadi menurut Gazam, sangat wajar ketika mereka berjualan demi memenuhi kebutuhan keluarganya, apalagi ini memasuki tahun ajaran sekolah. Kehidupan ekonomi keluarga semakin terhimpit.

"Masa tidak ada toleransi buat mereka. Olehnya itu saya minta kepada Walikota Sorong untuk segera merevisi poin 2, harus ada pengecualian kepada pelaku-pelaku usaha yang mulai berjualan dari jam 5 sore sampai dengan Jam 9 malam dengan tetap mengikuti himbauan pemerintah menjaga jarak dan menggunakan masker. Saya berharap kedepan setiap kebijakan yang dibuat jangan menurut selera sendiri, tetapi harusnya ada kajian lapangan lebih mendetail dan matang baru keluarkan kebijakan," harapnya.

Sejumlah pedagang yang ditemui juga mengeluhkan hal serupa. Mereka dengan sangat terpaksa harus menutup jualannya lebih cepat dibandingkan sebelumnya. Padahal belum balik modal. Mereka mengaku tidak tahu mau mengeluh ke siapa lagi, karena yang dihadapi adalah orang nomor 1 di Kota ini.* .