Hal Ini yang Membuat Paslon JOSUA Kunjungi PTPN II Arso

John Wempi Wetipo saat mengunjungi pabrik kelapa sawit/Istimewa

KEEROM,- Salah satu kebun kelapa sawit yang dikelolah PTP Nusantara II di Pabrik Kebun Arso, Kabupaten Keerom, ternyata sudah sejak lama tak dapat beroperasi dengan maksimal. Penyebabnya karena ada masalah pelepasan lahan yang diduga direkayasa pihak lain.

Hal itu terungkap saat pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur Papua John Wempi Wetipo-Habel Melkias Suwae (JOSUA) mengunjungi pabrik ini yang disambut langsung oleh pengelola pabrik kelapa sawit Simanjuntak dan ketua Dewan Adat wilayah Keerom Serfa Kuamis, Rabu (21/3) kemarin.

Pabrik kelapa sawit seluas 50 ribu hektar yang terletak di Arso VII ini memiliki masalah pembebasan lahan sejak tahun 1982. Dan masyarakat adat setempat mengklaim bahwa tanah itu direkayasa oleh kelompok lain.

"Ada pelepasan tanah adat tapi tidak dilakukan oleh odoafi dan masyarakat pemilik hak ulayat, itu sebabnya sekarang mereka tidak memproduksi maksimal karena ada pemalangan di perkebunan itu sehingga PTPN II tidak beroprasi dengan baik karena bermasalah dengan masyarakat," kata Wempi Wetipo.

Menurut Wempi Wetipo, PTPN merupakan perusahaan milik negara (BUMN) dan setidaknya harus ada solusi yang diberikan kepada rakyat pemilik hak ulayat, paling tidak masyarakat diberi akses yang lebih besar. "Kalau tuhan berkenan proses kedepan berjalan, kita akan memfasilitasi untuk menyelesaikan ini supaya masyarakat juga berpenghasilan yang pasti. Nah, itu masalahnya dan kita akan urai bersama," ujarnya.

Kabarnya, ada investor baru atau pihak ketiga yang didatangkan oleh pemerintah Provinsi Papua yang tidak diketahui berasal dari mana sehingga masyarakat menuntut pemprov mengganti lahan seluas 50 ribu hektar itu.

Ketua Dewan Adat wilayah Keerom Serfa Kuamis menyampaikan pihaknya sangat prihatin dengan kondisi kebun yang saat ini macet dan berharap masalah ini dapat segera diselesaikan dengan masayarakat agar petani kelapa sawit dapat beroperasi kembali.

"Semua dokumen kami dari tahun 1982 itu kami sudah sampaikan ke pemerintah tapi sampai saat ini belum ada tindakan selanjutnya untuk penyelesaian. Sehingga masyarakat adat memalang dan akhirnya petani takut untuk memanen karena menyangkut hak ulayat. Pemerintah kalau menggunakan harus duduk dan cerita bersama kami di para-para adat. Kami harap pemerintah turun dan perbaiki pelepasan yang dibuat dengan sepihak itu," kata Serfa. *