Sengketa Pilgub Papua 2018

Saksi Kopertis Akui JWW Tidak Terdaftar Dalam Yudisium STISIPOL Silas Papare

Saksi Mantan Sekertaris Kopertis XII, Meta Gomis didampingi kuasa kuasa hukum pemohon dan termohon saat menunjukkan bukti bukti dalam persidangan, Senin (5/3)/Riri

JAYAPURA, -   Musyawarah Penyelesaian Sengketa Pilkada Gubernur Papua 2018, kembali digelar di ruang sidang Bawaslu Papua, Senin (5/3)

Musyawarah Sengketa ketiga yang dipimpin Ketua Bawaslu, Peggy Wattimena ini mengagendakan pemeriksaan saksi baik dari pemohon dalam hal ini tim kuasa hukum paslon Lukas Enembe - Klemen Tinal (LUKMEN) dan termohon KPU Provinsi Papua.

Mantan Sekertaris Kopertis Wilayah XII Maluku Papua dan Papua Barat, Meta Gomis dihadirkan pemohon sebagai saksi dalam persidangan. Dalam kesaksiannya, Meta menjelaskan prosedur bagaimana seorang mahasiswa bisa memperoleh gelar Strata 1, mulai dari mengikuti perkuliahan, ujian hingga   mendapatkan ijazah.

Penjelasan ini penting mengingat poin permasalahan yang diadukan kuasa hukum Lukmen ke Bawaslu adalah terkait verifikasi persayaratan calon yang dilakukan KPU. Dimana salah satunya adalah menyangkut keabsahan ijazah calon Gubernur, John Wempi Wetipo yang diduga bermasalah, namun kemudian diloloskan sebagai calon Gubernur dalam Pilkada Gubernur Papua 2018.

Dalam persidangan, saksi Meta membeberkan fakta bahwa JWW tidak terdaftar dalam Yudisium Sekolah Tinggi Ilmu Sosial politik (STISIPOL) Silas Papare tahun 1999. Sebelumnya,  dirinya diminta oleh kuasa hukum Lukmen untuk menjadi saksi. Berdasarkan itu,  dia kemudian memerintahkan staffnya untuk mengecek kembali apakah benar cagub Jhon Wempi Wetipo (JWW) terdaftar sebagai mahasiswa STISIPOL Silas Papare, dimana JWW mendapatkan gelar Strata Satu (S1) Sarjana Sosial (S.sos) pada 1999.

"Ternyata setelah dilihat NIM (Nomor Induk Mahasiswa) dan nomor ujiannya yang dapat di arsip, kami buka bukan atas nama Jhon Wempi Wetipo tetapi atas nama Sadio. Namun saya tidak berhenti disitu saja, tapi saya memutuskan untuk meneliti dari awal. Dan ternyata nama Jhon Wempi Wetipo tidak pernah ada dalam daftar kopertis Maluku Papua dan Papua barat," bebernya.

Adapun blanko setiap lulusan, sebelum dikirim dan ditandatangani koordinator kopertis maka akan ditandatangani oleh Ketua atau Rektor dari perguruan tinggi masing masing. Soal penulisan nama, jenis huruf menurut Meta semuanya tergantung dari masing masing perguruan tinggi. Hal ini merujuk pada adanya kejanggalan yang terlihat dari tandatangan koordinator begitupun penulisan huruf dalam ijazah JWW. 

Saksi lainnya, Ketua Lembaga Solidaritas Papua, Yan Mattuan yang sebelumnya telah melaporkan dugaan ijazah palsu JWW ke KPU Provinsi Papua namun tidak mendapat respon.

Sementara itu saksi ahli yang dihadirkan Bawaslu, Yustus Pondayar dari Universitas Cenderawasih yang menjabat sebagai dosen pembantu Dekan III Fakultas Hukum Universitas Cenderawasih. Dalam keterangannya, saksi mengatakan bahwa JWW terdaftar sebagai mahasiswa S1 Fakultas hukum Uncen tahun 2009 dan selesai 2012. 

“Saat di semester 7 dan 8 JWW mendaftar jadi mahasiswa S2 dengan menggunakan ijasah STISIPOL pada semester 7 dan 8 yakni program ilmu hukum S2,”terangnya. Tahun 2011 JWW terdaftar sebagai mahasiswa S2 dan selesai ditahun 2013.

Benang Merah

Ketua Tim Kuasa Hukum Lukmen, Yance Salambauw menyatakan berdasarkan fakta persidangan terbukti ada benang merah antara apa yang dibeberkan oleh saksi dari Kopertis dan Universitas Cenderawasih 

"Uncen menyatakan demikian bahwa Jhon Wempi Wetipo mendaftar S2 menggunakan ijazah S1 dari Stisipol diwaktu yang bersamaan beliau masih menempuh pendidikan S1, kalau tidak demikian apa yang mendasari yang bersangkutan mendaftar untuk melakukan proses mengajar S2-nya. Nah, disinilah benang merahnya," ujar Yance. 

Menurutnya, ijazah Stisipol tidak terdaftar inilah yang kemudian menjadi poin permasalahan. Sebab yang tidak bisa diterima adalah  gelar S1 (SH) dan S2 (MH) diperoleh dalam waktu yang bersamaan 

"Makanya kita hanya ingin memastikan apakah proses belajar mengajar dalam satu kurun waktu yang bersamaan dengan program studi yang berbeda jenjangnya,"

Meski, lanjutnya, sampai saat ini belum ada putusan pengadilan yang menyatakan ijazah S2nya palsu.

Terkait hal itu, kata Yance, proses  di kpu dan bawalsu tidak bergantung kepada proses di peradilan lain.

"Sebagai conton kalau saya melakukan pelanggaran dengan memanipulasi ijazah lalu kemudian ada asumsi yang menyatakan bahwa belum ada putusan pengadilan. Apakah ini mengganggu kpu untuk memberikan keputusan?

Apakah kalian mengetahui di berbagai  tempat tidak menunggu putusan pengadilan seperti yang terjadi di sumut dan gorontalo," jelasnya.

Kuasa Hukum termohon dalam hal ini Komisi Pemilihan Umum (KPU) Papua Pieter Ell dan Heru Widodo menegaskan, tetap pada pendirian bahwa proses verifikasi yang dilakukan KPU adalah sudah benar. Mereka bahkan mempertanyakan alasan ijasah John Wempi Wetipo (JWW) kembali dipersoalkan saat musim Pilkada. Setelah sebelumnya sempat diperdebatkan lima tahun lalu, namun kasus ini dianggap selesai setelah ada putusan dari Mahkaman Agung (MA).

Pilkada Gubernur Papua 2018 diikuti oleh dua pasangan calon yaitu nomor urut 1, pasangan Lukas Enembe - Klemen Tinal (LUKMEN) yang diusung sembilan partai poltik dengan nama Koalisi Papua Bangkit Jilid II, lalu pasangan nomor urut 2, Jhon Wempi Wetipo - Habel Melkias Suwae (JOSUA) yang diusung tiga partai politik.[Riri]