Ditanya Akan Nyapres, Anies Geleng Kepala

Anies Baswedan - Istimewa

Wartaplus. Perlahan tapi pasti, elektabilitas Anies Baswedan terus terkerek. Dalam survei teranyar, Gubernur Jakarta itu berpeluang jadi kuda hitam dan head to head melawan Jokowi di Pilpres nanti. Hanya saja, Anies seperti kurang tertarik. Saat ditanya apakah akan nyapres, Anies masih menggelengkan kepala.

Di hari Imlek kemarin pagi, Anies dan Wagub DKI Sandiaga Uno berkunjung ke Vihara Dharma Bakti, Glodok, Jakarta Barat. Sandi datang lebih dulu sekitar pukul 10.45 pagi. Lima belas menit berselang, Anies datang ditemani puteranya, Ismail Baswedan.

Dandanan Anies lumayan santai, dengan batik lengan pendek warna merah. Sementara anaknya kaos oblong warna hitam. Keduanya langsung disambut dewan pengurus Vihara. Dia bilang, tiap tahun memang rutin datang ke vihara ini dan selalu mengajak anak-anak. “Buat kasih pengalaman kebudayaan bagi mereka,” kata Anies. Sama seperti Sandi, Anies pun mengucapkan selamat tahun baru dan semoga di Tahun Anjing Tanah ini membawa keberkahan, memperluas rezeki semua.

Namun saat, ditanya soal hasil survei Indo Barometer yang menyebut ia berpeluang melawan Jokowi di Pilpres nanti, Anies tak banyak berkomentar. Apakah akan nyapres? Eks Mendikbud itu hanya mengeleng-gelengkan kepala sambil tersenyum. “Enggak,” ungkapnya.

Sekadar info, sehari sebelumnya, Indo Barometer merilis hasil survei terbarunya yang diberi judul “Dinamika Pilpres 2019, Tiga Skenario; Siapa Kuda Hitam?”. Survei ini memperlihatkan elektabilitas Anies terus naik dengan tingkat keterpilihan 12,1 persen. Padahal elektabilitas Anies di akhir tahun lalu hanya 6 persen. Elektabilitas capres tertinggi masih ditempati oleh Jokowi dengan 49,9 persen.

Direktur Eksekutif Indo Barometer M Qodari mengatakan Anies berpeluang jadi kuda hitam, penantang kuat Jokowi jika Prabowo tidak maju lagi sebagai capres. Kata dia, ada beberapa alasan kenapa elektabilitas Anies naik, padahal baru 4 bulan menjadi gubernur DKI.

Pertama, kuatnya opini dan dukungan dari masyarakat tanpa menunggu penetapan capres dari parpol. Kata dia, situasi ini persis seperti Jokowi menjelang pilpres 2014.  Alasan lain lanjut Qodari, tingkat pengenalan masyarakat, tingkat kesukaan dan daya tarik terhadap Anies cukup tinggi. Hanya saja, ada syarat yang harus dipenuhi oleh Anies untuk bisa naik ke level pilpres. Yaitu, Anies harus mampu menyelesaikan persoalan DKI. “Jika Anies mampu, orang akan menilai bahwa ia cocok jadi presiden,” kata Qodari.

Menanggapi hasil survei ini, Wasekjen Gerindra Aryo Hadikusuma mengatakan, partainya belum membicarakan potensi Anies untuk nyapres. Dari hasil pertemuan dengan Anies baru-baru ini, Aryo bilang, Anis masih fokus menyelesaikan persoalan Jakarta seperti banjir, dan perumahan. “Jadi, untuk maju ke pilpres belum ada,” kata Aryo. Hanya saja, Arto bilang kemungkinan Anies nyapres mungkin saja memang ada. Dalam politik, tidak ada yang tidak mungkin. “Hanya Tuhan yang tahu (apakah Anies niat nyapres atau tidak),” ungkapnya.

Isu Anies kebelet nyapres sebenarnya sudah muncul sejak  direshufle Jokowi. Sebuah koran ternama di Singapura pernah mengulas bagaimana ambisi Anies nyapres. Teranyar, wartawan senior Asia Times John McBeth juga memuat analisa menarik seputar Pilpres 2019. Dalam artikel berjudul “Widodo Steams Towards Easy Second Run” yang dirilis 7 Februari lalu, McBeth mengulas tentang hasrat Prabowo yang akan maju lagi pada Pilpres 2019. Prabowo dinilai memiliki sejumlah modal besar untuk bisa menjadi lawan berat Jokowi. Menurut dia, berdasarkan narasumber orang dekat Prabowo disebutkan, pendamping Prabowo di pilpres nanti adalah Anies Baswedan.

Anies diunggulkan karena memiliki beberapa kelebihan dan cukup dikenal masyarakat. Namun, jadi tidaknya Anies menjadi pendamping Prabowo, tergantung kemampuan dan prestasi Anies beberapa bulan ke depan dalam mengemban amanah sebagai Gubernur DKI.

Pengamat politik Universitas Al-Azhar Ujang Komarudin mengaku tak kaget jika ada survei yang menyebut Anies sebagai kuda hitam. Menurut dia, tokoh alternatif di luar Prabowo dan Jokowi adalah Anies Baswedan. “Namun Anies harus membuktikan kinerjanya terlebih dahulu,” kata Ujang.

Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR) itu menilai, jika pilpres 2019 masih menghadirkan calon yang sama seperti 2014, maka dipastikan regenerasi kepemimpinan bangsa akan terhambat. Dampaknya, pola penanganan berbagai persoalan bangsa dan negara pun tak akan banyak berubah. “Ada kesan pengkondisian bawha calon yang muncul itu-itu lagi,” ujarnya. Ujang berharap, partai politik mendorong untuk membuka kaderisasi kepemimpinan nasional untuk memunculkan tokoh-tokoh terbaik di negeri ini. “Ketika sudah muncul biar rakyat yang menilai dan memilih”.