Pilkada Damai

Gubernur Papua Berkomitmen Wujudkan Pilkada Damai di Papua

Caption foto : Pjs Gubernur Papua, Soedarmo didampingi oleh Bupati Jayapura, Mathius Awoitau dan Sekda kabupaten Jayapura, Yerry Ferdinan Dien saat berjalan menuju lapangan upacara, Senin (12/3)/Fendi

SENTANI,-Pejabat Sementara (Pjs) Gubernur Papua, Mayjen TNI (Purn) Soedarmo kembali menyerukan pilkada damai di Provinsi Papua. Hal ini diutarakan saat memimpin apel pagi Aparatur Sipil Negara (ASN)  di lingkup pemerintah Kabupaten Jayapura, Senin (12/3).

Menurut Soedarmo, dalam pelaksanaan pemilukada serentak di 17 Provinsi, Papua adalah salah satu daerah rawan konflik dalam penyelenggaraan pilkada.

“ Dari hasil survei dan hasil penelitian para pakar dan aparat keamanan bahwa indeks kerawanan Papua adalah nomor 1, paling pertama dibandingkan dengan yang lain. Provinsi Papua adalah salah satu yang paling rawan dari 17 Provinsi penyelenggara pilkada tahun 2018,” bebernya.

Sementara dari 315 peserta pilkada tingkat kabupaten ada 4 kabupaten di Papua yang masuk dalam daerah rawan. “Dari 7 kabupaten di papua yang ikut pilkada dari 315 kabupaten, empat diantaranya masuk daerah rawan konflik, sehingga ini harus menjadi perhatian bersama,”ujarnya.

Meski demikian, gubernur menyampaikan bahwa hasil survey bukan harga mati dan mutlak, masih bisa merubah prediksi tersebut. Ia menyampaikan bahwa dirinya telah berkomitmen untuk mensukseskan pemilukada di Papua dengan aman dan lancar.

“Jadi saya punya komitment untuk membalikan prediksi dan stigma bahwa papua adalah daerah rawan. Kita akan balikan asumsi itu menjadi papua yang paling aman diantara 17 provinsi dan 315 kabupaten penyelenggara pemilukada serentak. Saya yakin dan percaya ini bisa kita lakukan, mari kita sikapi bersama bahwa Papua adalah daerah paling damai, aman dan harus kita tunjukan pada saat pilkada, mari kita balikan persepsi yang ada, mari bersama bersatu dan menyatukan pola sikap dan pola pikir kita untuk wujudkan hal itu,”ajaknya.

Dkatakan, untuk mewujudkan pemilukada yang damai dan aman di Papua maka, dibutuhkan komitman bersama dari 3 unsur yang terlibat dalam pemilukada tersebut, yakni penyelenggara (KPU dan Bawaslu), kontestan pilkada (pasangan calon), dan masyarakat sebagai pemilih.

“Penyelenggara baik KPU maupun Panwas harus bersikap netral dan tegas. Harus memegang teguh aturan-aturan yang sudah ditetapkan. Apabila kedua penyelenggara ini tidak netral,  maka akan mengganggu kelancaran dan kesuksesan pilkada,”katanya.

Yang berikut adalah para kontestan, mereka harus mendukung dan menciptakan pilkada yang aman, lancar, berintegritas dan bermartabat.

“Para kontestan tidak boleh melakukan kampanye yang merugikan pasangan lain, para calon dilarang berkampanye yang menyuarakan masalah kebencian, adu domba, kampanye yang menyampaikan atau menyebarkan berita hoax, dan kampanye hitam lainnya yang bisa menimbulkan konflik yang mengganggu kesuksesan pilkada di Papua,”bebernya.

Hal berikut adalah persentase pemilih adalah bagian dari kesuksesan pilkada serentak di Papua, masyarakat harus memberikan hak suaranya sesuai dengan hati nurani dan bukan karena iming-iming sesuatu.

“Kami harap seluruh masyarakat hadir pada saat pencoblosan, hadir di setiap TPS untuk memberikan hak suaranya, jangan sampai golput. Ingat bahwa ini pesta 5 tahun sekali, mari kita meriahkan pesta ini dengan kehadiran di setiap TPS untuk mencoblos,” ajaknya.

“Pada saat memilih, harus menggunakan hati nurani, jangan karena kepentingan sesaat, atau karena iming-iming jabatan. Ingat bahwa saat kita memilih dengan iming-iming tertentu maka kita akan kecewa di kemudian hari, jangan ada karena pengaruh-pengaruh pemberian sesuatu barang atau uang kita memilih” tambahnya.

“ Kalau memilih karena uang, kita merendahkan martabat kita sendiri, jadi tidak boleh menjadi pribadi yang dihargai dengan uang, ini juga menunjukan sikap kedewasaan kita dalam mengikuti politik,”tegasnya.

Ia juga menyampaikan, didalam kompetisi ada yang menang dan kalah, sehingga ia berharap yang menang tidak terlalu bergembira dan bereforia secara berlebihan sehingga menjadikan pasangan yang kalah timbul kecemburuan.

“Bagi yang kalah harus menerima kekalahan, karena pilkada adalah proses demokrasi. Saat kalah itu menunjukan ujian kematangan seorang dalam berpolitik,”tutupnya. [Fendi]