John Wempi Wetipo

Putusan PTUN Makassar Jawaban Sebuah Kebenaran

John Wempi Wetipo/Istimewa

NABIRE,-Tim kuasa hukum Lukas Enembe dan Klemen Tinal (LUKMEN) harus kembali pasrah setelah PTUN Makasar Rabu (04/4) pada putusan sidang perkara nomor 24.G/PILKADA/2018/PTTUN.mks menolak seluruhnya gugatan yang di ajukan oleh kuasa hukum LUKMEN.

Sebelumnya Sabtu, (10/3) Bawaslu Provinsi Papua lebih dulu menolak seluruhnya gugatan bernomor registrasi 01/PAS/BWS-PA/33.00/II/2018 yang diajukan oleh tim kuasa hukum LUKMEN.

“Saya pikir perlahan tapi pasti kebenaran mulai terungkap, siapa yang benar dan siapa yang salah,” tutur calon Gubernur nomor urut 2 John Wempi Wetipo kepada wartawan di Nabire Rabu (4/4).

Menurut Wempi Wetipo,yang mereka mengugat KPU, tapi sebenarnya sasarannya saya yang telah di tetapkan sebagai calon Gubernur nomor urut 2 yang mana mereka berijasa Palsu.

“Saya ini di serang dengan ijasah palsu padahal saya peroleh gelar SH.MH itu dengan cara legal dan itu sah diakui oleh Uncen, terus mereka mau cari apa,” tutur Wempi Wetipo dengan nada tegas.

Lanjut Wempi Wetipo, jika ia berijasah palsu tidak mungkin dirinya bisa memimpin Jayawijaya 2 periode dan bisa ditetapkan oleh KPU Papua sebagai calon Gubernur pada pilkada serentak tahun 2018 dengan nomor urut 2. 

“KPU saat melakukan verifikasiberkas, sudah mendatangi perguruan tinggi dimana kita memperoleh ijasa dan hasilnya lolos verifikasih, tapi kok mereka masih mempersoalkan itu yang aneh,”tutur cagub nomor urut 2 ini. 

Tapi selaku orang beriman, John Wempi Wetipo mengucap syukur dan berterima kasih kepada Tuhan yang telah menunjukan sebuah kebenaran dengan dua kali menolak gugat tim kuasa hukum LUKMEN.

Sebelumnya pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN) Makassar dalam putusan sidang Rabu (4/4) pukul 10.00 WIT di ruang sidang utama, PTTUN Makassar menolak gugatan pasangan Calon Gubernur Papua, Lukas Enembe-Klemen Tinal (Lukmen) yang menggugat KPU Papua karena meloloskan pasangan Calon Gubernur Papua Wempi Wetipo yang diduga menggunakan ijasah palsu.
Majelis hakim Arifin Marpaung dan dua anggota majelis hakim dalam membacakan amar putusan Perkara Nomor 24/G/Pilkada/2018/PT.TUN, menjelaskan gugatan mempersoalkan ijasah Wempi Wetipo, SH.MH yang diduga palsu, berdasarkan undang-undang, KPU dapat melakukan klarifikasi kepada instansi yang berwenang.

Meskipun adalah fakta yag mengakibatkan keraguan mengenai keabsahan ijasah atas nama Wempi Wetipo SH MH, berdasarkan pasal 63 peraturan KPU Nomor 3 tahun 2017, penggugat dapat melakukan klarifikasi pada instansi yang berwenang.

Majelis juga menimbang bahwa tergugat telah melakukan verifikasi dan klarifikasi terhadap keabsahan ijasah S1 dan S2 Wempi Wetipo SH MH kepada instansi yang berwenang yakni dengan cara mengirim surat kepada Rektor Uncen Jayapura tanggal 12 Januari 2018.

“Rektor Uncen telah membalas pada tanggal 19 Januari 2018 bahwa ijasah S1 atas nama Wempi Wetipo adalah benar dan sah dikeluarkan oleh Uncen dengan keputusan Rektor nomor 0027-UN20-JYP-2012,  tahun 2012. Sedangkan ijasah S2 dikeluarkan tanggal 28 Maret tahun 2013,” tutur Arifin Marpaung.
Atas surat tersebut, tergugat telah mengeluarkan berita acara pada tanggal 20 Januari 2018. Dengan demikian, tergugat telah melakukan klarifikasi atas adanya keraguan dan pengaduan masyarakat sebagaimana disebutkan dalam pasal 63 peraturan KPU No 3 Tahun 2017.

Menimbang bahwa tergugat telah meneliti kesesuain dengan syarat dokumen dan persyaratannya sesuai dengan tata cara dan prosedur yang telah ditentukan dalam pasal 43 DKPU nomor 3 tahun 2017, maka gugatan penggugat yang mempersoalkan klarifikasi dan verifikasi secara tidak baik dan benar, adalah tidak terbukti adanya. 

Oleh karena itu, pengadilan berkesimpulan bahwa tergugat telah menggunakan wewenangnya untuk melakukan penelitian dan klarifikasi terhadap persyaratan calon, khususnya persyaratan ijasah atas nama Wempi Wetipo, SH.MH sesuai dengan prosedur yang ditentukan dalam peraturan KPU nomor 3 tahun 2017 serta penyelenggaran asas umum penyelenggara yang baik sehingga telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan sebagai penyelenggara yang baik. 

Dengan demikian, pengadilan mempertimbangkan gugatan tidak terbukti, dan harus dinyatakan ditolak. 
“Dengan putusan ini maka pihak penggugat harus dinyatakan sebagai pihak yang kalah dan diwajibkan membayar biaya perkara sebesar Rp 378 ribu yang timbul dalam pemeriksaan sengketa ini,”tegas Marpauang.*