Mengangkat Kerajinan Mama-Mama Papua di London

Mahasiswa asal Papua yang telah berupaya memperkenalkan kerajinan Papua di London (Foto dari kiri ke kanan) Alfonso Ndiken, Simon Tabuni, Voni Blesia, Tilda Ndiken, George Saa/Istimewa

Penulis: Simon Tabuni, mahasiswa postgraduate (S2) di SOAS, University of London)

Ada yang berbeda kali ini di perayaan Temu Masyarakat Indonesia (TEMAS) UK pada 11 Agustus 2018 dalam rangka menyambut HUT RI ke-73 di Wisma Nusantara, London.

Selain even ini diramaikan oleh hiburan rakyat dan vendor menjual aneka menu nusantara, keikutsertaan penjualan kerajinan mama-mama Papua (dan promosi parawisata) oleh pelajar-pelajar Papua tergabung dalam Lingkar Studi Papua mampu memberikan warna tersendiri.

Kehadiran dan upaya LSP untuk membantu UMKM Papua ini diapresiasi oleh Duta Besar Indonesia untuk Inggris, Rizal Sukma.

Menurut beliau “keikutsertaan LSP dalam acara temu masyarkat Indonesia yang diselengarakan oleh KBRI London menjadi sarana yang tepat untuk memperkenalkan hasil karya Papua kepada masyarakat Indonesia di UK maupun warga Inggris yang hadir dalam acara ini.

Pengunjung pertama Stall LSP-Honai Perempuan, Duta Besar RI untuk United Kingdom, Bapak Rizal Sukma dan Ibu/Istimewa

Banyak pengunjung mengunjungi stall ‘LSP-Honai Perempuan’ untuk membeli kerajinan Papua ataupun sekedar mengetahui nilai-nilai budaya dibalik karya-karya yang ditampilkan.

Tidak sedikit juga meninggalkan alamat email demi mendapatkan informasi lebih. Antusiasme ini merupakan suatu kebanggaan tersendiri orang nomor satu di KBRI UK.

“Besarnya minat dan kekaguman para hadirin terhadap berbagai karya industri kreatif yang diperkenalkan oleh LSP,"demikian kata beliau.

Adapun stall Papua ini menjual produk-produk kerajinan mama-mama Papua, yang tergabung dalam Koperasi Perempuan Moni-Migani dan Honai Perempuan dikordinatori oleh Mama Lusi Zonggonaw, berupa noken, aksesoris gelang tangan dan gantungan kunci, patung, lukisan kulit kayu, dan kain batik motif Papua.

Tujuannya adalah membantu meningkatkan ekonomi dan kesejahteraan pengrajin noken dan karya lainnya melalui ‘jalan baru’.

Selama ini, penghasilan diperoleh oleh mama-mama Papua selalu tidak tetap dan sebanding dengan proses pembuatan.

"Oleh karena itu, hal ini merupakan lembaran baru yang dirintis oleh student papua agar kedepan karya-karya mama papua tidak hanya go-nasional tetapi go-Inggris juga, sehingga pendapatan yang diperoleh juga dapat menigkat lebih baik dari sebelumnya," demikian komentar dari Kordinator stall LSP-Honai perempuan ini. 

Selain mengunjungi dan membeli karya-karya Papua, pengunjung juga memberikan saran-saran yang sangat positif mengenai design bentuk noken agar lebih diminati warga Indonesia maupun non-Indonesia.

Terkait plastic bag, menurut mereka, pemerintah Inggris saat ini mengajak masyarakatnya untuk mengunakan eco-produk, sehingga hal ini menjadi peluang besar bagi noken untuk mengantikan plastic bag.

Namun design noken harus dimodifikasi, tanpa menghilangi nilai budaya, menyerupai plastic bag ataupun tas tentengan digunakan mengisi buah-buahan. Terkait mode saat ini, mereka mengharapkan agar design noken dapat dimodifikasi menyerupai tas gengangan wanita, tas laptop dan handphone, dan sebagainya.  

Melihat autsiasme dan minat pengunjung, menurut kami kerajinan Papua berupa lukisan kulit kayu, batik motif papua, dan khususnya noken sangat berpotensi untuk mendunia baik noken asli atau yang telah dimodifikasi.

Tugas besar para designer-designer muda Indonesia adalah merangkum mama-mama papua dan memberikan pencerahan tentang prospek dan permintaan pasar nasional maupun global.

Keinginan kami adalah kegiatan seperti ini dapat direplikasi di negara-negara studi lain di mana terdapat pelajar Papua. Ini bagian dari dedikasi untuk Papua dan umumnya Indonesia.

Menurut kami setiap tahun ada banyak kegiatan yang dilakukan oleh KBRI atau dari masyarakat Indonesia, ini merupakan prospek pasar untuk kerajinan kreatif papua yang dipelopori oleh student asal Papua.

“Jangan tanyakan apa yang akan anda dapat ketika melakukan sesuatu, tapi tanyakan apa yang akan terjadi bila anda tidak melakukan itu” Marten L. King.*