Saksi Pemohon Sebut Kasus JWW Pernah Di-SP3-Kan Polda

Yan Matuan, saat menjadi saksi Pemohon (LukMen) dalam sidang musyawarah penyelesaian sengketa Pilgub di Kantor Bawaslu Papua / Djarwo

JAYAPURA,- Dalam sidang lanjutan musyawarah penyelesaian sengketa Pilgub 2018, yang digelar di Kantor Bawaslu, Senin (5/3), terungkap lewat pernyataan saksi pemohon (LukMen) bahwa dugaan ijasah tak sah milik Jhon Wempi Wetipo (JWW) pernah di SP3 kan Polda Papua.

Yan Matuan yang merupakan saksi Pemohon dalam musyawarah tadi mengungkapkan hal tersebut di hadapan majelis musyawarah dalam hal ini Bawaslu Papua dan Kuasa Hukum dari tiga pihak.

"Ternyata dalam persidangan tadi terungkap bahwa masalah tersebut sudah pernah dilaporkan ke Polda Papua pada tahun 2013, tetapi itu di SP3 kan, dan sampai sekarang tidak pernah ada putusan pidana yang berkekuatan Hukum," ujar Kuasa Hukum Termohon (KPU Provinsi Papua), Heru Widodo.

Jelas Heru, sebelumnya fakta yang terungkap dalam persidangan yang pertama adalah KPU sudah melakukan verifikasi administrasi dan faktual terhadap keabsahan ijazah S1 dan S2 Jhon Wempi Wetipo di universitas Cenderawasih (Uncen).

"Oleh karena itu, dengan berdasarkan asas kepastian hukum, maka ijazah itu tidak dikatakan palsu, karena dari dugaan tidak bisa kalau pemohon mengatakan patut digugat. Kalaupun tadi pemohon mengatakan ada laporan masyarakat, itu bukan bentuk laporan masyarakat tetapi klarifikasi hanya dalam bentuk surat yang disampaikan oleh KPU dan tanpa diikuti dengan bukti pendukung," ujarnya.

Dibeberkan Heru, dengan memperhatikan hasil verifikasi faktual dari Uncen bahwa ijazah itu sah, maka KPU merasa tidak perlu lagi melakukan klarifikasi lagi ke bawah terkait ketentuan PKPU-nya.

Ditambahkan, dari persidangan tadi, saksi lain pemohon atas nama Dra. Metha Gomis dari Kopertis wilayah 14 (Maluku, Papua dan Papua Barat) mengungkapkan, nama Jhon Wempi Wetipo tidak tercatat dalam register yang ada pada data di Kopertis.

"Saat dirinya membenarkan kalau tidak tercatat, entah itu identik dengan palsu, saksi tersebut justru tidak berani mengatakan itu palsu, tetapi sebatas mengatakan hanya tidak tercatat," ungkapnya.

"Jadi yang mempunyai kewenangan menyatakan ijazah itu palsu atau tidak adalah peradilan pidana, kalau memang itu ada unsur proses peradilan pidana dan disertai bukti pidana yang berkekuatan hukum tetap yang menyatakan ijazah itu palsu, tentunya KPU akan mempertimbangkan berbeda dengan keputusan hari ini," tambahnya. [Djarwo]