Sidang DPRD Pegubin Tabrak Aturan

Bupati Pegubin Minta Masyarakatnya Tenang dan Jangan Terprovokasi Isu Tidak Bertanggungjawab

Bupati Pegunungan Bintang Costan Otemka/Roberth

JAYAPURA,-Aksi massa yang membakar  rumah pribadi Bupati Pegunungan Bintang Costan Otemka, Kamis  tanggal 12-4-2018 sudah terjadi hampir dua bulan lamanya. Datang kembali peristiwa yang mengejutkan yaitu adanya sidang anggota DPRD Pegunungan Bintang, Selasa (5/6) yang memberikan mosi tidak percaya kepada bupati, jadi pertanyaan Bupati Costan Otemka.

“Saya pertegas  kepada masyarakat supaya masyarakat tetap tenang  tidak terprovokasi oleh  isu-isu yang tidak bertanggungjawab,“ujarnya kepada jurnalis, Rabu (6/5) malam di Jayapura. Dikatakannya, apa yang dilakukan sidang yang dewan sangat disesalkan.

“Karena dewan melakukan kekacauan  mengganggu pemerintahan yang sah. Dewan melakukan sidang ini tanpa dasar yang jelas. Bupati melakukan pelanggaran luar biasa seperti apa hingga dilakukan sidang ini, dan dewan tidak perah mengajak diskusi bupati,”ujarnya. 

Lanjutnya, mereka secara sepihak  berinisiatif malakukan sidang paripurna, untuk memberikan mosi tidak percaya kepada bupati.

“Yang mereka ciptakan dan lakukan pembohongan publik, untuk itu saya menghimbau kepada pimpinan partai yang berasangkutan dari anggota DPR yang ada di Pegubin, agar memberi nasehat dan memberikan pemahaman  kepada para anggota dewan ini,”ujarnya.

Dikatakan, dari Partai Nasdem sudah dipecat angotanya karena bertentangan dengan instruksi partai. Sebab apa yang dilakukan akan berdampak hubungan eksekutif  dan yudikatif terganggu. Ia juga mengungkapkan ada 3 anggota DPR Pegubin masih berstatus Aparatus Sipil Negara akan juga diberhentikan.

Kata dia, dewan tak melakukan sesuai tupoksinya  selalu mencari cari kesalahan bupati dan melanggar semua aturan perundangan yang berlaku. “Mereka pikir dengan cara begitu bupati dapat diberhentikan. Bupati itu dipilih secara demokratis melalui pimilu dan diturunkan juga dengan cara yang sama melalui  pemilu,”tegasnya.

Dikatakan, bila bupati melakukan kesalahan  harus ada prosedur hukum yang ditempuh. Tidak seperti lakukan sidang dan diberhentikan di tengah jalan.

“Kacau Indonesia bila semua DPR bisa lakukan ini, bisa lakukan sidang kapan saja dan memberhentikan bupati kapan saja. Ini satu pembohongan publik yang dewan lakukan, dan ini memberikan pendidikan politik yang salah dan ini sangat disayangkan,”ujarnya.

Ia pun menduga bila staf ahli provinsi yang mengarahkan  para anggota dewan selama ini, baiknya mengarahkan yang benarlah  tidak perlu mengarahkan yang salah.

“Jangan mengarahkan angota dewan untuk melakukan kegiatan yang bertentang dengan aturan. Harus memberikan masukan untuk memajukan pembangunan Pegunungan Bintang kedepan,”tukasnya.   

Penegakan Hukum

Diungkapkannya, di Oksibil sebetulnya tak masalah  tak ada  dua kelompok masyarakat yang bertikai. Masalah yang terjadi  kami menyerahkan semua kepada pihak berwajib.  

“Kami  dari pihak pemerintah diganggu, namun itu semua kami serahkan kepada pihak  aparat untuk dilakukan penegakan hukum. Bila masalah hukum ditegakan masalah tidak akan berlarut-larut. Sayapun mengatakan  kepada masyarakat yang mendukung pemerintah agar tetap tenang. Sebab masalah  kita kita serahkan semua kepada pihak berwajib. Bila penegakan hukum dilakukan semua pasti selesai,”ujarnya.

Tabrak Aturan

Sementara itu salah satu pengacara Papua Amos Karet DSH, MH menegaskan kegaduhan diatas bukan dilakukan pemerintah daerah tapipara anggota dewan yang lakukan hal luar biasa.

“Mereka melakukan penistaan terhadap instrument hukum  Undang-Undang  Nomor 23 tahun 2014  dalam pasal 154  sebagai instrument utama DPR yaitu  hak angket, interpelasai dan menyatakan pendapat. Disitu tidak mengataur sidang mosi tidak percaya dan sidang istimewa untuk menurunkan seorang pejabat  bupati dan walikota. Hak angket dilakukan  dimana melakukan pemeriksaan terhadap  hal yang luar biasa kegiatan bupati dalam  penyelengaraan pemerintahan yang bertentangan  undang-undang. Lalu  dari hak angket terebut akan diperiksa dan bila ada temuan disana, dibawalah dalam sidang untuk menyampaikan perubahan saran pendapat untuk diperbaiki,”ujarnya.

Lanjutnya, Beda bila seorang bupati dinyatakan mengundurkan diri dari jabatan yaitu mengundurkan diri secara pribadi, meninggal  yang ketiga di OTT atau terpidana dan  membuat kegiatan hal yang luar biasa bertentangan dengan pemerintahan.

“Itu  harus dipahami oleh anggota dewan dan terlihat  semua fase yang dalam UU tersebut semua ditabrak dewan dan ini pelecehan,”ujarnya.

Bagaimana tidak, dasar  apa  yang mereka pakai?  Bupatikan belum diperiksa  dan belum  ada temuan dalam pemeriksaan itu.

“Kalau ada temuan baru baru dibawa masiuk dalam pembahasan di dewan. Inikan belum ada sama sekali. Dan apa yang dilakukan dewan  adalah pencemaran nama baik pemerintahan daerah  dan tetap akan dituntut. Itu sudah pasti  dan cepat atau lambat pemerintahan akan bentuk tim ,”tegasnya.

Ditegaskannya, sidang yang mereka lakukan itu ilegal tidak mempunyai  kekuatan hukum tetap, dan  pemerintah akan bertemu Dirjen Otda, Mendagri, setelah itu akan dilakukan konsolidasi dengan para pimpina partai. “Kami meminta aparat tegas lakukan proses hukum  biar masalah tak berlarut-larut, “ujarnya.*