Begini Penjelasan Penyebab Kerusuhan di Mako Brimob Menurut Narapidana

istimewa

WARTAPLUS - Para narapidana teror di Mako Brimob menolak disalahkan atas kerusuhan yang menewaskan enam orang dan mengeluhkan pelanggaran HAM selama berada di tahanan.

Selama lebih dari 36 jam narapidana terorisme memberontak di Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok. Namun berbeda dengan klaim organisasi teror Islamic State, menurut salah seorang narapidana kejadian tersebut tidak direncakan dan bersifat spontan.

** Baca juga: Negosiasi Antara Panglima TNI dan Kapolri di Markas Brimob

Penjelasan mengenai motif narapidana berasal dari rekaman percakapan antara Aman Abdurrahman dan Alexander Rumatrey alias Abu Qutaibah yang berada di dalam blok C dan D. Eskalasi kekerasan dipicu oleh "akumulasi masalah, dari mulai masalah pembatasan tentang hak-hak, makanan, kemudian masalah besukan dan sebagainya," ujarnya dalam rekaman yang dipublikasikan oleh Tirto.id.

"Jadi puncaknya ketika ada ummahat (istri) yang datang dari rumah singgah ke Jakarta Barat. Dia membawa bingkisan titipan dari ikhwan yang ada di rumah singgah. Oleh petugas, seakan-akan mereka dibohongi. Ini tidak bisa diterima ikhwan-ikhwan," tuturnya lagi.

ISIS Klaim Bertanggungjawab, Apa yang Terjadi di Mako Brimob?

Ketika petugas penjara dianggap mengabaikan, eskalasi akhirnya tidak terbendung. "Akhirnya, semua ikhwan keluar blok. Ketika mereka sampai dengan kemarahan mereka di kantor sipir, ada petugas Densus yang mengeluarkan tembakan kemudian ikhwan kami terluka, satu orang."

Para narapidana menolak disalahkan dan sebaliknya menuding kepolisian bertanggungjawab atas kerusuhan.

"Akibat reaksi dari luar yang menembak duluan kami. Sekarang kami di dalam ini semua pegang senjata. Pokoknya banyak, yang kami dapatkan dari gudang-gudang yang disimpan di atas, dengan peluru-peluru yang Insyaallah cukup," tutur Alexander lagi.

Selama proses negosiasi yang berlangsung alot para narapidana mengajukan sejumlah tuntutan kepada kepolisian. Menurut Alexander, mereka meminta agar kasus kerusuhan yang menewaskan seorang tahanan dan lima anggota polisi itu ditutup tanpa proses hukum lebih lanjut, "jadi tidak ada yang dizalimi ikhwan-ikhwan."

"Kedua, kami meminta ikhwan yang di Pasir Putih (Lapas Nusakambangan) diberikan kelonggaran. Karena kami mendengar berita terakhir ada laporan pelanggaran HAM di sana. Info ini didapat dari istri yang besuk ke sana. Katanya kondisi mereka sangat memprihatinkan", kata Alexander.

Percakapan tersebut muncul saat polisi meminta Aman Abdurrahman menengahi konflik antara narapidana dan petugas. Tidak lama kemudian 155 narapidana menyudahi aksi dan menyerahkan diri. Sebanyak 145 orang dipindahkan ke Lembaga Permasyarakatan Nusakambangan. Sementara 10 narapidana yang menolak bekerjasama tetap ditahan di Mako Brimob.

Anehnya polisi melalui Wakil Kapolri, Komjen Syafruddin, membantah pihaknya melakukan negosiasi dengan tahanan. "Tidak ada negosiasi, karena sudah serahkan diri. Jadi semua proses penanggulangan, bukan negosiasi," ujarnya.